Liputan6.com, Jakarta - Sindrom Brugada adalah kelainan genetik langka yang memengaruhi sistem kelistrikan jantung dan dapat menyebabkan kematian mendadak, terutama saat tidur. Menurut Indonesia Journal of Cardiology, penyakit ini disebabkan oleh mutasi genetik, sering kali pada gen SCN5A, yang mengganggu aliran listrik normal di jantung. Meskipun banyak penderita tidak menunjukkan gejala, risiko aritmia jantung fatal tetap mengancam jiwa baik anak-anak maupun orang dewasa.
Gejala Sindrom Brugada yang Perlu Diwaspadai
Beberapa gejala Sindrom Brugada yang mungkin muncul meliputi:
- Pingsan
- Pusing
- Nyeri dada
- Jantung berdebar
- Sesak napas
- Kejang Namun, dalam banyak kasus, kematian mendadak bisa menjadi manifestasi pertama tanpa adanya tanda-tanda sebelumnya.
Sindrom Brugada Lebih Sering Menyerang Pria
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada pria dan dapat muncul sejak usia remaja hingga dewasa. Menurut dr. Dony Yugo Hermanto, Sp.J.P Subsp.Ar (K), FIHA, dari RS Pondok Indah - Pondok Indah, Sindrom Brugada menyebabkan jantung lebih rentan mengalami gangguan listrik, terutama saat tidur.
"Sindrom Brugada adalah kelainan bawaan yang mempengaruhi kanal ion natrium, membuat jantung lebih mudah mengalami gangguan listrik. Biasanya ini lebih sering terjadi pada pria dan bisa muncul sejak usia belasan tahun hingga dewasa," ujarnya.
Karena banyak kasus terjadi tanpa peringatan, penderita sering tidak menyadari kondisinya hingga mengalami serangan jantung mendadak saat tidur.
Advertisement
Kurangnya Deteksi Dini di Indonesia
Deteksi dini Sindrom Brugada masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Menurut dr. Dony, pemeriksaan kesehatan jantung di Indonesia belum sekomprehensif negara maju, sehingga banyak kasus tidak terdiagnosis. "Di Indonesia, Sindrom Brugada masih underdiagnosed karena medical check-up kita belum seketat di negara-negara maju," ujarnya.
Oleh karena itu, meningkatkan kesadaran tentang sindrom ini sangat penting agar bisa dilakukan deteksi dini dan pencegahan yang lebih optimal.
Penyebab dan Faktor Pemicu Sindrom Brugada
Selain faktor genetik, beberapa kondisi dapat memicu atau memperburuk gejala Sindrom Brugada, seperti:
- Gangguan elektrolit
- Penggunaan obat-obatan tertentu (antiaritmia, obat hipertensi, antidepresan, dan kokain)
- Demam tinggi
- Dehidrasi
- Konsumsi alkohol berlebihan
Diagnosis dilakukan melalui elektrokardiogram (EKG), pemeriksaan genetik, dan dalam beberapa kasus, kateterisasi jantung. Meskipun belum ada obat yang bisa menyembuhkan Sindrom Brugada, pengobatan difokuskan pada pencegahan kematian mendadak.
Advertisement
Pengobatan dan Pencegahan Sindrom Brugada
Penggunaan Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD) direkomendasikan bagi penderita dengan risiko tinggi. ICD adalah alat yang ditanam di bawah kulit dan berfungsi memberikan kejut listrik jika terjadi aritmia berbahaya. Selain itu, modifikasi gaya hidup seperti menghindari faktor pemicu juga penting untuk mencegah komplikasi.
Pemeriksaan kesehatan rutin bagi anggota keluarga penderita juga sangat disarankan untuk deteksi dini dan pencegahan lebih lanjut.
Kasus Sindrom Brugada di Thailand: Banyak Pria Takut Tidur
Sebuah kampung di Thailand memiliki angka kejadian Sindrom Brugada yang tinggi. Banyak pria di sana merasa takut untuk tidur karena risiko kematian mendadak. "Di kampung itu, banyak pria memilih berjaga atau meronda daripada tidur karena takut mengalami serangan jantung mendadak akibat Sindrom Brugada," ungkap dr. Dony.
Advertisement
Pentingnya Kesadaran dan Pemeriksaan Rutin
Deteksi dini dan pengobatan yang tepat sangat krusial dalam mengurangi risiko komplikasi Sindrom Brugada. Karena sering kali tidak menunjukkan gejala, pemeriksaan kesehatan berkala sangat penting, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jantung bawaan.
Meskipun pencegahan sepenuhnya sulit dilakukan karena faktor genetik, menghindari pencetus gejala dan menjalani pemeriksaan kesehatan secara teratur dapat membantu mengurangi risiko. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang Sindrom Brugada dan pentingnya deteksi dini menjadi langkah kunci dalam mencegah angka kematian mendadak akibat penyakit ini.
