Ekstremisme Adalah Ideologi yang Berkaitan dengan Agama dan Politik, Simak Cara Menanggulanginya

Ekstremisme adalah istilah yang sering kali dikaitkan dengan pandangan politik dan agama.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 02 Nov 2023, 17:45 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2023, 17:45 WIB
Ilustrasi Demo
Ilustrasi Demo. (Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Pemahaman yang baik tentang apa itu ekstremisme, menjadi sangat penting bagi setiap individu agar dapat berlindung dari potensi bahaya. Ekstremisme adalah sikap atau pandangan ekstrem dalam konteks politik, sosial, agama, atau bahkan ideologi.

Individu atau kelompok yang terlibat dalam ekstremisme, sering kali memiliki keyakinan kuat untuk menggunakan tindakan yang melampaui batas norma, agar mencapai tujuan mereka. Perlu diketahui, bahwa ekstremisme adalah bentuk tindakan yang bisa melibatkan kekerasan, atau terorisme dengan tujuan tertentu.

Seringkali, ekstremisme dikaitkan dengan penyebaran propaganda dan retorika, yang meradikalisasi individu dan mempengaruhi mereka, untuk bergabung dengan kelompok ekstremis, hanya dengan pesan-pesan ekstrem dari media sosial dan internet.

Ekstremisme adalah masalah yang serius, karena dapat mengancam perdamaian, stabilitas sosial, dan keamanan masyarakat. Berikut ini cara menanggulangi ekstremisme yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (2/11/2023). 

Memahami Apa Itu Ekstremisme

Ilustrasi Demo Anarkistis. (Liputan6.com/Abdillah)
Ilustrasi Demo Anarkistis. (Liputan6.com/Abdillah)

Ekstremisme adalah istilah yang merujuk pada kualitas atau keadaan yang ekstrem, serta advokasi ukuran atau pandangan yang ekstrim. Istilah ini umumnya digunakan dalam konteks politik atau agama, di mana mengacu pada ideologi yang dianggap berada jauh di luar norma masyarakat umum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ekstremisme adalah sebuah konsep, yang merujuk pada keadaan atau tindakan yang menganut paham ekstrem berdasarkan pandangan agama, politik, atau ideologi tertentu.

Ekstremisme dalam konteks ini, mencakup sikap, keyakinan, atau tindakan yang melampaui batas-batas norma sosial yang diterima dalam masyarakat. Dalam kata lain, individu atau kelompok yang terlibat dalam ekstremisme seringkali mengadopsi pandangan, atau tindakan yang dianggap sangat keras, radikal, atau fanatik dalam dukungan terhadap suatu pandangan atau tujuan tertentu.

Menurut Dr. Alex P. Schmid dalam studinya tahun 2014, yang dikutip dari Radicalisation, De-Radicalisation, Counter-Radicalisation: A Conceptual Discussion and Literature Review," 2014. Menjabarkan bahwa ekstrimis adalah kelompok, yang menganut pandangan kekerasan yang sangat ekstrim atau ekstremisme. Dibandingkan dengan kelompok radikalis, kelompok ekstrimis cenderung memiliki pemikiran yang lebih tertutup, tidak toleran, anti-demokrasi, dan siap menggunakan segala cara, termasuk penipuan, untuk mencapai tujuan mereka. 

Penanggulangan Ekstremisme

Demo Google
Ilustrasi protes di Google/copyright unsplash

Peneliti senior CSRS UIN Jakarta, Irfan Abubakar, M.A., mengatakan ektremisme adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh manusia. Secara ideologi, ekstremisme adalah ideologi dengan sistem berpikir untuk mencapai sistem politik, sosial dan budaya yang melampaui batas dengan konsekuensi adanya bahaya dan kerusakan bagi individu atau lingkungan. Ekstremis seringkali memiliki keyakinan yang sangat kuat, dan siap untuk menggunakan metode yang di luar batas norma sosial untuk mencapai tujuan mereka. Tindakan mereka bisa mencakup kekerasan, tindakan kriminal, atau aktivitas yang merugikan orang lain atau masyarakat pada umumnya.

Menurut Pasal 1 ayat (2) Perpres No.7 tentang RAN PE, Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme adalah keyakinan dan/atau tindakan, yang menggunakan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan ekstrem dengan tujuan mendukung atau melakukan aksi terorisme. Rencana aksi yang terkandung dalam RAN PE, merupakan serangkaian program yang terkoordinasi (coordinated programmes) yang akan dilaksanakan oleh berbagai kementerian/lembaga (K/L) terkait guna memitigasi ekstremisme berbasis kekerasan

Individu yang terlibat dalam ekstremisme kekerasan, sering merasa teralienasi dan tidak puas dengan sistem atau kondisi yang ada. Mereka menggunakan ideologi yang mendukung dan membenarkan tindakan kekerasan, sebagai cara untuk mencapai tujuan mereka. Penting untuk diingat, bahwa ekstremisme kekerasan tidak mewakili mayoritas orang yang memiliki keyakinan atau identitas serupa. Laporan dari Monash University dan UN Women yang diterbitkan pada tahun 2019, menunjukkan bahwa banyak perempuan yang berada dalam posisi rentan dalam keluarga atau hubungan, akhirnya mendukung tindakan laki-laki kerabat atau pasangan mereka. 

Perbedaan Ekstrimisme, Radikalisme, Radikalisasi dan Terorisme

Ilustrasi demo #blacklivesmatter (pexels)
Ilustrasi demo #blacklivesmatter (pexels)

Mengutip dari laman Pusat Sumber Daya Buruh Migran, ekstremisme adalah kelompok yang menganut paham kekerasan ekstrem. Dibandingkan radikalis, ekstremis cenderung berpikiran tertutup, tidak bertoleransi, anti-demokrasi, dan bisa menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka.  Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikalisme didefinisikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan, atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara yang bersifat drastis atau bahkan kekerasan.

Menurut Dr. Alex P. Schmid, radikalisme dalam konteks masyarakat demokratis, jauh lebih tidak bermasalah dibandingkan dengan ekstremisme. Seseorang yang bersikap radikal dapat memiliki orientasi yang lebih reformis, dan tidak selalu melibatkan kekerasan dalam perjuangannya. Proses radikalisme itu sendiri mencakup perubahan yang bersifat total dan drastis, dalam nilai-nilai yang dianut. Ciri khas dari individu radikal adalah intoleransi terhadap pandangan yang berbeda dengan mereka, fanatisme, sikap eksklusif, dan kesiapan untuk menggunakan metode yang anarkis.

Dari sumber yang sama, menjelasakan bahwa radikalisasi adalah proses di mana individu atau kelompok, mengalami perubahan dan semakin menentang dialog, juga kompromi dengan pihak yang memiliki pandangan berbeda. Proses ini seringkali diikuti oleh penguatan ideologi yang menjauh, dari aliran utama dan menuju ke ekstremisme.

Terakhir menurut UU Nomor 15 Tahun 2003, terorisme didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang menciptakan situasi teror atau ketakutan secara luas, yang mengakibatkan kerugian massa, termasuk perampasan harta milik orang lain dan merusak obyek-obyek vital strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, dan fasilitas internasional. Oleh karena itu, cara mengatasi ekstremisme, radikalisme, dan terorisme di antaranya melalui pendidikan dan pembinaan keluarga. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya