Mendalami Tradisi Ziarah Kubur Saat Lebaran, Simak Sejarah, Makna, dan Hukumnya dalam Islam

Pelajari sejarah lengkap tradisi ziarah kubur saat lebaran, makna spiritual di baliknya, serta pandangan Islam tentang pelaksanaannya. Pahami bagaimana tradisi ini menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri di Indonesia.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 01 Feb 2025, 14:30 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2025, 14:30 WIB
Ilustrasi istri meninggal, kuburan, sedih, ziarah
Ilustrasi istri meninggal, kuburan, sedih, ziarah. (Image by freepik)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Tradisi ziarah kubur saat lebaran telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri di Indonesia. Ritual mengunjungi makam keluarga dan leluhur ini tidak hanya menjadi momen spiritual, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Setiap tahun, usai melaksanakan shalat Idul Fitri, masyarakat Muslim Indonesia berbondong-bondong mengunjungi pemakaman. Mereka datang untuk mendoakan arwah keluarga dan leluhur, sekaligus menjadikan momen ini sebagai pengingat akan kehidupan akhirat.

Meski telah menjadi tradisi yang mengakar kuat, banyak yang masih bertanya-tanya tentang sejarah, makna, dan kedudukan hukumnya dalam Islam. Artikel ini akan mengulas secara komprehensif tentang tradisi ziarah kubur saat lebaran yang telah menjadi fenomena sosial-religius di Indonesia, sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Sabtu (1/2/2025).

Sejarah Perkembangan Tradisi Ziarah Kubur

Tradisi ziarah kubur memiliki sejarah panjang yang dapat ditelusuri hingga masa sebelum kedatangan Islam. Praktik mengunjungi makam leluhur telah menjadi bagian dari berbagai peradaban kuno, termasuk di Nusantara. Namun, kedatangan Islam membawa perubahan signifikan dalam tata cara dan filosofi pelaksanaan tradisi ini.

Pada masa awal penyebaran Islam, Nabi Muhammad SAW sempat melarang praktik ziarah kubur. Larangan ini didasari kekhawatiran akan rusaknya akidah umat Islam yang saat itu belum kuat. Masyarakat Arab pra-Islam memiliki kebiasaan meminta pertolongan langsung kepada arwah leluhur dan menjadikan kuburan sebagai tempat pemujaan. Praktik ini tentu bertentangan dengan prinsip tauhid dalam Islam yang mengajarkan bahwa pertolongan hanya boleh diminta kepada Allah SWT.

Seiring dengan semakin kuatnya pemahaman akidah di kalangan umat Islam, Nabi Muhammad SAW kemudian mencabut larangan tersebut. Beliau bahkan memberikan teladan dengan berziarah ke makam ibundanya, Siti Aminah, serta secara rutin mengunjungi pemakaman Baqi untuk mendoakan para sahabat yang telah wafat. Perubahan ini menandai transformasi ziarah kubur dari praktik pemujaan leluhur menjadi ritual yang berfokus pada penguatan iman dan pengingat akan kematian.

Di Nusantara, perkembangan tradisi ziarah kubur tidak dapat dipisahkan dari peran Walisongo dalam penyebaran Islam. Para wali dengan bijaksana mengakulturasikan praktik ziarah yang sudah ada dalam masyarakat dengan nilai-nilai Islam. Mereka mengajarkan bahwa ziarah bukan untuk memuja atau meminta kepada yang meninggal, melainkan untuk mengambil pelajaran dan mendoakan mereka yang telah mendahului.

Proses akulturasi ini berhasil menciptakan model ziarah kubur yang khas Nusantara, di mana elemen-elemen budaya lokal seperti menabur bunga dan pembacaan tahlil berpadu harmonis dengan tuntunan syariat Islam. Tradisi ini kemudian melekat kuat dengan momentum Idul Fitri, yang dipandang sebagai saat yang tepat untuk bersilaturahmi, baik dengan yang hidup maupun yang telah wafat.

Sejarah panjang ini menunjukkan bagaimana tradisi ziarah kubur telah mengalami evolusi makna dan praktik, dari ritual pemujaan leluhur menjadi ibadah yang sarat nilai spiritual dan sosial. Pemahaman akan sejarah ini penting untuk memastikan bahwa pelaksanaan ziarah kubur, khususnya saat lebaran, tetap sejalan dengan tuntunan agama sambil tetap menghargai kearifan lokal yang telah terbangun selama berabad-abad.

Pelaksanaan Tradisi Ziarah Kubur Saat Lebaran

Ilustrasi bacaan doa ziarah kubur
Ilustrasi bacaan doa ziarah kubur. (Foto oleh Meruyert Gonullu dari Pexels)... Selengkapnya

Pelaksanaan tradisi ziarah kubur saat lebaran memiliki keunikan tersendiri di setiap daerah di Indonesia, meski secara umum memiliki pola yang hampir serupa. Ritual yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Muslim Indonesia ini biasanya dilaksanakan dengan penuh khidmat dan melibatkan seluruh anggota keluarga.

Di sebagian besar wilayah Indonesia, ziarah kubur dilakukan segera setelah menunaikan shalat Idul Fitri. Masyarakat berbondong-bondong menuju pemakaman, baik secara individu maupun berkelompok bersama keluarga. Beberapa daerah memiliki tradisi melakukannya beberapa hari sebelum atau sesudah lebaran, menyesuaikan dengan kondisi dan kesepakatan masyarakat setempat.

Sebelum memulai ritual ziarah, peziarah biasanya membersihkan area makam dari rumput liar dan kotoran. Aktivitas ini tidak hanya bertujuan menjaga kebersihan makam, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan kepada yang telah mendahului. Di beberapa daerah, pembersihan makam dilakukan secara gotong royong beberapa hari sebelum lebaran dalam tradisi yang disebut bersih kubur.

Ritual inti dari ziarah kubur adalah pembacaan doa dan tahlil. Para peziarah duduk di sekitar makam sambil melantunkan ayat-ayat Al-Quran, khususnya Surah Yasin, dilanjutkan dengan tahlil dan doa-doa khusus untuk ahli kubur. Di beberapa daerah, ritual ini dipimpin oleh tokoh agama setempat atau anggota keluarga yang dituakan. Setelah pembacaan doa, sebagian masyarakat juga memiliki tradisi menabur bunga di atas makam sebagai simbol kasih sayang dan penghormatan.

Dalam pelaksanaannya, ziarah kubur saat lebaran juga menjadi momen penting untuk berkumpul dengan keluarga besar. Anggota keluarga yang tersebar di berbagai daerah seringkali menjadikan ziarah kubur sebagai agenda wajib saat mudik lebaran. Hal ini menjadikan tradisi ziarah tidak hanya bermakna spiritual tetapi juga sebagai sarana mempererat silaturahmi antarkeluarga.

Meski memiliki variasi dalam pelaksanaannya, penting untuk tetap menjaga agar ritual ziarah kubur tidak keluar dari tuntunan syariat. Para ulama menekankan bahwa ziarah harus dilakukan dengan niat yang benar, yaitu mendoakan yang meninggal dan mengambil pelajaran, bukan untuk meminta pertolongan atau berkah dari yang sudah meninggal.

Keberagaman dalam pelaksanaan tradisi ziarah kubur saat lebaran mencerminkan kekayaan budaya Indonesia sekaligus menunjukkan bagaimana Islam mampu beradaptasi dengan kearifan lokal tanpa kehilangan esensi ajarannya. Tradisi ini telah menjadi bagian integral dari perayaan Idul Fitri yang mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan, baik dengan Allah SWT, sesama manusia, maupun dengan leluhur yang telah mendahului.

Makna dan Filosofi

mimpi ziarah kubur
mimpi ziarah kubur ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Tradisi ziarah kubur saat lebaran memiliki makna yang melampaui ritual keagamaan semata. Di balik praktik yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Muslim Indonesia ini, terkandung nilai-nilai mendalam yang mencakup dimensi spiritual, sosial, dan kultural yang saling terjalin membentuk sebuah filosofi kehidupan yang komprehensif.

Secara spiritual, ziarah kubur berfungsi sebagai sarana yang efektif untuk mengingat kematian (dzikr al-maut). Ketika seseorang mengunjungi makam, secara alamiah akan timbul kesadaran bahwa kehidupan ini bersifat sementara dan setiap manusia pasti akan mengalami kematian. Kesadaran ini mendorong seseorang untuk melakukan introspeksi diri dan memperbaiki hubungannya dengan Allah SWT. Di tengah kemeriahan lebaran yang identik dengan kegembiraan, ziarah kubur menjadi pengingat akan hakikat kehidupan yang sesungguhnya.

Ritual ini juga membawa dimensi sosial yang tidak kalah penting. Ketika keluarga berkumpul di pemakaman untuk berziarah, terjalin ikatan emosional yang kuat antaranggota keluarga. Mereka tidak hanya berbagi doa, tetapi juga berbagi kenangan tentang orang-orang yang telah mendahului. Momen ini menjadi kesempatan untuk mewariskan nilai-nilai dan sejarah keluarga kepada generasi yang lebih muda, sekaligus memperkuat rasa hormat kepada leluhur.

Dalam konteks budaya, ziarah kubur saat lebaran mencerminkan kearifan lokal masyarakat Indonesia dalam menjaga keseimbangan antara kehidupan dan kematian. Tradisi ini mengajarkan bahwa kematian bukanlah akhir dari hubungan sosial, melainkan transformasi bentuk hubungan. Meski secara fisik telah tiada, ikatan spiritual dengan yang telah mendahului tetap terjaga melalui doa dan ziarah.

Lebih jauh lagi, tradisi ini mengandung filosofi tentang keberlanjutan nilai antargenerasi. Saat anak-anak diajak berziarah dan diajarkan cara mendoakan leluhur, mereka tidak hanya belajar tentang tata cara ziarah, tetapi juga menyerap nilai-nilai penting seperti penghormatan kepada orang tua, pentingnya silaturahmi, dan kesadaran akan temporalitas kehidupan.

Makna dan filosofi yang terkandung dalam tradisi ziarah kubur saat lebaran ini menunjukkan bagaimana sebuah ritual keagamaan dapat menjadi wahana untuk mentransmisikan nilai-nilai luhur dari generasi ke generasi. Hal ini menjadikan tradisi ziarah kubur tidak hanya relevan sebagai praktik keagamaan, tetapi juga sebagai mekanisme sosial untuk menjaga keharmonisan masyarakat dan kesinambungan nilai-nilai moral antargeberasi.

Di tengah arus modernisasi yang semakin kuat, pemahaman akan makna dan filosofi ini menjadi penting untuk memastikan bahwa tradisi ziarah kubur saat lebaran tetap terjaga keasliannya sambil terus memberikan manfaat spiritual dan sosial bagi masyarakat. Dengan memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, kita dapat memastikan bahwa tradisi ini tidak hanya menjadi rutinitas tahunan, tetapi benar-benar menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas spiritual dan sosial masyarakat.

Pandangan Islam Tentang Ziarah Kubur Saat Lebaran

Ilustrasi ziarah kubur, muslim, islami
Ilustrasi ziarah kubur, muslim, islami. (Foto oleh Meruyert Gonullu: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-kilang-pohon-muda-6908028/)... Selengkapnya

Dalam diskursus keislaman, ziarah kubur saat lebaran menjadi topik yang sering dibahas, mengingat praktik ini telah menjadi tradisi yang mengakar kuat di masyarakat Muslim Indonesia. Pemahaman yang tepat tentang kedudukan hukum dan tuntunan pelaksanaannya dalam Islam menjadi penting untuk memastikan bahwa tradisi ini sejalan dengan syariat.

Islam memiliki pandangan yang dinamis terkait praktik ziarah kubur. Pada awal perkembangan Islam, Nabi Muhammad SAW sempat melarang umatnya berziarah kubur karena kekhawatiran akan terjadinya praktik-praktik yang menyimpang dari akidah. Namun, seiring dengan menguatnya pemahaman tauhid di kalangan umat Islam, larangan tersebut kemudian dicabut. Hal ini dibuktikan dengan hadits riwayat At-Tirmidzi di mana Nabi SAW bersabda: "Sungguh aku dahulu telah melarang kamu ziarah kubur, maka sekarang Muhammad SAW telah diizinkan untuk berziarah ke kubur ibundanya, maka ziarahlah kamu karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akan akhirat."

Dalam konteks hukum Islam, ziarah kubur saat lebaran termasuk dalam kategori amalan yang dianjurkan (sunnah) bagi laki-laki dan mubah (diperbolehkan) bagi perempuan. Meski demikian, pelaksanaannya harus tetap memperhatikan beberapa ketentuan syariat. Para ulama menekankan bahwa ziarah kubur harus dilakukan dengan niat yang benar, yaitu untuk mendoakan yang meninggal dan mengambil pelajaran dari kematian, bukan untuk meminta pertolongan atau berkah dari orang yang telah meninggal.

Beberapa adab yang perlu diperhatikan saat berziarah menurut tuntunan Islam antara lain: mengucapkan salam kepada penghuni kubur, membaca Al-Quran dan doa-doa yang ma'tsur (diajarkan oleh Nabi SAW), tidak menduduki atau menginjak makam, tidak melakukan tawassul yang berlebihan, dan menjaga kebersihan area pemakaman. Para ulama juga menekankan pentingnya menghindari praktik-praktik yang dapat mengarah pada kesyirikan, seperti meminta pertolongan langsung kepada yang meninggal atau meyakini bahwa arwah orang yang meninggal dapat memberikan manfaat dan mudarat.

Terkait momentum lebaran, para ulama menegaskan bahwa tidak ada kekhususan waktu yang diwajibkan untuk berziarah kubur. Artinya, seseorang bebas memilih waktu yang tepat untuk berziarah, tidak harus saat lebaran. Namun, tradisi yang telah berkembang di masyarakat untuk berziarah saat lebaran tidak bertentangan dengan syariat selama dilaksanakan sesuai dengan tuntunan yang benar.

Penting untuk dipahami bahwa dalam Islam, tradisi ziarah kubur saat lebaran bukanlah kewajiban agama, melainkan bagian dari kearifan lokal yang telah berakulturasi dengan nilai-nilai Islam. Meski demikian, tradisi ini dapat menjadi sarana yang baik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memperkuat silaturahmi dengan keluarga, selama dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat dan tidak mencampuradukkan dengan praktik-praktik yang bertentangan dengan akidah Islam.

Pemahaman yang tepat tentang pandangan Islam mengenai ziarah kubur saat lebaran ini penting untuk memastikan bahwa tradisi yang telah mengakar dalam masyarakat tetap berjalan sesuai dengan koridor syariat, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, tradisi ini dapat terus memberikan manfaat spiritual dan sosial bagi masyarakat Muslim Indonesia.

Tradisi ziarah kubur saat lebaran merupakan perpaduan harmonis antara nilai-nilai Islam dan kearifan lokal Nusantara. Meski bukan kewajiban, ritual ini membawa makna mendalam bagi masyarakat Muslim Indonesia, baik secara spiritual maupun sosial.

Yang terpenting dalam pelaksanaannya adalah menjaga keseimbangan antara menghormati tradisi dan tetap berpegang pada tuntunan syariat. Dengan pemahaman yang benar, tradisi ini dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah sekaligus menjaga silaturahmi dengan keluarga yang masih hidup maupun yang telah mendahului.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya