Cara Mencegah Potensi Lonjakan Ketiga COVID-19 di Indonesia, Belajar dari Pengalaman

Upaya menjaga protokol kesehatan 3M belum maksimal dan belum dapat menjadi faktor utama penurunan kasus COVID-19.

oleh Husnul Abdi diperbarui 03 Okt 2021, 17:50 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2021, 17:50 WIB
Cara Mencegah Potensi Lonjakan Ketiga COVID-19 di Indonesia
Cara Mencegah Potensi Lonjakan Ketiga COVID-19 di Indonesia (pexels/cottonbro).

Liputan6.com, Jakarta Cara mencegah potensi lonjakan ketiga COVID-19 di Indonesia tentunya harus dilakukan dengan melihat pengalaman terdahulu. Beberapa kali Indonesia mengalami kenaikan kasus selama pandemi COVID-19 ini. Terlebih lagi, hal ini penting diperhatikan dengan adanya wacana diizinkan kegiatan besar. Selain itu, ditambah dengan sudah dekatnya periode Natal dan Tahun Baru 2022. 

"Berdasarkan pengalaman, kenaikan kasus hampir selalu terjadi pasca kegiatan besar," Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito memberi Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (30/9/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden. 

Jika dilihat dari pola kenaikan kasus, kasus mulai turun setelah pembatasan diberlakukan. Baik itu mobilitas maupun kegiatan sosial. Begitu kasus turun dan pembatasan mulai dilonggarkan, kasus akan meningkat perlahan.

Hal ini menunjukkan upaya menjaga protokol kesehatan 3M belum maksimal dan belum dapat menjadi faktor utama penurunan kasus COVID-19. Berikut Liputan6.com rangkum dari covid19.go.id, Minggu (3/10/2021) tentang cara mencegah potensi lonjakan ketiga COVID-19 di Indonesia.

Lonjakan Pertama Pandemi COVID-19 di Indonesia

FOTO: Minggu Kedua PPKM Level 4, Mobilitas Warga Jakarta Naik 26 Persen
Kepadatan arus lalu lintas jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (6/8/2021). Dirlantas Polda Metro Jaya mencatat, pada pelaksanaan PPKM level 4 minggu kedua terdapat kenaikan mobilitas warga Jakarta sebesar 26 persen dibanding saat PPKM Darurat dan PPKM Mikro. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah

Sebagai pembelajaran pertama, saat kenaikan kasus pasca periode Idul Fitri tahun 2020. Meskipun saat itu diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mudik ditiadakan, kasus tetap naik hingga 214 persen. Kenaikan mulai terjadi  2 minggu pasca Idul Fitri dan bertahan selama 7 minggu. 

Setelah itu, adanya kenaikan kasus lagi yang menjadi Puncak pertama COVID-19 di Indonesia. Terjadi dalam kurun November 2020 hingga Januari 2021. Kenaikan ini merupakan akumulasi dari event kolektif yang dimulai dari hari kemerdekaan 17 Agustus, Maulid Nabi pada 28-29 Oktober, serta periode Natal dan Tahun Baru 2021. Puncak pertama ini terjadi akibat rentetan event besar yang tidak didukung kebijakan pembatasan yang sesuai. Saat itu berlaku PSBB transisi, dan kasus naik sebesar 389 persen dan bertahan hingga 13 minggu. Setelah puncak pertama, kasus sempat menurun selama 15 minggu.

Lonjakan Kedua Pandemi COVID-19 di Indonesia

FOTO: Minggu Kedua PPKM Level 4, Mobilitas Warga Jakarta Naik 26 Persen
Kepadatan arus lalu lintas jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (6/8/2021). Dirlantas Polda Metro Jaya mencatat, pada pelaksanaan PPKM level 4 minggu kedua terdapat kenaikan mobilitas warga Jakarta sebesar 26 persen dibanding saat PPKM Darurat dan PPKM Mikro. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah

Indonesia masuk pada puncak kedua dampak dari periode Idul Fitri 2021, meskipun saat itu aturan peniadaan mudik telah diberlakukan. Peniadaan itu berhasil mencegah sebagian besar masyarakat untuk tidak mudik, namun kegiatan berkumpul bersama keluarga pada satu wilayah yang sama atau wilayah aglomerasi, tetap dilakukan oleh sebagian besar masyarakat.

"Hal ini terjadi karena masyarakat merasa aman dengan turunnya kasus COVID-19 selama 15 Minggu berturut-turut pasca lonjakan pertama," lanjutnya. 

Selain itu, adanya varian Delta yang menyebarluas di Indonesia, meningkatkan potensi penularannya dampak dari mobilitas yang tinggi pada periode ini. Sebagai akibatnya, kasus naik hingga 880 persen dan kenaikannya bertahan selama 8 minggu. 

Lonjakan kedua berlangsung lebih singkat selama 8 minggu daripada lonjakan kasus pertama yang bertahan selama 13 minggu. Hal ini terjadi karena kemampuan kesadaran dan respon kolektif antara seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah. "Lonjakan kasus kedua telah berhasil kita lewati dan saat ini kasus terus menurun selama 10 minggu terakhir," imbuh Wiku.

Pelajaran yang dapat diambil dari lonjakan kedua, Indonesia kehilangan banyak nyawa, produktivitas masyarakat, dan tidak stabilnya ekonomi. Lonjakan kasus kedua mengakibatkan 2,5 juta orang positif terinfeksi COVID-19, dan 94.000 diantaranya dilaporkan meninggal dunia. Lalu, angka positif rate mingguan tertinggi berada pada angka 30,72 persen atau 6 kali lipat dari standar yang ditetapkan oleh WHO. Terlebih pula kasus aktif mingguan sempat mencapai 24,21 persen.

Hingga saat ini tercatat 900.000 orang yang sembuh. Pencapaian ini diraih dengan perjuangan berat mengingat persentase ketersediaan tempat tidur nasional sempat mencapai hampir 80 persen. Kondisi lonjakan kedua mendorong diberlakukannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan akhirnya mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia. Pada Kuartal ketiga 2021, pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 2 persen. Angka ini turun sekitar 5 persen dari pertumbuhan ekonomi pada Kuartal kedua yaitu 7,0 tujuh persen. 

Mencegah Potensi Lonjakan Ketiga COVID-19 di Indonesia

Ganjil Genap Gantikan Penyekatan di Jakarta
Sejumlah kendaraan melintas di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu (11/8/2021). Mulai 12 Agustus 2021, Polda Metro Jaya bakal kembali menerapkan aturan ganjil genap di sejumlah ruas jalan Ibu Kota dan meniadakan kebijakan penyekatan yang diterapkan selama PPKM Level 4. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Belajar dari lonjakan pertama dan kedua COVID-19 di Indonesia, masyarakat perlu waspada  potensi lonjakan ketiga yang dihadapi oleh berbagai negara di dunia. Hal ini tentunya dengan melihat dari pola kenaikan kasus setelah even atau kegiatan besar di dalam negeri. Terlebih lagi, pembatasan mobilitas dan kegiatan sosial ekonomi yang mulai dilonggarkan perlahan menjadi kekuatan yang dapat berubah menjadi tantangan apabila tidak diikuti dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. 

Apalagi, kebijakan pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat masih menjadi faktor utama penurunan kasus COVID-19 di Indonesia. Padahal pendekatan tersebut tidak dapat dilakukan terus-menerus karena akan berdampak pada sektor lainnya. Selain itu, hal ini tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Disiplin protokol kesehatan menjadi upaya paling mudah dan murah yang bisa dilakukan.

Jadi, menurunnya kasus COVID-19 selama 10 minggu berturut-turut harus disikapi dengan bijak dan berhati-hati. Meskipun sedang dalam masa pelonggaran, kegiatan sosial-ekonomi harus dilakuakn dengan hati-hati dan disiplin protokol kesehatan. Hal ini dilakukan agar Indonesia dapat terhindar dari potensi ancaman lonjakan ketiga. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya