Syarat Wali Nikah dalam Islam, Ini Solusi Lengkap Problematika Perkawinan di Masyarakat

Pelajari panduan lengkap tentang wali nikah dalam Islam, termasuk syarat, macam-macam wali, dan solusi berbagai problematika seperti wali nikah anak di luar nikah hingga ayah non-muslim. Referensi terpercaya dengan dalil Al-Quran, Hadits, dan hukum Indonesia.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 27 Nov 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2024, 20:30 WIB
Akad Nikah Nino RAN dengan Dhabitannisa Auni
Sambil menjabat tangan wali nikah, Nino mengucap ijab kabul dengan lantang dalam satu tarikan napas. (Foto: thebridestory)

Liputan6.com, Jakarta Wali nikah merupakan salah satu rukun yang wajib dipenuhi dalam pernikahan Islam. Tanpa kehadiran wali nikah, sebuah pernikahan dianggap tidak sah secara agama dan hukum. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dan lima perawi hadits: "لَانِكَاحَ اِلَّا بِوَلِى" yang artinya "Tidak sah nikah tanpa wali."

Dalam konteks Indonesia, keberadaan wali nikah tidak hanya diatur dalam hukum Islam, tetapi juga termaktub dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 19 yang menegaskan bahwa wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.

Mengingat pentingnya peran wali nikah, pemahaman mendalam tentang syarat, macam, dan berbagai problematika terkait wali nikah menjadi sangat penting, terutama untuk menghindari permasalahan hukum dan agama di kemudian hari. Oleh karena itu, mari kita simak tentang wali nikah dalam ajaran agama Islam secara lebih mendalam, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (27/11/2024).

Syarat-Syarat Menjadi Wali Nikah

Menjadi wali nikah bukan hanya sekadar status atau kedudukan, tetapi merupakan amanah yang memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan keabsahan sebuah pernikahan. Para ulama telah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat menjadi wali nikah, dengan tujuan menjaga kesucian dan kesakralan ikatan pernikahan.

1. Beragama Islam

Syarat pertama dan utama seorang wali nikah adalah harus beragama Islam. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 28:

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِيْنَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ

Artinya: "Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang mukmin."

Ketentuan ini berlaku mutlak dan tidak ada pengecualian, bahkan seorang ayah kandung yang non-muslim tidak dapat menjadi wali nikah bagi anak perempuannya yang muslimah.

2. Laki-laki

Islam menetapkan bahwa wali nikah haruslah seorang laki-laki. Perempuan tidak diperkenankan menjadi wali nikah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW:

"Janganlah perempuan menikahkan perempuan lain dan janganlah perempuan menikahkan dirinya sendiri."

Ketentuan ini berkaitan dengan tanggung jawab dan peran kepemimpinan yang diemban oleh seorang wali dalam konteks pernikahan.

3. Baligh dan Berakal Sehat

Wali nikah harus sudah mencapai usia baligh dan memiliki akal yang sehat. Dalam konteks hukum Indonesia, mengacu pada Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007, seseorang baru bisa menjadi wali nikah jika telah berusia minimal 19 tahun. Ketentuan ini untuk memastikan bahwa wali nikah memiliki kematangan berpikir dan kemampuan mengambil keputusan yang bijak.

4. Adil

Yang dimaksud adil di sini adalah tidak pernah terlibat dalam dosa besar dan tidak terus-menerus melakukan dosa kecil, serta memelihara martabat dan kesopanan. Sifat adil ini penting karena wali nikah bertanggung jawab memastikan bahwa pernikahan yang dilaksanakan membawa kemaslahatan bagi mempelai perempuan.

5. Merdeka

Syarat merdeka ini lebih relevan pada masa lalu ketika perbudakan masih ada. Dalam konteks modern, syarat ini dapat diartikan bahwa wali nikah haruslah orang yang memiliki kebebasan penuh dalam mengambil keputusan, tidak berada di bawah tekanan atau paksaan pihak lain.

6. Tidak Sedang Ihram

Seseorang yang sedang melaksanakan ihram haji atau umrah tidak diperkenankan menjadi wali nikah. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim: "Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah dan tidak boleh menikahkan."

7. Tidak Dipaksa

Wali nikah harus bertindak atas kemauan sendiri, tanpa paksaan dari pihak manapun. Hal ini penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar untuk kemaslahatan mempelai perempuan.

8. Rusyd (Memiliki Kemampuan Berpikir Baik)

Seorang wali nikah harus memiliki kemampuan berpikir yang baik dan dapat memahami maslahat dalam pernikahan. Hal ini termasuk kemampuan mempertimbangkan kecocokan antara kedua mempelai dan memastikan bahwa pernikahan tersebut membawa kebaikan bagi semua pihak.

Seluruh syarat tersebut saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka hak perwalian dapat berpindah ke wali yang lain sesuai urutannya, atau dalam kondisi tertentu dapat berpindah ke wali hakim. Pemahaman dan pemenuhan syarat-syarat ini menjadi sangat penting untuk memastikan keabsahan sebuah pernikahan dan mewujudkan tujuan pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Macam-Macam Wali Nikah

Rizki DA menikahi Hersa Rahayu Julianti
Dalam video yang beredar, Rizki dengan lancar mengucapkan ijab kabul. Dari ucapan wali nikah, Rizki memberikan mas kawin emas seberat 12 gram. Momen Rizki menerima buku nikah. [Instagram/da2_ridho]

Dalam ajaran Islam, wali nikah memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai rukun yang harus dipenuhi dalam sebuah pernikahan. Para ulama telah mengklasifikasikan wali nikah ke dalam beberapa kategori berdasarkan sumber kewenangan dan kondisi yang melatarbelakanginya. Pemahaman tentang macam-macam wali nikah ini penting untuk menentukan siapa yang berhak menjadi wali dalam berbagai situasi yang mungkin terjadi.

1. Wali Nasab

Wali nasab adalah wali nikah karena adanya hubungan darah atau keturunan dengan calon mempelai perempuan. Dalam hukum Islam, wali nasab memiliki kedudukan utama dan diutamakan keberadaannya. Wali nasab terbagi dalam beberapa tingkatan yang berurutan dari yang paling berhak:

  • Ayah kandung
  • Kakek (dari garis ayah) dan seterusnya ke atas
  • Saudara laki-laki sekandung
  • Saudara laki-laki seayah
  • Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
  • Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
  • Paman (saudara laki-laki ayah sekandung)
  • Paman seayah (saudara laki-laki ayah seayah)
  • Anak laki-laki paman sekandung
  • Anak laki-laki paman seayah

Urutan ini harus dipatuhi secara ketat. Artinya, selama masih ada wali nasab yang lebih dekat, wali yang lebih jauh tidak berhak menjadi wali nikah. Misalnya, selama masih ada ayah kandung, kakek tidak berhak menjadi wali nikah.

2. Wali Hakim

Wali hakim adalah pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah, dalam konteks Indonesia adalah Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan atau pejabat yang ditunjuk, untuk bertindak sebagai wali nikah. Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah dalam kondisi-kondisi tertentu:

  • Tidak ada wali nasab sama sekali
  • Wali nasab tidak memenuhi syarat (non-muslim, belum baligh, dsb)
  • Wali nasab tidak diketahui keberadaannya (ghaib)
  • Wali nasab menolak (adhal) berdasarkan putusan Pengadilan Agama
  • Wali nasab berada di tempat yang jauh sejauh masafatul qashri (92,5 km)
  • Wali nasab sedang menjalani hukuman penjara
  • Wali nasab sedang melakukan ibadah haji/umrah

3. Wali Muhakkam

Wali muhakkam adalah wali yang ditunjuk oleh mempelai perempuan ketika kondisi tertentu dimana wali nasab dan wali hakim tidak dapat dihadirkan. Penunjukan wali muhakkam harus memenuhi beberapa syarat:

  • Benar-benar tidak ada wali nasab
  • Tidak ada wali hakim atau dalam kondisi yang tidak memungkinkan menghadirkan wali hakim
  • Orang yang ditunjuk memenuhi syarat sebagai wali nikah
  • Disetujui oleh kedua calon mempelai
  • Ada dua orang saksi yang adil

Pemahaman tentang macam-macam wali nikah ini membantu masyarakat dalam menentukan siapa yang berhak menjadi wali dalam berbagai situasi. Jika wali nasab tidak memungkinkan, masih ada alternatif wali hakim atau wali muhakkam yang dapat menjamin keabsahan pernikahan. Yang terpenting adalah memastikan bahwa wali yang dipilih memenuhi semua syarat yang ditetapkan dalam syariat Islam dan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, pernikahan yang dilaksanakan akan sah baik secara agama maupun hukum negara.

Problematika Wali Nikah di Masyarakat

Kaesang Pangarep Suami Erina Gudono
Prosesi akad nikah putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono di Royal Ambarrukmo, Sleman, D.I Yogyakarta, Sabtu (9/12/2022). Kakak Erina, Allen Adam Rinaldy Gudono yang menjadi wali nasab dari pihak mempelai perempuan langsung menikahkan adiknya dengan putra bungsu presiden. (FOTO: Agus Suparto/Biro Pers Istana Kepresidenan)

Dalam praktiknya di masyarakat, persoalan wali nikah seringkali menimbulkan berbagai problematika yang kompleks. Hal ini terjadi karena beragamnya kondisi dan latar belakang calon mempelai, serta dinamika sosial yang terus berkembang. Beberapa problematika yang sering muncul membutuhkan pemahaman mendalam dan solusi yang sesuai dengan syariat Islam serta hukum positif yang berlaku di Indonesia.

Wali Nikah Anak di Luar Nikah

Salah satu problematika yang sering muncul adalah penentuan wali nikah bagi anak yang lahir di luar pernikahan yang sah. Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 100, anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini membawa konsekuensi hukum bahwa ayah biologisnya tidak memiliki hak perwalian dalam pernikahan.

Dalam kondisi seperti ini, yang berhak menjadi wali nikah adalah wali hakim, yaitu pejabat KUA atau pejabat yang ditunjuk oleh Kementerian Agama. Namun, dalam beberapa kasus, kerabat laki-laki dari garis ibu dapat menjadi wali nikah dengan syarat telah mendapat pengesahan dari Pengadilan Agama. Proses ini memerlukan prosedur hukum yang harus ditempuh untuk memastikan keabsahan pernikahan.

Ayah Non-Muslim sebagai Wali Nikah

Problematika lain yang sering terjadi adalah ketika seorang muslimah memiliki ayah yang non-muslim. Islam dengan tegas mensyaratkan bahwa wali nikah harus beragama Islam, sebagaimana tercantum dalam berbagai dalil dan kesepakatan para ulama. Ketentuan ini berlaku mutlak meskipun yang bersangkutan adalah ayah kandung dari mempelai perempuan.

Dalam situasi seperti ini, hak perwalian tidak dapat diberikan kepada ayah yang non-muslim. Solusinya adalah mencari wali nasab muslim lainnya sesuai urutan yang telah ditetapkan. Jika tidak ada wali nasab muslim yang memenuhi syarat, maka perwalian berpindah ke wali hakim. Hal ini untuk memastikan keabsahan pernikahan sesuai syariat Islam.

Wali Adhal (Wali yang Menolak)

Permasalahan wali adhal atau wali yang menolak menikahkan terjadi ketika wali nasab menolak untuk menjadi wali nikah tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat. Kondisi ini sering menimbulkan konflik antara calon mempelai dengan walinya, terutama jika penolakan tersebut didasari oleh alasan-alasan yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Dalam menghadapi situasi ini, Islam memberikan solusi melalui mekanisme pengajuan permohonan wali adhal ke Pengadilan Agama. Calon mempelai perempuan dapat mengajukan permohonan penetapan wali adhal, dan jika Pengadilan Agama mengabulkan permohonan tersebut, maka hak perwalian dapat berpindah ke wali hakim. Proses ini memerlukan pembuktian bahwa penolakan wali nasab tidak didasari alasan yang syar'i.

Wali Ghaib (Wali yang Tidak Diketahui Keberadaannya)

Problematika wali ghaib muncul ketika wali nasab tidak diketahui keberadaannya atau sulit dihubungi karena berbagai alasan. Kondisi ini dapat terjadi karena wali berada di luar negeri tanpa kabar, hilang kontak dalam waktu lama, atau situasi lain yang menyebabkan wali tidak dapat hadir dalam akad nikah.

Dalam kasus wali ghaib, diperlukan proses verifikasi dan penetapan dari Pengadilan Agama sebelum hak perwalian dapat berpindah ke wali hakim. Hal ini untuk memastikan bahwa perpindahan wali dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

Menghadapi berbagai problematika wali nikah tersebut, masyarakat perlu memahami prosedur dan solusi yang telah ditetapkan dalam hukum Islam dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Konsultasi dengan pihak KUA setempat atau Pengadilan Agama sangat dianjurkan untuk mendapatkan solusi yang tepat sesuai dengan kondisi masing-masing. Yang terpenting adalah memastikan bahwa solusi yang diambil tidak bertentangan dengan syariat Islam dan tetap menjaga keabsahan pernikahan baik secara agama maupun hukum negara.

Pemahaman yang baik tentang wali nikah beserta problematikanya sangat penting untuk memastikan keabsahan sebuah pernikahan. Bagi masyarakat yang menghadapi permasalahan terkait wali nikah, disarankan untuk berkonsultasi dengan pihak KUA atau Pengadilan Agama setempat untuk mendapatkan solusi yang sesuai dengan syariat Islam dan hukum yang berlaku di Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya