Vaksin Corona Sputnik V dari Rusia Klaim 95% Efektif, Harga Lebih Murah

Rusia mengklaim vaksin corona buatannya efektif 95%.

oleh Anugerah Ayu Sendari diperbarui 25 Nov 2020, 22:00 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2020, 22:00 WIB
Gambar Ilustrasi Vaksin Virus Corona
Sumber: Freepik

Liputan6.com, Jakarta Rusia mengklaim vaksin buatannya yang dinamai Sputnik V memiliki keefektifan mencapai 95 persen. Dilansir dari AFP, Rusia adalah salah satu yang pertama mengumumkan pengembangan vaksin pada bulan Agustus.

Dalam pernyataannya pada Selasa (24/11/2020), pengembang vaksin mengatakan data awal setelah uji coba yang melibatkan ribuan sukarelawan menunjukkan kemanjuran vaksin di atas 95 persen setelah dosis kedua.

Kementerian kesehatan Rusia, Gamaleya research centre, dan Russian Direct Investment Fund (RDIF) mengatakan dalam pernyataannya bahwa mereka memperkirakan vaksin ini mencatat efektivitas yang lebih tinggi setelah analisis berikutnya.

"Tidak ada efek samping tak terduga yang diidentifikasi sebagai bagian dari penelitian," ujar pihak terkait, meskipun beberapa dari mereka yang divaksin menderita efek jangka pendek termasuk demam, kelemahan, kelelahan, dan sakit kepala.

Harga lebih murah

Kasus Virus Corona Bertambah, Bio Farma Kebut Penemuan Vaksin Anti Covid-19
Ilustrasi Foto Vaksin (iStockphoto)

Rusia juga mengklaim bahwa vaksin yang akan mereka produksi memiliki harga yang jauh lebih terjangkau. Vaksin dua dosis akan tersedia di pasar internasional dengan harga kurang dari $ 10 atau sekitar Rp141 ribu per dosis. Sementara vaksin ini akan digratiskan untuk warga Rusia.

Vaksin Sputnik V dapat disimpan pada suhu antara dua dan delapan derajat Celcius. Ini merupakan suhu yang jauh di bawah titik beku yang diperlukan untuk beberapa vaksin lain.

Disambut baik

ilustrasi vaksin flu
ilustrasi vaksin . Image by Katja Fuhlert from Pixabay

Banyak pihak menyambut baik pengumuman efektivitas Sputnik V, meskipun mereka mengatakan lebih banyak data diperlukan.

"Ini adalah kabar baik yang menunjukkan kemanjuran vaksin sementara yang tinggi," kata Azra Ghani, spesialis penyakit menular di Imperial College London.

“Kurangnya efek samping yang serius pada sekitar 20.000 peserta uji coba juga sangat menggembirakan,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya