Dalil Zakat Fitrah, Lengkap dari Al-Quran, Hadits, dan Hukumnya

Pahami dalil zakat fitrah dari Al-Quran dan Hadits, hukumnya, cara pembayaran, dan golongan penerima zakat fitrah untuk ibadah yang sempurna di Idul Fitri.

oleh Woro Anjar Verianty Diperbarui 25 Feb 2025, 16:00 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2025, 16:00 WIB
Ilustrasi zakat fitrah
Ilustrasi zakat fitrah. (Image by Freepik)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Zakat fitrah merupakan salah satu kewajiban penting bagi umat Islam yang telah ditetapkan dalam berbagai dalil. Dalil tentang zakat fitrah menjadi landasan hukum yang menguatkan keharusan menunaikan kewajiban ini bagi setiap muslim. Berbagai sumber dari Al-Quran dan hadits memberikan pemahaman komprehensif mengenai pentingnya zakat fitrah sebagai penyempurna ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Memahami dalil tentang zakat fitrah sangat penting untuk mengetahui hakikat dan tujuan ibadah ini dalam Islam. Dalil tentang zakat fitrah menjelaskan bahwa zakat ini merupakan pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan tidak bermanfaat. Selain itu, zakat fitrah juga berfungsi sebagai bantuan untuk orang-orang miskin agar mereka dapat ikut merasakan kebahagiaan di hari raya.

Para ulama sepakat tentang kewajiban menunaikan zakat fitrah berdasarkan berbagai dalil yang kuat. Dalil tentang zakat fitrah tidak hanya mencakup perintah untuk menunaikannya, tetapi juga mengatur waktu, jumlah, serta golongan yang berhak menerimanya. Dengan memahami dalil-dalil ini, umat Islam dapat menunaikan zakat fitrah dengan benar sesuai tuntunan syariat.

Lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum informasi lengkapnya, pada Selasa (25/2).

Pengertian dan Kedudukan Zakat Fitrah dalam Islam

Ilustrasi zakat fitrah
Ilustrasi zakat fitrah. (Image by jcomp on Freepik)... Selengkapnya

Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim sebagai santunan kepada orang-orang miskin dan sebagai tanda berakhirnya bulan Ramadhan. Zakat fitrah juga berfungsi sebagai pembersih dari hal-hal yang mengotori ibadah puasa selama bulan Ramadhan. Kedudukan zakat dalam Islam sangat penting, sehingga menjadi salah satu bagian dari rukun Islam yang ke-4.

Secara etimologis, zakat fitrah disebut juga dengan istilah sedekah fitri, yakni harta yang dikeluarkan untuk menyucikan. Zakat berasal dari kata "zakā" yang berarti suci, berkembang, dan berkah. Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan.

Dalam syariat Islam, zakat fitrah diwajibkan kepada setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, merdeka maupun hamba sahaya. Kewajiban ini berlaku bagi setiap muslim yang mampu dan memiliki kelebihan makanan pokok untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam pada hari raya Idul Fitri.

Zakat fitrah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam karena beberapa alasan. Pertama, zakat fitrah menjadi penyempurna ibadah puasa Ramadhan. Kedua, zakat fitrah merupakan bentuk kepedulian sosial kepada sesama muslim, khususnya fakir miskin. Ketiga, zakat fitrah menjadi sarana untuk menyucikan diri dari dosa-dosa kecil yang mungkin dilakukan selama bulan Ramadhan.

 

Dalil Al-Quran Tentang Kewajiban Zakat Fitrah

Al-Quran sebagai sumber utama hukum Islam memuat banyak ayat yang menjadi landasan kewajiban zakat, termasuk zakat fitrah. Meskipun tidak ada ayat Al-Quran yang secara eksplisit menyebut zakat fitrah, namun banyak ayat yang memerintahkan untuk menunaikan zakat secara umum, yang mencakup juga zakat fitrah.

Salah satu ayat yang menjadi dalil kewajiban zakat adalah Surat Al-Baqarah ayat 43:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ

"Dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk." (QS. Al-Baqarah: 43)

Ayat ini memerintahkan untuk menunaikan shalat dan zakat, yang menunjukkan kedudukan zakat sejajar dengan shalat. Ini menegaskan bahwa zakat, termasuk zakat fitrah, merupakan kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh seorang muslim.

Dalil lain terdapat dalam Surat At-Taubah ayat 103, yang berbunyi:

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

"Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (QS. At-Taubah: 103)

Ayat ini menjelaskan fungsi zakat sebagai pembersih dan penyuci jiwa, yang sejalan dengan tujuan zakat fitrah sebagai pembersih dari dosa-dosa kecil selama bulan Ramadhan. Selain itu, ayat ini juga menekankan pentingnya doa bagi orang yang menunaikan zakat, yang dapat memberikan ketenangan jiwa bagi mereka.

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 277, Allah SWT berfirman:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

"Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati." (QS. Al-Baqarah: 277)

Ayat ini menegaskan bahwa menunaikan zakat merupakan salah satu sifat orang beriman, dan bagi mereka yang melakukannya akan mendapatkan pahala dari Allah SWT serta terbebas dari rasa takut dan kesedihan. Ini menunjukkan betapa pentingnya zakat, termasuk zakat fitrah, dalam kehidupan seorang muslim.

Dalil Hadits Tentang Zakat Fitrah

Selain dari Al-Quran, kewajiban zakat fitrah juga diperkuat dengan banyak hadits yang secara khusus membahas tentang zakat fitrah. Hadits-hadits ini menjadi landasan hukum yang lebih spesifik mengenai ketentuan zakat fitrah, mulai dari waktu pelaksanaan, jumlah yang harus dikeluarkan, hingga golongan yang berhak menerimanya.

Hadits yang paling populer mengenai zakat fitrah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, sebagaimana yang dimuat dalam Shahih Bukhari:

فَرَضَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

"Rasulullah Saw., mewajibkan zakat fithri dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan sholat ied." (HR. Bukhari)

Hadits ini dengan jelas menegaskan bahwa zakat fitrah diwajibkan oleh Rasulullah SAW bagi setiap muslim, tanpa terkecuali. Hadits ini juga menjelaskan ketentuan jumlah zakat fitrah, yaitu satu sha' (sekitar 2,5 kg hingga 3 kg) dari jenis makanan pokok, serta waktu pelaksanaannya yaitu sebelum shalat Idul Fitri.

Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud menjelaskan tentang tujuan dan manfaat zakat fitrah:

فَرَضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ الرَّفَثِ وَاللَّغْوِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah, sebagai pembersih bagi orang yang puasa dari segala perbuatan sia-sia, dan ucapan tidak baik, dan sebagai makanan bagi orang miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum shalat hari raya maka zakatnya diterima, dan siapa yang menunaikannya setelah shalat hari raya maka termasuk sedekah biasa" (HR Abu Daud)

Hadits ini menjelaskan bahwa zakat fitrah memiliki dua fungsi utama. Pertama, sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan tidak bermanfaat selama bulan Ramadhan. Kedua, sebagai bantuan makanan bagi orang-orang miskin agar mereka dapat ikut merasakan kebahagiaan di hari raya. Hadits ini juga menjelaskan perbedaan status antara zakat yang ditunaikan sebelum shalat Idul Fitri (dianggap sebagai zakat yang diterima) dan setelah shalat Idul Fitri (dianggap sebagai sedekah biasa).

Dalam kitab Misykat al-Anwar karya Imam al-Ghazali, terdapat hadits yang menjelaskan keutamaan menunaikan zakat fitrah:

"Barang siapa mengeluarkan zakat fitrah ia akan memperoleh untuk tiap butir tujuh puluh ribu gedung, luas tiap gedung ialah antara masyrik dan maghrib. (Timur-Barat)." (Misyakatul-Anwar)

Hadits ini menunjukkan besarnya pahala yang akan diperoleh bagi orang yang menunaikan zakat fitrah, yang menggambarkan betapa pentingnya zakat fitrah dalam pandangan Islam.

 

Penjelasan Ulama Tentang Dalil Zakat Fitrah

Para ulama telah memberikan penjelasan mendalam tentang dalil-dalil zakat fitrah dan menguraikan berbagai aspek hukumnya. Melalui ijma' (konsensus) para ulama, zakat fitrah ditetapkan sebagai kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat.

Menurut Asy-Syirazi dalam kitab Al Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab Juz 6, zakat fitri hukumnya wajib berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar. Pendapat ini diperkuat oleh Al-Baihaqi yang menyatakan bahwa ulama secara aklamasi mewajibkan sedekah fitri (zakat fitrah). Ijma' yang sama juga dikutip oleh Ibnu Al Mundziri dalam kitab Al-Isyraf.

Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mazhab mengenai status hukum zakat fitrah. Menurut Abu Hanifah, dalil zakat bersifat perkiraan (zhani), sehingga zakat fitrah dihukumi wajib, bukan fardu. Mazhab Hanafi membedakan antara hukum wajib, yang didasarkan pada dalil zhani, serta fardu yang ditetapkan berdasarkan dalil qath'i (pasti). Sedangkan mazhab Syafi'i tidak membedakan keduanya, sehingga zakat fitrah dihukumi wajib sekaligus fardu.

Imam Waqi' bin al-Jarrah (guru Imam Syafi'i) mengungkapkan persamaan antara zakat fitrah dan sujud sahwi:

قال وكيع بن الجراح زكاة الفطرة لشهر رمضان كسجدة السهو للصلاة تجبر نقصان الصوم كما يجبر السجود نقصان الصلاة

"Berkata Imam Waqi' bin al-Jarrah: zakat fitrah pada bulan Ramadhan memiliki kesamaan fungsi dengan sujud sahwi dalam shalat. Zakat fitrah menutup kekurangan puasa, sebagaimana sujud sahwi menutup kekurangan shalat." (Sayyid Murtadha az-Zabidi, Ithafussadatil Muttaqin, juz 4, h. 53)

Pernyataan ini menjelaskan bahwa zakat fitrah berfungsi untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi selama menunaikan ibadah puasa Ramadhan, sebagaimana sujud sahwi yang berfungsi untuk menutupi kekurangan dalam shalat.

Dalam kitab Hasyiyah Jamal alal Minhaj, Syekh Zakaria al-Anshari menyampaikan sebuah hadits tentang ditangguhkannya puasa Ramadhan sampai mengeluarkan zakat fitrah:

وأخرج ابن شاهين في ترغيبه والضياء عن جرير (شَهْرُ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلاَ يُرْفَعُ إلَى اللهِ إلاَّ بِزَكَاةِ الفِطْرِ)

"Ibnu Syahin meriwayatkan hadits dalam kitab Targhib wad Dhiya' dari sahabat Jarir: (puasa pada) bulan Ramadhan digantungkan antara langit dan bumi, tidak diangkat pada Allah kecuali dengan zakat fitrah."

Hadits ini menunjukkan pentingnya zakat fitrah sebagai penyempurna ibadah puasa Ramadhan, sehingga puasa Ramadhan tidak akan diterima secara sempurna di sisi Allah SWT kecuali dengan menunaikan zakat fitrah.

Waktu dan Ketentuan Menunaikan Zakat Fitrah Menurut Dalil

Dalil-dalil syariat tidak hanya mewajibkan zakat fitrah, tetapi juga mengatur secara detail waktu dan ketentuan pelaksanaannya. Pemahaman yang benar tentang waktu dan ketentuan ini sangat penting agar zakat fitrah yang ditunaikan diterima sebagai ibadah yang sempurna.

