Industri Rokok Terancam, Pengusaha Minta Aturan Ini Tak Dipaksakan

GAPPRI mengingatkan agar Presiden Prabowo Subianto yang berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menyerap jutaan tenaga kerja jangan sampai terganggu oleh agenda FCTC yang menginfiltrasi melalui produk hukum, salah satunya PP 28/2024.

oleh Septian Deny Diperbarui 17 Feb 2025, 20:30 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2025, 20:30 WIB
Ilustrasi Rokok
Ilustrasi Rokok. GAPPRI mengingatkan agar Presiden Prabowo Subianto yang berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menyerap jutaan tenaga kerja jangan sampai terganggu oleh agenda FCTC yang menginfiltrasi melalui produk hukum, salah satunya PP 28/2024. Foto (Ade Nasihudin/Liputan6.com).... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan berpandangan, polemik Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429 - 463 berpotensi mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia.

Menurut Henry Najoan, pemerintah agar tidak memaksakan diimplementasikannya PP 28/2024 di saat situasi geopolitik dan geoekonomi global berdampak pada situasi di tanah air saat ini.

Henry Najoan juga mengingatkan bahwa PP 28/2024 dinilai cacat hukum. Pasalnya, proses penyusunannya tidak transparan dan minim pelibatan pelaku industri hasil tembakau (IHT).

"Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi industri dan perekonomian nasional yang tidak sedang baik-baik saja," kata Henry Najoan di Jakarta, Senin (17/02/2025).

GAPPRI mensinyalir, pemaksaan diimplementasikannya aturan ini lebih mewakili agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) ketimbang melindungi kepentingan masyarakat yang terdampak. Padahal, banyak pihak yang langsung terkena dampak dari regulasi ini, sehingga seharusnya memiliki hak untuk didengar dan dilibatkan dalam proses pembahasan.

Karena itu, GAPPRI mengingatkan agar Presiden Prabowo Subianto yang berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menyerap jutaan tenaga kerja jangan sampai terganggu oleh agenda FCTC yang menginfiltrasi melalui produk hukum, salah satunya PP 28/2024.

Kajian GAPPRI menyatakan, PP 28/2024 memiliki dampak ekonomi yang sangat besar, yakni mencapai Rp 182,2 triliun, dengan 1,22 juta pekerja di seluruh sektor terkait terdampak.

"Larangan penjualan dalam radius 200 meter dari sekolah, potensi kerugian mencapai Rp 84 triliun. Pembatasan iklan berdampak ekonomi yang hilang mencapai Rp 41,8 triliun," ujar Henry Najoan.

 

Kemasan Rokok Polos

Gapri 21 Sept 2016
Harga rokok Rp50.000/bungkus dari Hoax jadi wacana pemerintah untuk direalisasikan.... Selengkapnya

Henry Najoan menegaskan, apabila ketiga aturan tersebut (kemasan polos, larangan penjualan, dan pembatasan iklan) diberlakukan, potensi pajak yang hilang diperkirakan mencapai Rp 160,6 triliun.

"Selain itu, kemasan rokok polos berpotensi mendorong downtrading (peralihan konsumen ke produk rokok yang lebih murah) dan peralihan ke rokok ilegal 2-3 kali lebih cepat dari sebelumnya. Permintaan produk legal juga diprediksi turun sebesar 42,09%," terang Henry Najoan.

GAPPRI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, agar tercipta kebijakan yang tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga tidak mengorbankan kepentingan ekonomi dan sosial.

 

Tenaga Kerja

20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau memproduksi rokok kretek di Malang Jawa Timur, (24/6/2010). (AFP/AMAN RAHMAN)... Selengkapnya

Pasalnya, IHT merupakan sektor strategis nasional yang mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. Namun, sektor ini telah mengalami tekanan berat sejak diterbitkannya UU 17/2023 tentang Kesehatan, serta aturan turunannya.

"Berbagai tekanan regulasi terhadap IHT legal dirasa memberatkan bagi multi-sektor yang terkait. Maka itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, mengingat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang berbeda dari negara lain," tegas Henry Najoan.

GAPPRI mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang.

"Hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, dan menjaga stabilitas perekonomian nasional sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo," pungkas Henry Najoan.

Infografis: Redam Kanker dengan Cukai Rokok (Liputan6.com / Abdillah)
(Liputan6.com / Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya