Liputan6.com, Jakarta Media sering kali menggambarkan hubungan beracun sebagai sesuatu yang normal atau bahkan romantis. Banyak film dan acara televisi menampilkan dinamika hubungan yang sarat dengan konflik, manipulasi, dan kekerasan emosional sebagai bentuk cinta sejati.
Hal ini bisa membuat penonton, terutama yang lebih muda, percaya bahwa sifat-sifat tersebut adalah bagian yang wajar dalam sebuah hubungan. Menurut laporan dari SB Statesman, media memiliki peran besar dalam membentuk persepsi masyarakat tentang cinta dan hubungan. Ketika cerita-cerita ini disajikan dengan visual yang menarik dan karakter yang karismatik, stereotip hubungan beracun bisa terasa lebih dapat diterima dan bahkan diidamkan oleh penonton.
Baca Juga
Lebih jauh lagi, normalisasi ini dapat membuat banyak orang gagal mengenali tanda-tanda hubungan beracun dalam kehidupan nyata mereka. Mereka mungkin berpikir bahwa kecemburuan yang berlebihan, pengendalian, atau perilaku manipulatif adalah bukti cinta yang mendalam, bukan tanda peringatan. Kondisi ini menjadi semakin berbahaya ketika media terus-menerus menampilkan narasi yang sama tanpa memberikan ruang untuk diskusi kritis atau alternatif yang lebih sehat.
Advertisement
1. Dampak dari normalisasi hubungan toxic
Ketika stereotip tentang hubungan toxic menjadi hal yang dianggap biasa, dampaknya bisa sangat merusak, terutama bagi mereka yang sedang mencari atau berada dalam hubungan. Normalisasi ini menciptakan standar rendah untuk apa yang dianggap sebagai perilaku yang dapat diterima dalam hubungan.
Banyak orang mungkin mulai menerima atau bahkan mengharapkan perlakuan buruk, karena mereka sering melihatnya dalam media dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. Menurut Daily Illini, hubungan yang sehat seharusnya didasarkan pada rasa saling menghormati, komunikasi yang baik, dan dukungan emosional. Namun, ketika hubungan toxic terus-menerus digambarkan secara glamor, banyak orang mungkin kesulitan untuk memahami dan mengidentifikasi apa itu hubungan yang sehat.
Dampak dari normalisasi ini juga bisa dirasakan secara luas dalam masyarakat. Jika banyak orang terus-menerus terpapar pada gagasan bahwa perilaku abusive adalah bagian dari dinamika hubungan yang normal, maka sikap terhadap kekerasan dalam hubungan juga bisa menjadi lebih permisif. Akibatnya, upaya untuk mengatasi kekerasan dalam hubungan dapat terhambat, karena kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya hubungan yang sehat.
Advertisement
2. Mengatasi stereotip dan membangun hubungan yang sehat
Untuk mengatasi masalah ini, sangat penting bagi masyarakat untuk mulai membicarakan dan menyadari bahaya dari normalisasi stereotip hubungan toxic. Meningkatkan pendidikan tentang hubungan yang sehat menjadi suatu keharusan, baik melalui sistem pendidikan formal maupun kampanye di media sosial.
Media juga perlu menampilkan lebih banyak representasi hubungan yang sehat dan saling mendukung, sehingga masyarakat memiliki contoh positif yang dapat diikuti. Selain itu, masyarakat harus diajak untuk lebih kritis terhadap apa yang mereka konsumsi di media.
Dengan menyadari bahwa tidak semua yang ditampilkan di layar adalah gambaran nyata dari cinta dan hubungan, kamu dapat membantu mengurangi dampak negatif dari normalisasi ini. Dengan cara ini, kita bisa mulai membangun standar yang lebih tinggi untuk hubungan dan mengurangi toleransi terhadap perilaku toxic.
Seperti yang diungkapkan oleh SB Statesman, mengubah narasi tentang cinta dan hubungan di media adalah langkah penting untuk menciptakan budaya yang lebih sehat dan mendukung hubungan yang positif.