Liputan6.com, Jakarta Fatalisme adalah pandangan filosofis, yang menyatakan bahwa segala sesuatu dalam hidup telah ditentukan sejak awal, dan bahwa manusia tidak memiliki kendali atas takdir mereka sendiri. Dalam pandangan ini, kejadian di dunia dianggap sebagai hasil dari kekuatan yang lebih besar, seperti Tuhan, alam, atau takdir. Oleh karena itu, manusia tidak dapat mengubah atau mempengaruhi kejadian tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Pandangan fatalistik telah ada sejak zaman kuno dan dapat ditemukan dalam berbagai bentuk filsafat dan agama. Dalam agama, fatalisme adalah pemahaman yang sering dihubungkan dengan konsep takdir dan ketentuan, di mana kejadian hidup seseorang ditentukan oleh Tuhan atau kekuatan yang lebih besar. Namun, pandangan ini juga ada dalam filsafat Yunani Kuno, dengan ide determinisme dan stoikisme.
Pandangan fatalistik sering dianggap sebagai pandangan yang negatif dan berbahaya. Dalam kehidupan sehari-hari, pandangan ini dapat menyebabkan manusia merasa tidak berdaya dan tidak memiliki kendali atas kehidupan mereka sendiri. Selain itu, fatalisme adalah sudut pandang yang bisa memicu sikap apatis, dan menyalahkan takdir atas kegagalan atau kesulitan dalam hidup.
Berikut ini contoh dan sifat fatalisme yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (5/5/2023).Â
Â
Sifat
Sifat fatalisme adalah kepercayaan, bahwa segala sesuatu dalam hidup telah ditentukan sejak awal, dan bahwa manusia tidak memiliki kendali atas takdir mereka sendiri. Orang yang memiliki pandangan fatalistik cenderung merasa bahwa kehidupan mereka telah ditentukan oleh kekuatan yang lebih besar, seperti takdir, alam, atau Tuhan.
Beberapa sifat yang mungkin dimiliki oleh seseorang yang memiliki pandangan fatalistik antara lain:
Merasa tidak berdaya
Orang yang memiliki pandangan fatalistik, cenderung merasa bahwa kehidupan mereka telah ditentukan sejak awal oleh kekuatan yang lebih besar, seperti takdir, alam, atau Tuhan. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa tidak berdaya dan tidak memiliki kendali atas kehidupan mereka. Mereka mungkin merasa bahwa semua tindakan yang mereka lakukan tidak akan mengubah takdir yang telah ditentukan sebelumnya.
Sikap apatis
Orang yang memiliki pandangan fatalistik, cenderung tidak tertarik untuk berusaha memperbaiki situasi atau mencapai tujuan mereka. Mereka mungkin merasa bahwa semua upaya yang mereka lakukan tidak akan berarti apa-apa, karena segala sesuatu telah ditentukan sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan mereka menjadi apatis dan tidak memiliki motivasi untuk melakukan perubahan.
Menyalahkan takdir
Ketika mengalami kegagalan atau kesulitan dalam hidup, orang yang memiliki pandangan fatalistik cenderung menyalahkan takdir atau kekuatan yang lebih besar daripada diri mereka sendiri. Hal ini dapat mengurangi rasa tanggung jawab mereka terhadap tindakan dan keputusan mereka. Mereka mungkin merasa bahwa kejadian yang terjadi dalam hidup mereka tidak dapat diubah, dan oleh karena itu mereka tidak memiliki kontrol atas kehidupan mereka.
Meredakan rasa cemas dan khawatir
Di sisi lain, pandangan fatalistik dapat membantu mengurangi rasa cemas dan khawatir yang berlebihan dalam hidup. Dengan menerima bahwa segala sesuatu telah ditentukan, orang dapat merelakan diri untuk hidup dalam momen ini dan tidak terlalu khawatir tentang masa depan. Mereka mungkin merasa bahwa semua yang terjadi dalam hidup mereka merupakan bagian dari rencana yang lebih besar, dan oleh karena itu mereka dapat meredakan rasa cemas dan khawatir yang mungkin muncul.
Namun, penting untuk diingat bahwa fatalisme tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk tidak bertindak atau tidak berusaha memperbaiki keadaan hidup. Sebaliknya, manusia tetap harus bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka, bahkan jika takdir atau kekuatan yang lebih besar telah menentukan hasil akhirnya. Pandangan fatalistik yang berlebihan dapat menghambat kemampuan seseorang untuk mengambil tindakan dan berusaha mencapai tujuan mereka.
Advertisement
Contoh
Berikut adalah beberapa contoh bagaimana sifat fatalisme bisa muncul dalam berbagai situasi kehidupan:
- Seseorang yang memiliki pandangan fatalistik mungkin merasa bahwa keberhasilan atau kegagalan dalam hubungan dipengaruhi oleh takdir atau keberuntungan, bukan karena usaha dan tindakan mereka. Mereka mungkin merasa bahwa pasangan mereka sudah ditakdirkan untuk berpisah atau bersama, dan tidak dapat mengubah hasil tersebut. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa putus asa dan tidak berusaha untuk memperbaiki hubungan mereka.
- Seseorang yang memiliki pandangan fatalistik, mungkin merasa bahwa karier mereka sudah ditentukan sejak awal dan tidak dapat diubah. Mereka mungkin merasa bahwa keberhasilan dan kemajuan dalam karier mereka, hanya tergantung pada faktor takdir atau nasib, dan bukan karena usaha dan kinerja mereka. Hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk mencapai tujuan dan meraih kesuksesan dalam karier.
- Seseorang yang memiliki pandangan fatalistik, mungkin merasa bahwa kondisi kesehatan mereka telah ditentukan sebelumnya dan tidak dapat diubah. Mereka mungkin merasa bahwa mereka tidak dapat mengontrol perkembangan penyakit atau kondisi kesehatan mereka, dan bahwa hasil akhirnya sudah ditentukan oleh faktor takdir atau nasib. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa putus asa, dan tidak berusaha untuk mencari solusi atau pengobatan yang tepat.
- Seseorang yang memiliki pandangan fatalistik, mungkin merasa bahwa keuangan mereka sudah ditentukan sejak awal dan tidak dapat diubah. Mereka mungkin merasa bahwa kekayaan atau kemiskinan mereka hanya tergantung pada faktor takdir atau nasib, dan bukan karena usaha dan tindakan mereka. Hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk mencapai tujuan keuangan, dan meningkatkan kondisi finansial mereka.
- Seseorang yang memiliki pandangan fatalistik dalam agama, mungkin merasa bahwa nasib akhirat mereka sudah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan, dan tidak dapat diubah oleh tindakan mereka sendiri. Hal ini dapat membuat mereka merasa tidak memiliki kendali atau tanggung jawab atas tindakan mereka dalam kehidupan ini, dan mengandalkan sepenuhnya pada pengampunan dan belas kasihan Tuhan.
Semua contoh ini menggambarkan bahwa, seseorang dengan pandangan fatalistik cenderung merasa bahwa segala sesuatunya sudah ditentukan sebelumnya, dan tidak dapat diubah oleh tindakan mereka sendiri. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa tidak berdaya, dan tidak memiliki kontrol atas kehidupan mereka, sehingga menghambat kemampuan mereka untuk mencapai tujuan dan meraih kesuksesan.
Oleh karena itu, penting untuk memiliki pandangan yang seimbang tentang takdir dan tindakan, serta menyadari bahwa kita masih memiliki kontrol dan tanggung jawab atas tindakan dan keputusan kita sendiri.
Determinisme dan Fatalisme
Determinisme dan fatalisme adalah dua konsep yang sering kali dianggap memiliki kesamaan. Namun, keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam pandangan filosofis. Determinisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu dalam alam semesta, terjadi karena sebab-akibat atau hukum-hukum alam yang berlaku.
Dalam konteks ini, semua peristiwa dan kejadian dalam alam semesta dapat dijelaskan oleh hukum-hukum alam, dan tidak ada yang terjadi secara acak atau kebetulan. Dalam pandangan deterministik, manusia memiliki kebebasan untuk bertindak, tetapi tindakan mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di sekitarnya.
Sementara itu, fatalisme adalah keyakinan bahwa nasib manusia telah ditentukan sebelumnya dan tidak dapat diubah, terlepas dari upaya yang dilakukan oleh manusia. Fatalisme sering kali dihubungkan dengan kepercayaan takdir atau nasib yang telah ditetapkan oleh Tuhan, atau kekuatan supernatural lainnya. Dalam pandangan fatalistik, manusia tidak memiliki kendali atas masa depan mereka, dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk mengubah nasib yang telah ditetapkan.
Perbedaan utama antara determinisme dan fatalisme terletak pada peran, yang dimainkan oleh manusia dalam menentukan nasibnya sendiri. Dalam pandangan deterministik, manusia memiliki kebebasan untuk bertindak, meskipun tindakan mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di sekitarnya. Dalam pandangan fatalistik, manusia tidak memiliki kendali atas nasib mereka, dan kehidupan mereka telah ditentukan sebelumnya.
Namun, perlu dicatat bahwa pandangan deterministik dan fatalistik tidak selalu bersifat eksklusif. Beberapa filosof dan ahli agama mungkin menggabungkan kedua pandangan ini, dengan mengakui bahwa segala sesuatu dalam alam semesta terjadi karena sebab-akibat atau hukum-hukum alam yang berlaku, sementara manusia pada saat yang sama menerima takdir atau nasib yang telah ditentukan sebelumnya.
Â
Advertisement