Liputan6.com, Jakarta Diabetes sering kali disebut sebagai “penyakit tenang tapi menghanyutkan” karena gejalanya yang tak langsung terasa. Banyak orang tak menyadari keberadaan penyakit ini di awal lantaran tak bergejala.
"Meski kadar gula meningkat, pada awalnya, seseorang tidak merasakan gejala tertentu," kata dokter spesialis penyakit dalam subspesialis endokrinologi metabolik dan diabetes, Profesor Imam Subekti.
Advertisement
Baca Juga
Bila seseorang sudah merasakan gejala kemudian memeriksakan diri dan tegak diagnosis diabetes, itu berarti kadar gula darah tinggi sudah terjadi dalam waktu lama lanjut Imam.
Advertisement
Apa gejala diabetes atau gula darah tinggi yang sudah terjadi dalam kurun waktu lama? Imam menuturkan beberapa diantaranya:
- Sering terbangun malam hari karena ingin buang air kecil
- Berat badan turun
- Terus merasa lapar meski sudah makan banyak
"Pada kondisi ini, berarti sudah masuk dalam fase diabetes," tutur dokter dari Rumah Sakit Pondok Indah - Pondok Indah Jakarta ini.
Mengingat pada awal tak ada gejala, maka dari itu penting untuk melakukan pemeriksaan kadar gula darah secara rutin.
"Jika diketahui pada fase pre-diabetes, dapat dikelola dan dikembalikan ke fase normal," kata Imam dalam pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat, 24 Januari 2025.
Tahapan dari Pre-Diabetes Menjadi Diabetes
Imam mengungkapkan perjalanan seseorang menjadi diabetes itu sebenarnya beberapa tahap.
Pre-Diabetes
Pada kondisi ini darah mulai meningkat tetapi belum menimbulkan gejala. Tahap ini disebut pre-diabetes yaitu kadar gula darah puasa dan atau sesudah makan berada di atas kisaran normal, tetapi belum sampai pada kriteria diabetes.
Diabetes
Tahap berikutnya disebut diabetes, yaitu kadar gula darah puasa dan atau sesudah makan sudah sampai pada angka yang sesuai dengan kriteria diabetes.
Advertisement
Menurunkan Berat Badan Turunkan Risiko Diabetes
Seseorang dengan berat badan berlebih apalagi obesitas lebih rentan mengalami diabetes. Walau tidak dimungkiri orang dengan berat badan ideal juga bisa mengalami hal tersebut.
Bagi pemilik berat tubuh berlebih dan obesitas, Imam menyaranakn untuk mencari tahu faktor penyebab kegemukan yang dialaminya. Informasi ini diperlukan untuk menentukan tatalaksana penurunan berat badan.
"Menurunkan berat badan bukan sekadar menghindarkan diri dari diabetes, tetapi juga dapat memperkecil berbagai risiko penyakit, seperti serangan jantung, darah tinggi, kolesterol," kata pria yang dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 2019 itu.
Langkah Menurunkan Berat Badan
1. Mengatur pola makan
Perlu dihitung total kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas harian, sehingga dapat ditentukan asupan yang diperlukan untuk terapi diet penurunan berat badan.
2. Aktivitas fisik rutin
Aktivitas fisik dilakukan setidaknya tiga kali dalam satu minggu dengan durasi setidaknya 30 menit. Lalu, makin lama durasinya ditambah ya.
"Durasi dapat dinaikkan menjadi 45 menit sementara sesi ditingkatkan menjadi lima kali dalam seminggu," sarannya.
Ada banyak pilihan olahraga. Aktivitas yang direkomendasikan adalah yang bersifat aerobik, seperti jalan atau joging, renang, bersepeda, atau senam.
Advertisement
Selanjutnya
Obesitas dan berat badan berlebih bukanlah kondisi yang terjadi tiba-tiba, melainkan dalam durasi yang panjang.
"Diperlukan komitmen secara terus-menerus untuk melakukan perubahan terhadap gaya hidup yang dijalani," kata Imam menyemangati.
4. Pada Beberapa Kasus Perlu Obat
Konsumsi obat bisa saja diperlukan jika program pengaturan makan (terapi diet) dan aktivitas fisik belum berhasil mencapai target penurunan berat badan. Tentu saja pemberian obat ini atas resep dari dokter sesuai kondisi pasien.
Jika cara pertama hingga keempat tidak berhasil, dapat dipertimbangkan (jika memenuhi syarat) untuk menjalani tindakan bedah bariatrik, yakni operasi pemotongan usus.