Intermittent Fasting: Metode, Durasi Ideal, dan Tanda Harus Berhenti Menurut Dokter

Artikel ini membahas berbagai metode intermittent fasting (IF), durasi puasa yang umum, serta pentingnya berkonsultasi dengan profesional kesehatan sebelum memulai program IF.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 12 Feb 2025, 08:50 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2025, 08:50 WIB
Dr. Marya Haryono, M.Gizi, Sp.GK, FINEM dari Siloam Hospitals Kebon Jeruk
Intermittent fasting populer untuk kesehatan dan penurunan berat badan. Namun, berapa durasi idealnya? Kapan harus berhenti? Simak penjelasan dokter tentang metode, manfaat, dan risikonya di sini! (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Intermittent fasting (IF) semakin populer sebagai metode diet yang diklaim mampu membantu mengontrol berat badan, menurunkan kolesterol jahat, serta menjaga tekanan darah tetap stabil. Namun, menurut Dokter Gizi dari Siloam Hospitals Kebon Jeruk, dr. Marya Haryono, M.Gizi, Sp.GK, FINEM, ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan sebelum seseorang menjalani IF secara rutin.

Jangan Paksakan IF Jika Tubuh Tidak Mampu Beradaptasi

Marya menekankan bahwa tubuh setiap individu memiliki reaksi yang berbeda terhadap diet IF. Jika seseorang merasa pusing berkepanjangan, sulit berpikir, lemas, atau bahkan tidak bisa bekerja dengan baik, sebaiknya pola makan ini dihentikan atau disesuaikan.

"Kalau intermittent fasting ternyata buat dia oleng, pusing berkepanjangan, enggak bisa kerja, enggak bisa mikir, harus olahraga tapi enggak kuat, atau gula darahnya justru turun drastis, maka perlu disesuaikan," kata dr. Marya dalam sebuah diskusi bersama media belum lama ini.

Selain itu, efek samping seperti naik-turun gula darah secara drastis juga bisa menjadi tanda bahwa tubuh tidak dapat beradaptasi dengan baik. Jika kondisi ini terjadi, maka IF sebaiknya dihentikan.

Apakah Boleh Intermittent Fasting Setiap Hari?

Banyak orang bertanya, berapa lama intermittent fasting yang ideal? Dr. Marya menjelaskan bahwa kebiasaan biasanya terbentuk dalam 21 hari. Namun, jika dalam waktu singkat setelah memulai IF seseorang sudah merasa pusing atau bahkan pingsan, maka tidak perlu memaksakan diri.

"Yang harus kita pikirkan adalah targetnya, apakah semata-mata hanya ingin kurus, tetapi lupa dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan? Itu yang salah," tegasnya.

Tidak Semua Orang Cocok dengan IF

Dr. Marya juga menekankan bahwa tidak semua orang cocok dengan pola makan ini. Jika IF membuat seseorang merasa tidak nyaman atau justru menimbulkan masalah kesehatan lain seperti rambut rontok, kulit kering, atau gangguan hormonal, maka lebih baik mencari metode diet lain yang lebih seimbang.

"Kita tidak bisa menyamaratakan jenis pola makan untuk setiap orang. Yang penting, mau intermittent fasting atau tidak, pastikan tetap memenuhi gizi seimbang dan mendapatkan manfaat kesehatan," kata dr. Marya.

Jika IF tidak cocok, bukan berarti tidak ada cara lain untuk menjaga kesehatan dan berat badan. Pola makan yang direkomendasikan secara umum adalah makan tiga kali sehari dengan gizi seimbang. Menurut dr. Marya, yang terpenting adalah mempertimbangkan efek jangka panjang terhadap kesehatan.

"Yang penting adalah bagaimana kelanjutannya. Mau tetap menjalankan intermittent fasting atau kembali ke pola makan yang lebih umum? Jangan sampai kurus tapi gizi tidak terpenuhi, kulit jadi keriput, rambut rontok, atau hormon terganggu," pungkasnya.

Kesimpulan

Intermittent fasting memang memiliki banyak manfaat, tetapi tidak semua orang cocok dengan pola makan ini. Jika mengalami efek samping seperti pusing, lemas, atau gula darah tidak stabil, sebaiknya pertimbangkan metode diet lain yang lebih aman dan tetap menjaga keseimbangan gizi. Jangan hanya fokus pada penurunan berat badan, tetapi juga kesehatan tubuh secara keseluruhan!

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya