Liputan6.com, Jakarta - Gejala kanker ovarium seringkali sulit diamati pada tahap awal, menyebabkan banyak kasus terdiagnosis pada stadium lanjut. Kondisi ini menjadi perhatian publik setelah kasus kematian selebgram sekaligus mantan pesepakbola wanita, Shella Selpi Lizah, yang berjuang melawan kanker ovarium selama tiga tahun.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Shella meninggal dunia pada Kamis (29/8/2024) malam di usia 21 tahun, meninggalkan pesan penting tentang pentingnya kesadaran akan penyakit ini.
Kanker ovarium, yang menyerang sel-sel di ovarium, dapat berkembang tanpa gejala yang jelas pada tahap awal. Penyakit ini sering disebut sebagai "pembunuh diam-diam" karena gejalanya yang tidak spesifik dan sering dikaitkan dengan kondisi kesehatan lain yang lebih umum.
Kasus Shella Selpi Lizah menunjukkan bahwa kanker ovarium dapat menyerang wanita di berbagai usia, termasuk mereka yang masih muda dan aktif.
Pemahaman tentang gejala, faktor risiko, dan pentingnya deteksi dini kanker ovarium menjadi semakin krusial. Meskipun belum ada metode screening yang efektif untuk kanker ovarium, pengetahuan tentang tanda-tanda awal dan faktor risiko dapat membantu dalam diagnosis lebih awal.
Kasus Shella Selpi Lizah menjadi pengingat akan pentingnya kesadaran kesehatan reproduksi wanita dan perlunya perhatian lebih terhadap gejala-gejala yang mungkin tampak sepele. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Jumat (30/8/2024).
Gejala Kanker Ovarium
Melansir dari Mayo Clinic, gejala kanker ovarium seringkali tidak spesifik dan dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi kesehatan lainnya. Namun, beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai meliputi:
1. Pembengkakan atau kembung pada perut
Pembengkakan atau rasa kembung yang persisten dan tidak dapat dijelaskan oleh perubahan pola makan atau kondisi pencernaan lainnya bisa menjadi tanda kanker ovarium. Ini terjadi karena tumor yang membesar dapat menekan organ-organ di sekitarnya, menyebabkan perut terasa penuh atau membesar.
2. Cepat merasa kenyang saat makan
Perasaan cepat kenyang, bahkan setelah makan dalam jumlah sedikit, bisa menjadi indikasi kanker ovarium. Hal ini disebabkan oleh tekanan tumor pada organ pencernaan, yang dapat mengurangi kapasitas perut dan usus.
3. Penurunan berat badan yang tidak disengaja
Kehilangan berat badan tanpa alasan yang jelas, terutama jika disertai dengan gejala lain, bisa menjadi tanda kanker ovarium. Ini mungkin terjadi karena perubahan metabolisme akibat pertumbuhan tumor atau karena berkurangnya nafsu makan.
4. Ketidaknyamanan di area panggul
Rasa sakit atau ketidaknyamanan di area panggul yang persisten bisa menjadi gejala kanker ovarium. Ini bisa berupa rasa berat, tekanan, atau nyeri yang tidak hilang dan tidak dapat dijelaskan oleh kondisi lain seperti kram menstruasi.
5. Kelelahan
Kelelahan yang tidak wajar dan terus-menerus, yang tidak membaik dengan istirahat, bisa menjadi tanda kanker ovarium. Ini mungkin disebabkan oleh perubahan hormonal atau respons tubuh terhadap pertumbuhan tumor.
6. Nyeri punggung
Nyeri punggung yang persisten dan tidak dapat dijelaskan oleh aktivitas fisik atau kondisi lain bisa menjadi gejala kanker ovarium. Ini mungkin terjadi karena tumor yang menekan saraf atau organ di sekitar area panggul.
7. Perubahan kebiasaan buang air besar
Perubahan dalam kebiasaan buang air besar, seperti konstipasi yang berkepanjangan, bisa menjadi tanda kanker ovarium. Ini bisa disebabkan oleh tumor yang menekan usus atau mengubah fungsi pencernaan normal.
8. Sering buang air kecil
Kebutuhan untuk sering buang air kecil, terutama jika terjadi secara tiba-tiba dan persisten, bisa menjadi gejala kanker ovarium. Ini mungkin disebabkan oleh tekanan tumor pada kandung kemih atau perubahan dalam sistem urinari.
Penting untuk diingat bahwa gejala-gejala ini bisa disebabkan oleh berbagai kondisi kesehatan lain yang lebih umum. Namun, jika gejala-gejala ini persisten atau memburuk, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk evaluasi lebih lanjut.
Advertisement
Kanker Ovarium Apakah Bisa Sembuh Total?
Kanker ovarium, seperti yang dialami oleh Shella Selpi Lizah, memang merupakan penyakit yang serius, namun tingkat kesembuhan sangat bergantung pada berbagai faktor, terutama stadium saat diagnosis. Melansir dari American Cancer Society, kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal memiliki tingkat kesembuhan yang lebih tinggi. Sekitar 94% wanita dengan kanker ovarium stadium I bertahan hidup lebih dari 5 tahun setelah diagnosis.
Namun, tantangannya adalah bahwa sebagian besar kasus kanker ovarium baru terdeteksi pada stadium lanjut, seperti yang terjadi pada kasus Shella, di mana tingkat kesembuhan menjadi lebih rendah.
Pengobatan kanker ovarium biasanya melibatkan kombinasi pembedahan dan kemoterapi, dengan pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi individual pasien. Kemajuan dalam teknologi medis dan penelitian terus meningkatkan peluang kesembuhan dan kualitas hidup pasien kanker ovarium.
Beberapa pasien mengalami remisi lengkap setelah pengobatan, yang berarti tidak ada tanda-tanda kanker yang terdeteksi. Namun, penting untuk dipahami bahwa bahkan setelah remisi, pasien tetap perlu menjalani pemeriksaan rutin untuk memantau kemungkinan kambuh.
Meskipun kanker ovarium stadium lanjut lebih sulit untuk disembuhkan secara total, banyak pasien dapat hidup dengan penyakit ini dalam jangka waktu yang lama dengan manajemen yang tepat. Kasus Shella Selpi Lizah, yang berjuang selama tiga tahun, menunjukkan bahwa meskipun prognosis mungkin tidak selalu menguntungkan, perjuangan melawan kanker ovarium dapat diperpanjang dengan perawatan medis yang tepat dan dukungan yang kuat.
Penelitian terus berlanjut untuk menemukan metode deteksi dini yang lebih efektif dan pengobatan yang lebih baik, memberikan harapan bagi peningkatan tingkat kesembuhan di masa depan.
Penyebab dan Risiko Kanker Ovarium
Melansir dari Mayo Clinic dan Cleveland Clinic, penyebab pasti kanker ovarium belum sepenuhnya dipahami, namun beberapa faktor risiko telah diidentifikasi:
1. Usia
Risiko kanker ovarium meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit ini paling sering didiagnosis pada wanita yang lebih tua, meskipun kasus seperti Shella Selpi Lizah menunjukkan bahwa wanita muda juga bisa terkena.
2. Perubahan genetik yang diwariskan
Beberapa perubahan gen yang diwariskan, seperti mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2, dapat meningkatkan risiko kanker ovarium secara signifikan. Gen-gen ini juga terkait dengan peningkatan risiko kanker payudara.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan kerabat derah yang pernah didiagnosis kanker ovarium memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan penyakit ini.
4. Kelebihan berat badan atau obesitas
Wanita dengan indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi memiliki risiko lebih besar terkena kanker ovarium.
5. Terapi penggantian hormon pasca menopause
Penggunaan terapi hormon untuk mengatasi gejala menopause dapat meningkatkan risiko kanker ovarium.
6. Endometriosis
Kondisi di mana jaringan seperti lapisan rahim tumbuh di luar rahim dapat meningkatkan risiko kanker ovarium.
7. Usia saat menstruasi pertama dan menopause
Memulai menstruasi pada usia dini atau mengalami menopause pada usia lanjut dapat meningkatkan risiko.
8. Belum pernah hamil
Wanita yang belum pernah hamil mungkin memiliki risiko kanker ovarium yang lebih tinggi.
9. Infertilitas
Wanita yang mengalami kesulitan untuk hamil atau yang menggunakan obat kesuburan tertentu mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi.
10. Sindrom Lynch
Kondisi genetik ini, yang juga dikenal sebagai kanker kolorektal non-poliposis herediter, dapat meningkatkan risiko kanker ovarium.
Advertisement
Kapan Harus ke Dokter?
Mengingat sifat kanker ovarium yang sering disebut sebagai "pembunuh diam-diam", penting bagi wanita untuk waspada terhadap perubahan dalam tubuh mereka dan tidak mengabaikan gejala yang persisten. Melansir dari Mayo Clinic, jika Anda mengalami tanda atau gejala yang mengganggu dan berlangsung selama dua minggu atau lebih, sangat disarankan untuk membuat janji dengan dokter.
Gejala-gejala seperti pembengkakan perut, rasa cepat kenyang saat makan, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, atau ketidaknyamanan di area panggul yang terus-menerus harus dianggap serius.
Kasus Shella Selpi Lizah menjadi pengingat penting bahwa kanker ovarium dapat menyerang wanita di segala usia. Meskipun lebih umum pada wanita yang lebih tua, wanita muda juga tidak kebal terhadap penyakit ini. Oleh karena itu, penting untuk tidak mengabaikan gejala hanya karena Anda merasa terlalu muda untuk terkena kanker ovarium.
Jika Anda memiliki riwayat keluarga dengan kanker ovarium atau kanker payudara, atau jika Anda tahu memiliki mutasi gen yang meningkatkan risiko, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter tentang strategi skrining atau pencegahan yang mungkin sesuai untuk Anda.
Pemeriksaan rutin ginekologis juga penting dalam deteksi dini kanker ovarium. Meskipun tidak ada tes skrining yang efektif untuk kanker ovarium pada populasi umum, pemeriksaan panggul reguler dapat membantu dokter mendeteksi perubahan yang mungkin memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Jangan ragu untuk mendiskusikan kekhawatiran Anda dengan dokter, terutama jika Anda merasa ada yang tidak beres dengan tubuh Anda. Ingat, Anda adalah advokat terbaik untuk kesehatan Anda sendiri, dan kewaspadaan serta tindakan cepat dapat membuat perbedaan besar dalam prognosis kanker ovarium.