Negara ASEAN yang Tidak Pernah Dijajah adalah Thailand, Ini Alasannya

Negara ASEAN yang tidak pernah dijajah adalah Thailand.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 30 Apr 2024, 12:11 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2024, 11:30 WIB
Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)
Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)

Liputan6.com, Jakarta Satu-satunya Negara ASEAN yang tidak pernah dijajah adalah Thailand. Tidak seperti negara ASEAN lain yang sempat mengalami kolonialisme oleh Bangsa Eropa, Thailand berhasil menjalin hubungan baik dengan negara-negara Eropa Sehingga Mereka tidak dijajah. Hal ini menjadi salah satu karakteristik yang membedakan Thailand dari negara-negara tetangganya di ASEAN. 

Kolonialisme adalah fenomena di mana suatu negara atau kekuatan eksternal mengendalikan wilayah atau masyarakat lain yang menjadi bergantung padanya. Fenomena ini seringkali terjadi melalui penaklukan militer, penguasaan politik, dan eksploitasi ekonomi terhadap wilayah atau masyarakat yang dijajah. Selama periode penjajahan, negara-negara kolonial seringkali memaksa nilai-nilai budaya, bahasa, dan sistem politik mereka kepada masyarakat yang dijajah. Negara ASEAN yang tidak pernah dijajah adalah Thailand.

Pada tahun 1914, sebagian besar negara di dunia mengalami pengalaman penjajahan Eropa. Pada masa itu, kekuatan kolonial Eropa seperti Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol, dan Portugis aktif dalam menaklukkan dan menguasai wilayah-wilayah di berbagai belahan dunia, termaSuk ASEAN. Satu-satunya negara ASEAN yang tidak pernah dijajah adalah Thailand. Berikut ulasan lebih lanjut tentang negara ASEAN yang tidak pernah dijajah adalah Thailand yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (30/4/2024).

Mengenal Negara Gajah Putih yang Tidak Pernah Dijajah

Gajah-Gajah Wisata Thailand Hidup Kelaparan Akibat COVID-19
Sebuah kamp gajah kosong di dekat Peternakan Gajah Patara dekat Chiang Mai, Thailand (29/3/2020). Melepaskan gajah-gajah tersebut ke alam liar adalah tindakan ilegal di Thailand. Pasalnya, gajah-gajah tersebut adalah gajah jinak. (HANDOUT/THAI ELEPHANT ALLIANCE ASSOCIATION/AFP)

Thailand yang dulunya dikenal sebagai negara Siam adalah salah satu pendiri ASEAN yang memiliki peran penting dalam dinamika politik dan ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Letak geografisnya yang strategis, dengan batas-batasnya yang bersebelahan dengan beberapa negara tetangga, memberikan Thailand keuntungan dalam hal konektivitas regional dan perdagangan.

Dari segi topografi, Thailand memiliki variasi yang menarik. Bagian utaranya didominasi oleh pegunungan yang memberikan keindahan alam yang spektakuler. Sementara itu, di bagian tengahnya terdapat lembah sungai yang subur, menjadi tempat pertanian yang penting bagi perekonomian Thailand.

Salah satu aspek budaya yang khas dari Thailand adalah penghormatan terhadap gajah, yang membuatnya dikenal sebagai Negeri Gajah Putih. Bagi masyarakat Thailand, gajah memiliki makna spiritual dan sejarah yang dalam, terutama karena hubungannya dengan ajaran Buddha. Mitos tentang mimpi ibu Sang Buddha yang melibatkan seekor gajah putih telah membentuk kepercayaan yang kuat terhadap hewan ini di kalangan masyarakat Thailand.

Selain itu, Thailand juga terkenal sebagai negara dengan mayoritas penduduknya yang beragama Buddha. Ajaran Buddha telah merasuk dalam budaya dan kehidupan sehari-hari masyarakat Thailand, mencerminkan nilai-nilai seperti kedamaian, kesederhanaan, dan penghormatan terhadap alam.

Strategi Raja Chulalongkorn Menghindarkan Siam dari Kolonialisme

Raja Chulalongkorn menyadari pentingnya mendekatkan diri kepada kekuatan Eropa, terutama Inggris dan Prancis yang menguasai wilayah sekitar Thailand pada saat itu. Dengan melakukan pendekatan ini, ia berhasil menjaga kemerdekaan Thailand tanpa harus diserahkan kepada kekuatan kolonial.

Salah satu taktik yang digunakan adalah melalui sistem politik Mandala. Sistem ini memberikan penghormatan kepada penguasa Eropa seolah-olah memberikan pengakuan atas kekuasaan mereka, sementara sebenarnya Raja Chulalongkorn tetap mempertahankan kedaulatan Thailand.

Selain itu, Raja Chulalongkorn juga melakukan reformasi sentralisasi di dalam negeri. Hal ini meliputi pengaturan ulang pemerintahan dengan pembentukan kementerian yang terpusat, penghapusan perbudakan, reformasi hukum dan peradilan, serta modernisasi infrastruktur seperti sistem kereta api dan telegraf.

Reformasi ini juga mencakup pendidikan modern dan peningkatan hierarki keagamaan dengan menjadikan sangha atau hierarki keagamaan sebagai bagian dari hierarki nasional yang langsung terhubung dengan raja.

Dengan kombinasi taktik diplomasi yang cerdas dan reformasi internal yang canggih, Thailand berhasil menghindari penjajahan dan tetap menjadi kerajaan yang kuat dan modern. Hal ini menjadikan Thailand sebagai contoh unik dalam sejarah kolonialisme di Asia Tenggara.

Thailand Menjadi Negara Pemisah Wilayah Kekuasaan Inggris dan Perancis

Nekat Pose Angkat Rok Berlatar Patung Raja Rama I, Model Thailand Terancam 5 Tahun Penjara
Patung Raja Rama I di Provinsi Buriram, Thailand. (dok. Screenshoot Youtube Beer Poramin)

Thailand dahulu dikenal sebagai Siam dan merupakan negara penyangga atau buffer state di kawasan Asia Tenggara. Sebagai negara pemisah, Thailand berada di antara wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Inggris (mulai dari Myanmar hingga Malaysia) dan Prancis (termasuk Vietnam, Laos, dan Kamboja).

Kesadaran akan posisinya yang strategis ini membawa Raja Chulalongkorn untuk mengadopsi kebijakan diplomasi yang menguntungkan Thailand. Dia melakukan pendekatan dengan Inggris dan Prancis, mengikuti kebiasaan Eropa untuk melindungi negara-negara tersebut.

Perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1986 menjadi tonggak penting dalam menjaga kedaulatan Thailand. Melalui perjanjian ini, Thailand diputuskan untuk menjadi negara pemisah yang diakui oleh kedua kekuatan kolonial tersebut. Hal ini memberikan Thailand kebebasan untuk mengatur kebijakan dalam batas-batas tertentu dan menghindari penjajahan langsung.

Ini menjadi alasan mengapa negara ASEAN yang tidak pernah dijajah adalah Thailand. Diplomasi yang cerdas dan memahami dinamika politik internasional menjadi kunci dalam menjaga kemerdekaan dan kedaulatan Thailand.

Adopsi Kebiasaan Eropa

Thailand mengadopsi beberapa aspek kebiasaan Eropa, seperti pengajaran bahasa Inggris kepada anggota keluarga kerajaan, sehingga memfasilitasi komunikasi dengan diplomat asing dan memperluas jaringan hubungan internasional.

Selain itu, ilmu pengetahuan modern seperti geografi dan astronomi diajarkan kepada generasi muda melalui sistem pendidikan, memungkinkan Thailand untuk terus berkembang dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam hal pertahanan, Raja Chulalongkorn bekerja sama dengan tentara dari negara-negara Barat untuk melatih pasukan Thailand, meningkatkan kemampuan militer negara tanpa harus tergantung sepenuhnya pada kekuatan asing.

Dari segi politik, Raja Chulalongkorn juga belajar dari sistem politik Eropa dan menginisiasi proyek pembuatan peta yang akurat, dengan tujuan untuk mencegah konflik perbatasan dan klaim wilayah yang dapat memicu ketegangan dengan negara tetangga.

Selain itu, Thailand juga mengadopsi gaya arsitektur Eropa dalam pembangunan bangunan-bangunan penting dan mengubah gaya berpakaian agar terlihat modern dan tidak terbelakang, sebagai upaya untuk mendapatkan pengakuan dari bangsa Barat dan membangun citra Thailand sebagai negara maju.

Perjanjian Browing

Raja Maha Vajiralongkorn dan Ratu Suthida menyapa pendukungnya di Bangkok, Thailand, Minggu, 1 November 2020.
Raja Maha Vajiralongkorn dan Ratu Suthida menyapa pendukungnya di Bangkok, Thailand, Minggu, 1 November 2020. (Foto AP / Wason Wanichakorn)

Pada tahun 1854, Gubernur Hong Kong John Browing melakukan kesepakatan dengan Thailand yang menghapus monopoli pajak perdagangan luar negeri. Meskipun perjanjian ini lebih menguntungkan bagi Inggris daripada Thailand, namun Raja Thailand pada saat itu melihatnya sebagai langkah strategis untuk menghindari penjajahan langsung.

Salah satu dampak positif dari Perjanjian Browing adalah penghapusan pajak dan bea impor, yang membuat Thailand dapat terhubung dengan sistem ekonomi global. Hal ini membuka peluang bagi Thailand untuk mengekspor hasil-hasil pertanian dan pertambangannya, seperti beras, timah, dan kayu jati, ke pasar internasional tanpa hambatan yang berlebihan.

Dengan adanya akses ke pasar internasional dan keuntungan ekonomi yang dihasilkan dari ekspor, Thailand mampu mempertahankan kemandirian ekonominya serta meningkatkan daya tahan terhadap tekanan politik dan ekonomi dari negara-negara kolonial.

Partisipasi Pada Perang Dunia 1

Pertama-tama, pada tahun 1917, Thailand membuat keputusan penting untuk ikut serta dalam Perang Dunia I melawan Jerman dan Austria-Hongaria. Langkah ini membawa Thailand mendapatkan dukungan dan hubungan yang lebih baik dengan Inggris dan Prancis, yang merupakan kekuatan utama dalam perang tersebut. Dukungan ini memberikan Thailand perlindungan dan mengurangi potensi ancaman penjajahan dari kekuatan Eropa yang lebih besar.

Thailand Minim Hasil Bumi

Kondisi geografis dan sumber daya alam juga memainkan peran penting kenapa negara ASEAN yang tidak pernah dijajah adalah Thailand. Thailand memiliki tanah yang relatif tidak subur dibandingkan dengan negara-negara tetangganya di Asia Tenggara.

Meskipun hal ini membuatnya kurang menarik bagi negara-negara Eropa untuk dijajah secara langsung, namun kekayaan alam yang dimiliki Thailand, seperti tambang timah dan hasil pertanian, memungkinkan Thailand untuk mempertahankan kemandiriannya secara ekonomi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya