Apakah Hewan Kurban Harus Jantan? Ini Pendapat Mayoritas Ulama

Hewan kurban untuk Idul Adha oleh mayoritas ulama disepakati tidak harus jantan, boleh betina jika terpaksa.

oleh Laudia Tysara diperbarui 04 Jun 2023, 16:25 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2023, 16:25 WIB
Berburu Hewan Kurban di Pasar Terbesar se-Jabodetabek
Suasana aktivitas jual beli hewan kurban di Pasar Hewan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/7/2022). Menjelang Idul Adha yang jatuh pada 10 Juli mendatang, pasar hewan terbesar se-Jabodetabek itu kian ramai dipadati oleh aktivitas jual beli hewan kurban seperti sapi, kerbau, dan domba. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Terdapat dua pendapat berbeda mengenai apakah hewan kurban harus jantan. Mayoritas ulama menyatakan bahwa hewan kurban tidak harus jantan, melainkan boleh betina. Mereka berpendapat  yang terpenting hewan kurban memenuhi syarat-syarat lain seperti jenis, umur, dan kualitas hewan.

Dalam hal ini, Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu' Syarh al-Muhadzzab juga menjelaskan tentang apakah hewan kurban harus jantan, ditegaskan tidak menjadi masalah. Ia mengacu pada hadis yang menjelaskan kebolehan untuk memilih jenis kelamin jantan maupun betina dalam aqiqah.

Menurut An-Nawawi, jika jenis kelamin jantan maupun betina dalam hal aqiqah saja tidak dipermasalahkan, maka dalam konteks kurban juga tidak ada masalah. Namun, dari mazhab Syafii, terdapat pendapat tegas bahwa hewan kurban harus jantan, tidak boleh betina. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama mengatakan hewan kurban tidak harus jantan, melainkan boleh betina.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang apakah hewan kurban harus jantan, Minggu (4/5/2023).

Tidak Harus Jantan

SCM Serahkan 65 Hewan Kurban untuk Masyarakat
Pekerja membawa kambing kurban di studio 5 Indosiar, Daan Mogot, Jakarta, Rabu (6/7/2022). PT Surya Citra Media (SCM) menyerahkan sejumlah hewan kurban kepada masyarakat jelang Hari Raya Idul Adha ada 65 hewan kurban yang diserahkan SCM tahun ini. Sebanyak 65 hewan kurban ini terdiri dari 8 ekor sapi dan 57 ekor kambing. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Apakah hewan kurban harus jantan? Pertanyaan ini memiliki dua pendapat berbeda. Mayoritas ulama menyatakan bahwa hewan kurban tidak harus jantan, melainkan boleh betina. Perbedaan pendapat datang dari, mazhab Syafii yang menolak tegas bahwa hewan kurban harus jantan, tidak boleh betina.

Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu' Syarh al-Muhadzzab juga menjelaskan hal ini. Menurut An-Nawawi, jenis kelamin hewan kurban merujuk pada hadis yang memperbolehkan memilih jenis kelamin jantan atau betina untuk aqiqah. Dalam konteks aqiqah, An-Nawawi mengatakan tidak ada masalah menggunakan jenis kelamin jantan maupun betina. Begitu pula dalam konteks kurban juga tidak ada masalah.

Dalam buku "Antara Pekurban, Panitia & Tukang Jagal (2020)" oleh Ahmad Zarkasih, Lc, apakah hewan kurban harus jantan, dijelaskan baik jantan maupun betina, tidak pernah menjadi masalah yang dibahas oleh mayoritas ulama. Paling penting adalah hewan kurban memenuhi syarat yang ditentukan, seperti jenis, umur, dan bebas dari aib.

Menurut Universitas Islam An-Nur Lampung dalam modulnya, Mazhab Syafi'i menyatakan berkurban dengan hewan jantan adalah yang paling utama. Pendapat hewan kurban harus jantan karena daging jantan lebih enak daripada daging betina, dan daging betina lebih lembap.

Hadits Abu Dawud menyebutkan, "Janganlah kamu menyembelih kecuali empat: onta jantan, sapi jantan, kambing jantan, dan domba jantan."

Dalam Ensiklopedia Zakat Indonesia, dijelaskan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan tegas melarang memotong ternak ruminansia betina produktif dalam konteks kurban dengan alasan produktivitas ternak akan terganggu. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi administratif dan pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 86.

Ternak ruminansia betina produktif yang melanggar dapat dikenai pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) hingga paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

 

Syarat Hewan Kurban

Pemeriksaan Kesehatan Hewan Kurban
Pemeriksaan kesehatan hewan kurban dilakukan untuk mendeteksi dan mengantisipasi penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Syarat-syarat hewan kurban harus dipenuhi berdasarkan hadis-hadis yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Dalam hadits tersebut, disebutkan bahwa hewan kurban tidak boleh pincang, buta sebelah matanya, sakit, atau kurus tanpa daging.

1. Usianya Pas

Menurut M. Sholihuddin Shofwan dalam bukunya berjudul "Ketentuan-ketentuan dalam Qurban," hewan yang sah untuk dijadikan hewan kurban adalah domba yang berumur satu tahun dan memasuki tahun kedua, kambing yang berumur dua tahun dan memasuki tahun ketiga, sapi yang berumur dua tahun dan memasuki tahun ketiga, kerbau minimal berusia dua tahun, dan onta yang berusia lima tahun atau lebih.

Dalam hadits Abu Dawud disebutkan, "Janganlah kamu menyembelih kecuali empat: onta jantan, sapi jantan, kambing jantan, dan domba jantan." Jadi, jenis kelamin jantan dianjurkan untuk hewan kurban.

2. Sudah Ganti Gigi

Hewan yang akan dikurbankan harus sudah mengalami pergantian gigi seri depan dan bawah. Gigi susu memiliki karakteristik kecil dan runcing, sedangkan gigi tetap setelah pergantian gigi adalah besar dan rata.

3. Tidak Penyakitan

Hewan kurban harus dalam kondisi sehat dan tidak menunjukkan tanda-tanda sakit seperti kurang nafsu makan, demam, kudis, ekskreta dari hidung, bulu kusam, mata cekung dan kotor, diare, dan lemas. Hal ini menjamin kualitas daging yang akan disebarkan saat hari raya kurban.

4. Tidak Mengalami Cacat

Selain itu, hewan kurban juga tidak boleh kurus dan cacat, seperti pincang, buta, atau tidak memiliki daun telinga. Kesempurnaan hewan kurban juga menjadi pertimbangan penting. Jika mempunyai hewan ternak yang memenuhi syarat-syarat tersebut, bisa disembelih secara mandiri tanpa menjadi kurban.

Waktu Penyembelihannya

FOTO: Penyembelihan Hewan Kurban di Tengah Pandemi COVID-19
Petugas menguliti hewan kurban Idul Adha di RPH Pulogadung, Jakarta, Jumat (31/7/2020). RPH Pulogadung menyembelih 50 sapi dan puluhan kambing dengan proses pemotongan sesuai syariat Islam dan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Penyembelihan hewan kurban pada Idul Adha di Indonesia dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah, yang merupakan hari raya Idul Adha. Juga bisa dilakukan pada tiga hari setelahnya, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah yang disebut hari-hari Tasyrik, ini sebagaimana dijelaskan dalam buku "Fiqih Islam wa Adillatuhu Jilid 4" dan keputusan Komisi Fatwa MUI.

Waktu penyembelihan kurban sebaiknya dilakukan di siang hari atau sore hari pada tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Namun, harus diperhatikan bahwa penyembelihan harus dilakukan sebelum matahari terbenam.

Hari terakhir untuk penyembelihan kurban adalah pada tanggal 13 Dzulhijjah. Setelah tanggal tersebut, ada larangan penyembelihan yang ditetapkan oleh agama Islam. Penting bagi umat Muslim untuk memperhatikan waktu agar tidak melanggar aturan.

Ulama besar, Syeikh Wahbah Az-Zuhaily, menegaskan kesepakatan ulama adalah menyembelih hewan kurban terbaik pada hari pertama setelah sholat Idul Adha. Namun, waktu penyembelihan kurban dibatasi pada tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah, sebelum masuk waktu dzuhur atau sebelum matahari meredup.

Penyembelihan hewan kurban sebelum sholat dan khotbah Idul Adha tidak sah menurut hukum agama Islam. Hewan kurban harus disembelih setelah sholat Idul Adha sebagai bagian dari ibadah kurban. Jika seseorang ingin menyembelih hewan sebelum sholat Idul Adha, maka harus mengulangi penyembelihan setelah sholat tersebut.

Jika hewan kurban disembelih di luar waktu yang ditentukan, maka dianggap sebagai sedekah biasa bagi keluarga dan kerabat. Oleh karena itu, penting untuk memahami batasan waktu penyembelihan kurban agar ibadah yang dilakukan dapat diterima dan sah.

Berdasarkan hadis riwayat Al-Bara' bin 'Azib, waktu penyembelihan kurban setelah sholat Idul Adha merupakan sunnah yang dianjurkan. Namun, jika penyembelihan dilakukan sebelum sholat, hanya dianggap sebagai penyembelihan untuk keluarga sendiri dan tidak dihitung sebagai ibadah kurban.

“Sungguh yang pertama kali kami lakukan pada hari ini ialah shalat, kemudian kami pulang dan setelah itu menyembelih hewan kurban. Siapa yang melakukan hal demikian (menyembelih setelah shalat), maka dia telah memperolah sunah kami. Tetapi siapa yang menyembelih sebelum itu, maka penyembelihannya itu sebatas menyembelih untuk keluarganya sendiri dan tidak dianggap ibadah kurban.” (HR Al-Bukhari)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya