Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan tentang potensi gempa megathrust di Indonesia. Prediksi gempa megathrust di Indonesia ini didasarkan pada analisis zona seismik gap di beberapa wilayah, termasuk Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyatakan bahwa gempa megathrust di Indonesia hanya tinggal menunggu waktu untuk terjadi.
Advertisement
Baca Juga
"'Seismic Gap' Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9). Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata 'tinggal menunggu waktu' karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," kata Daryono dalam keterangannya, Senin, 12 Agustus 2024.
Potensi gempa megathrust di Indonesia dinilai cukup besar, serupa dengan kasus yang terjadi di Jepang. Melansir dari Antara dikutip Selasa (13/8/2024), gempa berkekuatan 7,1 magnitudo yang terjadi di Jepang pada 8 Agustus 2024 lalu menjadi peringatan bagi Indonesia.
Gempa megathrust kapan akan terjadi di Indonesia masih belum bisa diprediksi secara pasti, namun BMKG menekankan pentingnya kewaspadaan dan persiapan menghadapi bencana ini.
Penyebab utama gempa megathrust di Indonesia adalah aktivitas tektonik di zona subduksi, di mana lempeng samudera menunjam di bawah lempeng benua. Proses ini mengakumulasi energi dalam waktu lama, yang kemudian dilepaskan secara tiba-tiba dalam bentuk gempa besar.
Dampak gempa megathrust di Indonesia, jika terjadi, bisa sangat destruktif, termasuk potensi tsunami yang mengancam wilayah pesisir.
Mengingat besarnya potensi bencana, penting bagi masyarakat untuk memahami penyebab dan dampak gempa megathrust. BMKG terus melakukan upaya mitigasi dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana ini.
Sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS) juga terus ditingkatkan untuk memberikan peringatan lebih cepat dan akurat jika terjadi gempa megathrust di Indonesia. Berikut Liputan6.com ulas penjelasan lengkapnya, Selasa (13/8/2024).
Penyebab Gempa Megathrust
Penyebab gempa megathrust di Indonesia secara umum berkaitan erat dengan posisi geografis negara ini yang berada di kawasan Cincin Api Pasifik. Melansir dari laman resmi BMKG, Indonesia dikelilingi oleh 13 zona megathrust yang berpotensi memicu gempa besar.
Zona-zona ini terbentuk akibat pertemuan lempeng-lempeng tektonik besar, seperti Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Salah satu penyebab utama gempa megathrust di Indonesia adalah aktivitas subduksi atau penunjaman lempeng. Proses ini terjadi ketika lempeng samudera yang lebih padat menunjam ke bawah lempeng benua yang lebih ringan. Akibatnya, terjadi akumulasi energi dalam waktu yang sangat lama, bahkan bisa mencapai ratusan tahun. Ketika batuan tidak mampu lagi menahan tekanan, energi tersebut dilepaskan secara tiba-tiba dalam bentuk gempa bumi besar.
Kasus gempa megathrust di Jepang yang terjadi pada 8 Agustus 2024 memiliki penyebab yang serupa dengan potensi gempa megathrust di Indonesia.
Melansir dari Antara, Daryono menjelaskan, "Megathrust Nankai adalah salah satu zona seismic gap (zona sumber gempa potensial tetapi belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir) dan diduga saat ini sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan atau stres kerak bumi."
Penyebab gempa megathrust secara umum dapat dirinci sebagai berikut:
- Akumulasi Stress: Tekanan yang terus-menerus terjadi pada zona subduksi menyebabkan akumulasi stress pada batuan.
- Pelepasan Energi: Ketika batuan tidak mampu lagi menahan tekanan, terjadi pelepasan energi secara tiba-tiba.
- Pergerakan Lempeng: Pergerakan lempeng tektonik yang terus-menerus menyebabkan deformasi pada batuan.
- Zona Seismic Gap: Wilayah yang sudah lama tidak mengalami gempa besar berpotensi mengalami gempa megathrust.
- Karakteristik Batuan: Sifat dan struktur batuan di zona subduksi mempengaruhi potensi terjadinya gempa megathrust.
Pemahaman tentang penyebab gempa megathrust ini sangat penting dalam upaya mitigasi bencana. Daryono menegaskan, "Kami berharap upaya dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami tersebut dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim."
Â
Â
Advertisement
Siapkah Indonesia dengan Gempa Megathrust?
Kesiapan Indonesia menghadapi gempa megathrust menjadi pertanyaan krusial mengingat besarnya potensi bencana ini. Gempa megathrust di Indonesia diprediksi akan terjadi, namun waktu pastinya belum dapat ditentukan.
BMKG telah mengidentifikasi beberapa zona seismic gap yang berpotensi memicu gempa megathrust, terutama di wilayah Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
Melansir dari Antara dikutip Selasa (13/8/2024), BMKG telah menyiapkan berbagai langkah antisipasi untuk menghadapi potensi gempa megathrust di Indonesia. Salah satu upaya utama adalah pengembangan dan peningkatan sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System).
Sistem ini memungkinkan proses monitoring, prosesing, dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang lebih cepat dan akurat.
Daryono, menyatakan, "Sensor-sensor sistem InaTEWS di berbagai titik strategis dapat segera meyebarluaskan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh Indonesia, termasuk memantau aktivitas gempa dan tsunami di zona Megathrust Nankai Jepang dan sekitarnya secara realtime."
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Indonesia telah memiliki infrastruktur dasar untuk mendeteksi dan memberikan peringatan dini terhadap gempa megathrust.
Kasus gempa di Jepang pada 8 Agustus 2024 menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia dalam menghadapi gempa megathrust. Jepang, yang juga berada di kawasan rawan gempa, telah menunjukkan pentingnya kesiapsiagaan dan infrastruktur yang tangguh dalam menghadapi bencana.
BMKG terus melakukan upaya edukasi dan pelatihan mitigasi bencana kepada masyarakat.
"BMKG terus memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi, berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, instansi terkait, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai dan infrastruktur kritis pelabuhan dan bandara pantai yang dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS) dan Pembentukan Masyarakat Siaga tsunami (Tsunami Ready Community)," terang Daryono.