Liputan6.com, Jakarta Hadits menjadi pedoman kedua bagi kehidupan umat Islam dalam setelah Al-Quran. Terdapat banyak jenis hadits dalam Islam, salah satunya adalah hadits mutawatir. Contoh hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang tidak mungkin berdusta dari awal hingga akhir sanadnya.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Contoh hadits mutawatir menjadi jenis hadits yang sangat kuat, namun jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan jenis hadits lainnya. Oleh sebab itu Contoh hadits mutawatir dapat menjadi rujukan yang sama kuatnya denga dalil Al-Quran.
Contoh hadits mutawatir merupakan hujjah dalam bab akidah dan hukum hukum syara’, baik yang berkaitan dengan ibadah, muamalah, maupun akidah. Berikut contoh hadits mutawatir beserta pengertian dan jenisnya yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (7/8/2023).
Hadits Tentang Berdusta
Dilansir dari laman pkh.or.id, berikut adalah salah satu contoh hadits mutawatir,
قَالَ رَسُول اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَ سَلَّمَمَن كَذبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدّا فَلْيَتَبَوَأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِArtinya: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Barang siapa yang berbohong atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk menempati tempat dudknya di neraka.”
hadits mutawatir ini sudah dipastikan shahih. Kitab Qathf Al-Azhar Al-Mutanatsirah Fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah karya Al Imam Al Hafizh Jalaluddin Al-Suyuth menjelaskan, hadits tersebut diriwayatkan oleh 78 sahabat Rasulullah, dengan rincian sebagai berikut,
- Ali Ibn Abi Thalib RA, jalur : Bukhari dan Muslim
- Abu Hurairah RA,jalur : Bukhari dan Muslim
- Anas Ibn Malik RA, jalur : Bukhari dan Muslim
- Al-Mughirah Ibn Syu’bah RA, jalur : Bukhari dan Muslim
- Az-Zubair Ibn Al-Awam RA, jalur : Bukhari
- Salamah Ibn Al-Akwa’, jalur : Bukhari
- Ibn Amr RA, jalur : Bukhari
- Abdullah Ibn Mas’ud RA, jalur : Tirmidzi, Nasa’I dan Ibn Majah
- Jabir Ibn Abdullah RA, jalur : Ibn Majah
- Abu Qatadah RA, jalur : Ibn Majah
- Abu Said Al-Khudri RA, Jalur : Ibn Majah
- Ammar Ibn Habib RA, jalur : Al-Hakim
- Ya’la Ibn Murrah RA, jalur : Ad-Darimi
- Umar Ibn Al-Khattab RA, jalur : Ahmad
- Utsman Ibn Affan RA, jalur : Ahmad
- Khalid Ibn Urfathah, jalur ; Ahmad
- Zaid Ibn Arqam RA, jalur : Ahmad
- Abdullah Ibn Umar RA, jalur : Ahmad
- Uqbah Ibn Amir RA, jalur : Ahmad
- Qais Ibn Sa’ad RA, jalur : Ahmad
- Muawiyah Ibn Abi Sufyan RA, jalur : Ahmad
- Abu Said Al-Khudri, RA jalur : Ahmad
- Abu Musa Al-Ghafiqi, jalur : Ahmad
- Abu Bakar As-Shiddiq RA, jalur : Thabrani
- Thalhah Ibn Abdillah RA, jalur : Thabrani
- Aus ibn Aus RA, jalur : Thabrani
- Al-Barra’ Ibn Azib Ra, jalur : Thabrani
- Hudzaifah Ibn Al-Yaman
- Rafi’ Ibn Khudaij RA, jalur : Thabrani
- As-Sa’ib Ibn Yazid RA, jalur : Thabrani
- Sa’ad ibn Al-Madhas RA, jalur : Thabrani
- Salman Al-Farisi RA, jalur : Thabrani
- Shuhaib RA, jalur : Thabrani
- Abdullah Ibn Abbas RA, jalur : Thabrani
- Uthbah Ibn Ghazwan, jalur : Thabrani
- Al-Ars Ibn Umair RA, jalur : Thabrani
- Ammar Ibn Yasir RA, jalur : Thabrani
- Amr Ibn Harits RA, jalur : Thabrani
- Amr Ibn Abasah RA, jalur : Thabrani
- Amr Ibn Murrah RA, jalur : Thanrani
- Mu’adz Ibn Jabal RA, jalur : Thabrani
- Nubait Bin Syurait RA, jalur : Thabrani
- Ya’la Ibn Murrah RA, jalur : Thabrani
- Abu Umamah RA, jalur : Thabrani
- Abu Musa Al-Asy’ari RA, jalur : Thabrani
- Abu Maimun Al-Kurdi RA, jalur : Thabrani
- Abu Qirshafah RA, jalur : Thabrani
- Thariq Ibn Atsim RA, jalur : Thabrani
- Said Ibn Zaid RA, jalur : Al-Bazzar
- Imran Ibn Hushain RA, jalur : Al-Bazzar
- Salman Al-Farisi RA, jalur : Daraquthni
- Ibn Az-Zubair RA, jalur : Daraquthni
- Yazid Ibn Asad, jalur : Daraquthni
- Abu Rimtsah RA, jalur : Daraquthni
- Abu Rafi’ RA, jalur : Daraquthni
- Ummu Aiman RA, jalur : Daraquthni
- Jabir RA, jalur : Abu Na’im
- Jabir Ibn Habis RA, jalur : Abu Na’im
- Sulaiman Ibn Khalid RA, jalur : Daraquthni
- Abdullah Ibn Zaghab RA, jalur : Daraquthni
- Al-Mughirah Ibn Syu’bah RA, jalur : Daraquthni
- Usamah Ibn Yazid RA, jalur : Ibn Qani’[2]
- Abdullah Ibn Abi Aufa RA, jalur : Ibn Qani’
- Buraidah RA, jalur : Ibn Adi
- Safinah RA, jalur : Ibn Adi
- Watsilah Ibn Al-Asqa’ RA, jalur : Ibn Adi
- Abu Ubaidah Ibn Al-Jarah, jalur : Al-Khathib
- Sa’ad Ibn Abi Waqas RA, jalur : Yusuf Ibn Khalil
- Hudzaifah Ibn Asid RA, jalur : Yusuf Ibn Khalil
- Yazid Ibn Tsabit RA, jalur : Yusuf Ibn Khalil
- Ka’ab Ibn Qithbah Ra, jalur : Yusuf Ibn Khalil
- Muawiyah Ibn Haidah RA, jalur : Yusuf Ibn Khalil
- Al-Munqa’ At-Tamimi RA, jalur : Yusuf Ibn Khalil
- Abu Kabsyah Al Anshari RA, jalur : Yusuf Ibn Khalil
- Walid Abu Al Asyra’ RA, jalur : Yusuf Ibn Khalil
- Abu Dzar Al-Ghifari RA, jalur : Yusuf Ibn Khalil
- Aisyah Ra, jalur : Yusuf Ibn Khalil
- Abdurrahman Bin Auf RA, jalur : Yusuf Ibn Khalil
Advertisement
Pengertian Hadits Mutawatir
hadits mutawatir adalah jenis hadits yang memegang kedudukan khusus dalam Islam sebagai sumber ajaran dan praktek. Secara etimologi, istilah "mutawatir" berasal dari bahasa Arab yang artinya "beriringan" atau "beruntun". Dalam konteks hadits, ini mengacu pada kumpulan hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi melalui berbagai jalur sanad yang berbeda-beda. Keberadaan banyak jalur sanad ini memperkuat kepercayaan akan kebenaran hadits tersebut.
Secara umum, hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi pada setiap tingkatan jalur sanadnya. Hal ini menjadikan hadits tersebut memiliki tingkat kepercayaan dan keandalan yang sangat tinggi, karena sulit dipercayai bahwa banyak perawi dengan latar belakang dan karakter yang berbeda-beda akan sepakat untuk berdusta.
Hadits mutawatir diriwayatkan melalui berbagai jalur sanad yang berbeda, yang artinya banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat telah meriwayatkannya. Ini meningkatkan keyakinan terhadap kebenaran hadits tersebut, karena tidak mungkin banyak orang dari latar belakang yang berbeda-beda sepakat untuk membuat cerita palsu.
Salah satu karakteristik penting hadits mutawatir adalah bahwa tidak ada kecurigaan terhadap kebenarannya. Para perawi dalam berbagai sanad memiliki keyakinan yang kuat bahwa mereka meriwayatkan apa yang sebenarnya mereka dengar atau lihat dari Nabi Muhammad SAW, dan hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa mereka berasal dari berbagai latar belakang dan daerah yang berbeda.
Para perawi hadits mutawatir mengandalkan pengalaman indrawi mereka, seperti pendengaran atau penglihatan, dalam meriwayatkan hadits. Ini memperkuat keyakinan bahwa apa yang mereka sampaikan adalah informasi yang mereka peroleh secara langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Hadits mutawatir memiliki kekuatan dalil yang sama dengan Al-Qur'an. Artinya, dalam hal memperkuat hukum-hukum dan ajaran Islam, hadits mutawatir dianggap memiliki bobot yang setara dengan Al-Qur'an.
Jenis Hadits Mutawatir
Keberadaan hadis-hadis mutawatir memberikan keyakinan dalam kebenaran pesan dan ajaran yang dikandung dalam hadis tersebut. Oleh karena itu, hadis-hadis ini memiliki bobot yang tinggi dalam menetapkan norma-norma keagamaan dan praktek-praktek dalam umat Islam. Berikut jenis-jenis hadits mutawatir.
1. Hadis Mutawatir Lafdhi
Jenis ini merujuk pada hadis mutawatir yang memiliki redaksi (lafazh) persis sama dalam meriwayatkan suatu informasi. Ini berarti hadis tersebut diwariskan oleh banyak perawi dengan kata-kata yang identik.
Contohnya, hadis mengenai konsekuensi bagi siapa yang sengaja berdusta terhadap Nabi Muhammad SAW. Dalam contoh ini, hadis tersebut diriwayatkan oleh empat puluh hingga enam puluh orang sahabat dengan redaksi yang sama. Hadis ini menjelaskan hukuman bagi mereka yang berdusta terhadap Nabi.
2. Hadis Mutawatir Maknawi
Jenis ini merujuk pada hadis mutawatir yang memiliki makna umum yang sama, meskipun redaksinya dan perincian maknanya berbeda. Ini menunjukkan bahwa pesan atau ajaran yang dibawa oleh hadis ini menjadi mutawatir, bahkan jika formulasi atau redaksi hadis berbeda di berbagai riwayat.
Sebagai contoh, hadis tentang cara berdoa Nabi Muhammad SAW. Meskipun ada variasi dalam redaksi dan kejadian yang berbeda-beda, makna umum bahwa Nabi tidak mengangkat tangannya begitu tinggi saat berdoa, kecuali saat memohon hujan, tetap mutawatir.
3. Hadis Mutawatir ‘Amali
Jenis ini merujuk pada hadis mutawatir yang berkaitan dengan perbuatan Rasulullah SAW yang disaksikan dan ditiru oleh banyak orang tanpa perbedaan, dan perilaku ini terus diteruskan oleh generasi-generasi berikutnya.
Sebagai contoh, hadis-hadis mengenai tata cara salat, jumlah rakaat salat wajib, pelaksanaan salat 'Id, serta pelaksanaan salat jenazah. Perilaku ini telah diwarisi dari generasi ke generasi, dan tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah serta dicontohkan dan diterapkan oleh umat Muslim secara luas.
Advertisement