Liputan6.com, Jakarta Puasa Ramadan adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat. Namun, dalam keadaan tertentu, seseorang diperbolehkan untuk tidak berpuasa, seperti sakit, bepergian jauh, atau bagi ibu hamil dan menyusui. Meski demikian, mereka yang meninggalkan puasa tetap memiliki tanggung jawab untuk menggantinya setelah Ramadan.
Lalu, bagaimana jika seseorang menunda qadha puasanya hingga Ramadan berikutnya tiba? Apakah ada konsekuensi khusus yang harus ditanggung? Dalam hukum Islam, terdapat perbedaan antara mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha dan mereka yang menundanya karena kelalaian.
Baca Juga
Para ulama memberikan panduan terkait hal ini. Mereka yang lalai dalam mengganti puasa diwajibkan membayar fidyah selain mengqadha puasanya, sementara yang benar-benar tidak memiliki kesempatan diberikan kelonggaran tertentu. Simak ulasan berikut ini, dirangkum Liputan6, Selasa (11/2).
Advertisement
Waktu yang Tepat untuk Mengqadha Puasa Ramadan
Dalam Islam, waktu qadha puasa Ramadan dimulai sejak tanggal 2 Syawal hingga sebelum datangnya Ramadan berikutnya. Seorang Muslim yang memiliki utang puasa wajib menggantinya di periode ini.
Jika seseorang memiliki kesempatan untuk mengqadha tetapi tetap menunda-nunda tanpa alasan syar’i, maka ia terkena konsekuensi tambahan, yakni membayar fidyah. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki kesempatan—misalnya, karena sakit berkepanjangan atau kondisi lain yang tidak memungkinkan—tidak diwajibkan mengqadha, tetapi cukup membayar fidyah sebagai penggantinya.
Hukum ini didasarkan pada pendapat ulama dan hadits yang menyatakan bahwa siapa pun yang menunda qadha puasa dengan sengaja hingga Ramadan berikutnya, maka ia wajib mengqadha serta membayar fidyah satu mud (sekitar 543–815 gram bahan pokok) per hari yang tertunda.
Advertisement
Hukum Menunda Qadha Puasa Hingga Ramadan Berikutnya
Menurut pejelasan Syekh Nawawi Banten, yang membatalkan puasa biasanya adalah kalangan ibu menyusui, perempuan hamil termasuk orang dalam kondisi penyakit tertentu yang akan sembuh. Dalam kondisi tersebut mereka harus menggantinya (qadha) setelah selesai bulan ramadan dan sebelum masuk bulan puasa berikutnya.
Namun, jika mereka yang dalam kondisi lalaian hingga tidak mengganti puasa sampai Ramadan tahun berikutnya tiba, mendapat beban tambahan. Mereka wajib membayar fidyah di samping mengqadha puasa yang pernah ditinggalkannya. Berikut penjelasan Syekh Nawawi Banten:
والثاني الإفطار مع تأخير قضاء) شىء من رمضان (مع إمكانه حتى يأتي رمضان آخر) لخبر من أدرك رمضان فأفطر لمرض ثم صح ولم يقضه حتى أدركه رمضان آخر صام الذي أدركه ثم يقضي ما عليه ثم يطعم عن كل يوم مسكينا رواه الدارقطني والبيهقي فخرج بالإمكان من استمر به السفر أو المرض حتى أتى رمضان آخر أو أخر لنسيان أو جهل بحرمة التأخير. وإن كان مخالطا للعلماء لخفاء ذلك لا بالفدية فلا يعذر لجهله بها نظير من علم حرمة التنحنح وجهل البطلان به. واعلم أن الفدية تتكر بتكرر السنين وتستقر في ذمة من لزمته.
"Kedua (yang wajib qadha dan fidyah) adalah ketiadaan puasa dengan menunda qadha puasa Ramadhan (padahal memiliki kesempatan hingga Ramadhan berikutnya tiba. Hal itu berdasarkan hadits: “Siapa saja mengalami Ramadhan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadhanya hingga Ramadhan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadhan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah” (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi), mengutip NU Online.
Siapa Saja yang Wajib Membayar Fidyah?
Tidak semua orang yang meninggalkan puasa wajib membayar fidyah. Berikut adalah beberapa kategori orang yang diwajibkan membayar fidyah menurut ulama:
- Orang tua renta yang sudah tidak mampu berpuasa dan tidak memiliki harapan untuk kembali kuat.
- Orang yang sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh sehingga tidak bisa mengganti puasa.
- Wanita hamil atau menyusui yang khawatir akan kesehatan dirinya atau bayinya, dan tidak bisa mengganti puasanya di kemudian hari.
- Orang yang sengaja menunda qadha puasa tanpa alasan syar’i hingga Ramadan berikutnya.
- Untuk kategori terakhir, mereka tetap wajib mengqadha puasanya jika masih memungkinkan, di samping membayar fidyah.
Advertisement
FAQ
Apakah fidyah bisa dibayar dalam bentuk uang?
Menurut mazhab Hanafi, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang senilai harga makanan pokok, tetapi mayoritas ulama menganjurkan dalam bentuk makanan.
Bagaimana jika seseorang sudah meninggal tetapi masih memiliki utang puasa?
Dalam hal ini, ahli waris dapat membayarkan fidyah bagi almarhum sesuai jumlah hari puasa yang terlewat.
Apa yang terjadi jika seseorang tidak mengqadha puasanya hingga bertahun-tahun?
Ia tetap memiliki tanggungan utang puasa dan wajib membayar fidyah yang terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Berapa besaran fidyah dalam rupiah?
Besaran fidyah tergantung harga makanan pokok di daerah masing-masing. Misalnya, jika harga satu porsi makanan Rp20.000, maka fidyah per hari sekitar Rp20.000.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)