Pemerintah Indonesia hingga hari ini belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), meski Menko Kesra Agung Laksono pernah menyebutkan bahwa pemerintah akan segera melakukan aksesi ini.
Sinyal seperti ini dianggap Pakar Hukum Tata Negara Margarito sebagai bentuk tidak tegas dan tidak kompaknya pemerintah.
"Menko Kesra tidak bisa mengambil prakarsa dan tidak ada kewenangan, urusan ratifikasi itu mutlak ada di tangan Presiden," tegas Margarito, Rabu (6/11/2013).
Pernyataan Menko Kesra itu juga dianggap Margito menguntungkan pihak lain yang pro ratifikasi dan tidak memperhatikan keberatan dari pengusaha dan petani di berbagai daerah.
"Pernyataan itu bisa dikategorikan salah secara konstitusional dan menjadi bukti pemerintah tidak kompak," katanya.
Adanya anggapan mengenai sikap Menko Kesra ini juga diduga akibat tekanan negara asing yang terus mendorong agar industri rokok terutama rokok kretek gulung tikar.
"Dalam kasus ini jelas ada tekanan asing. Jika pemerintah menandatangani, maka pemerintah jadi budak regulasi asing. Padahal regulasi di luar negeri tak perlu harus selalu dituruti," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Nurtianto Wisnu meminta pemerintah agar mau mendengarkan berbagai masukan dari Kementerian lain seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan tentang dampak buruk jika FCTC diterapkan.
Selain itu, Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun mengatakan, pemerintah tetap dalam posisi melindungi industri rokok. Ia menegaskan, jika industri rokok ditutup karena alasan kesehatan, jutaan orang akan menganggur.
(Fit/Abd)
Sinyal seperti ini dianggap Pakar Hukum Tata Negara Margarito sebagai bentuk tidak tegas dan tidak kompaknya pemerintah.
"Menko Kesra tidak bisa mengambil prakarsa dan tidak ada kewenangan, urusan ratifikasi itu mutlak ada di tangan Presiden," tegas Margarito, Rabu (6/11/2013).
Pernyataan Menko Kesra itu juga dianggap Margito menguntungkan pihak lain yang pro ratifikasi dan tidak memperhatikan keberatan dari pengusaha dan petani di berbagai daerah.
"Pernyataan itu bisa dikategorikan salah secara konstitusional dan menjadi bukti pemerintah tidak kompak," katanya.
Adanya anggapan mengenai sikap Menko Kesra ini juga diduga akibat tekanan negara asing yang terus mendorong agar industri rokok terutama rokok kretek gulung tikar.
"Dalam kasus ini jelas ada tekanan asing. Jika pemerintah menandatangani, maka pemerintah jadi budak regulasi asing. Padahal regulasi di luar negeri tak perlu harus selalu dituruti," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Nurtianto Wisnu meminta pemerintah agar mau mendengarkan berbagai masukan dari Kementerian lain seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan tentang dampak buruk jika FCTC diterapkan.
Selain itu, Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun mengatakan, pemerintah tetap dalam posisi melindungi industri rokok. Ia menegaskan, jika industri rokok ditutup karena alasan kesehatan, jutaan orang akan menganggur.
(Fit/Abd)