Waktu pelaksanaan zakat fitrah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar adalah sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Dalam hadits tersebut disebutkan:

وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

"Zakat tersebut diperintahkan dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan sholat ied." (HR. Bukhari)

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud juga menekankan pentingnya menunaikan zakat fitrah sebelum shalat Idul Fitri:

مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

"Siapa yang menunaikannya sebelum shalat hari raya maka zakatnya diterima, dan siapa yang menunaikannya setelah shalat hari raya maka termasuk sedekah biasa" (HR Abu Daud)

Para ulama berbeda pendapat tentang waktu awal diperbolehkannya menunaikan zakat fitrah. Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat fitrah boleh ditunaikan sejak awal bulan Ramadhan. Sebagian lainnya berpendapat bahwa zakat fitrah baru boleh ditunaikan setelah terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri. Imam Syafi'i dan sebagian ulama lainnya membolehkan menunaikan zakat fitrah sejak pertengahan bulan Ramadhan.

Dalam kitab Durratunnashihin, diriwayatkan bahwa Sayyidina Usman bin Affan pernah lupa mengeluarkan zakat fitrahnya sesudah shalat Ied. Ia berusaha menebus kelalaiannya itu dengan memerdekakan seorang hamba sahaya. Ketika ia memberitahukan hal itu kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda:

"Hai Usman! Andaikata engkau memerdekakan seratus hamba sahaya sebagai tebusan kelalaianmu, tidaklah akan menyamai pahala zakat fitrah yang dibagikan sebelum shalat Ied." (Kitab Durratunnashihin)

Hadits ini semakin menegaskan betapa pentingnya menunaikan zakat fitrah tepat pada waktunya, yaitu sebelum shalat Idul Fitri. Bahkan tebusan berupa memerdekakan seratus hamba sahaya pun tidak dapat menyamai pahala zakat fitrah yang ditunaikan pada waktunya.

 

Golongan Penerima Zakat Fitrah Menurut Dalil

Dalil Al-Quran telah menjelaskan secara rinci siapa saja yang berhak menerima zakat (mustahik), termasuk zakat fitrah. Dalam Surat At-Taubah ayat 60, Allah SWT berfirman:

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah: 60)

Berdasarkan ayat ini, terdapat delapan golongan (asnaf) yang berhak menerima zakat, yaitu:

  1. Fakir (al-fuqarā): Orang yang tidak memiliki harta dan tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
  2. Miskin (al-masākīn): Orang yang memiliki harta tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
  3. Amil zakat (al-'āmilīn 'alaihā): Orang yang ditugaskan untuk mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan zakat.
  4. Muallaf (al-mu'allafah qulūbuhum): Orang yang baru masuk Islam dan memerlukan bantuan untuk memperkuat keimanannya.
  5. Memerdekakan budak (ar-riqāb): Dana zakat yang digunakan untuk membebaskan budak dari perbudakan.
  6. Orang yang berhutang (al-ghārimīn): Orang yang memiliki hutang untuk keperluan yang halal dan tidak mampu melunasinya.
  7. Di jalan Allah (fī sabīlillāh): Orang yang berjuang di jalan Allah, seperti para pejuang, da'i, dan penegak kebenaran.
  8. Ibnu sabil (ibn as-sabīl): Orang yang sedang dalam perjalanan dan kehabisan bekal.

Meskipun secara umum zakat dapat diberikan kepada delapan golongan tersebut, namun untuk zakat fitrah, sebagian ulama berpendapat bahwa prioritas utama adalah fakir dan miskin. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang menyebutkan bahwa zakat fitrah berfungsi sebagai "makanan bagi orang miskin" (طُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ).

Imam Syafi'i berpendapat bahwa zakat fitrah harus dibagikan kepada delapan golongan tersebut. Sedangkan Imam Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa zakat fitrah boleh diberikan kepada sebagian dari delapan golongan tersebut, dengan prioritas kepada fakir dan miskin.

Hikmah dan Manfaat Zakat Fitrah Menurut Dalil

Dalil-dalil tentang zakat fitrah mengungkapkan berbagai hikmah dan manfaat menunaikan ibadah ini, baik bagi individu yang menunaikannya (muzakki) maupun bagi penerimanya (mustahik), serta bagi masyarakat secara keseluruhan.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, zakat fitrah memiliki manfaat sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa:

طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ الرَّفَثِ وَاللَّغْوِ

"Sebagai pembersih bagi orang yang puasa dari segala perbuatan sia-sia, dan ucapan tidak baik." (HR Abu Daud)

Selama bulan Ramadhan, seorang muslim mungkin melakukan kesalahan atau dosa kecil seperti berkata kotor atau melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat. Zakat fitrah berfungsi untuk membersihkan dan menyucikan diri dari kesalahan-kesalahan tersebut, sehingga seorang muslim dapat menyelesaikan ibadah Ramadhan dalam keadaan suci dan bersih.

Selain itu, zakat fitrah juga bermanfaat sebagai bantuan bagi orang-orang miskin:

وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

"Dan sebagai makanan bagi orang miskin." (HR Abu Daud)

Zakat fitrah membantu orang-orang miskin untuk dapat ikut merasakan kebahagiaan di hari raya. Dengan adanya zakat fitrah, mereka tidak perlu bersusah payah mencari makanan pada hari raya, sehingga dapat fokus pada perayaan Idul Fitri bersama keluarga mereka.

Dalam Surat At-Taubah ayat 103, Allah SWT menjelaskan fungsi zakat sebagai pembersih dan penyuci jiwa:

تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا

"Dengan zakat tersebut engkau membersihkan dan mensucikan mereka." (QS. At-Taubah: 103)

Zakat fitrah tidak hanya membersihkan jiwa dari dosa, tetapi juga menyucikan harta. Dengan menunaikan zakat fitrah, seorang muslim telah mengeluarkan bagian dari hartanya yang menjadi hak orang lain, sehingga hartanya menjadi suci dan berkah.

Selain itu, zakat fitrah juga menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan selama bulan Ramadhan. Dengan menunaikan zakat fitrah, seorang muslim telah menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah SWT atas kesempatan untuk berpuasa dan beribadah selama bulan Ramadhan.

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 277, Allah SWT menjanjikan pahala dan ketenangan bagi orang yang menunaikan zakat:

لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

"Mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati." (QS. Al-Baqarah: 277)

Ayat ini menjanjikan tiga hal bagi orang yang menunaikan zakat, termasuk zakat fitrah. Pertama, mereka akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Kedua, mereka tidak akan merasa takut. Ketiga, mereka tidak akan bersedih hati. Ini menunjukkan betapa besar manfaat zakat fitrah bagi individu yang menunaikannya.

Konsekuensi Meninggalkan Zakat Fitrah Menurut Dalil

Meninggalkan kewajiban zakat fitrah bukanlah tanpa konsekuensi. Berbagai dalil telah menjelaskan tentang konsekuensi atau akibat bagi orang yang tidak menunaikan zakat fitrah tanpa alasan yang dibenarkan syariat.

Dalam hadits yang diriwayatkan dalam kitab Targhib wad Dhiya', disebutkan:

شَهْرُ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلاَ يُرْفَعُ إلَى اللهِ إلاَّ بِزَكَاةِ الفِطْرِ

"(Puasa pada) bulan Ramadhan digantungkan antara langit dan bumi, tidak diangkat pada Allah kecuali dengan zakat fitrah."

Hadits ini menjelaskan bahwa puasa Ramadhan tidak akan diterima secara sempurna di sisi Allah SWT kecuali dengan menunaikan zakat fitrah. Ini menunjukkan betapa pentingnya zakat fitrah sebagai penyempurna ibadah puasa Ramadhan.

Selain itu, dalam Surat Fushilat ayat 7, Allah SWT berfirman:

ٱلَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُم بِٱلْءَاخِرَةِ هُمْ كَٰفِرُونَ

"[yaitu] orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya [kehidupan] akhirat."

Ayat ini mengaitkan antara tidak menunaikan zakat dengan kekafiran terhadap kehidupan akhirat. Meskipun ayat ini tidak secara khusus membahas zakat fitrah, namun ini menunjukkan betapa serius konsekuensi dari meninggalkan kewajiban zakat secara umum.

Dalam kitab Durratunnashihin, diriwayatkan tentang konsekuensi meninggalkan zakat fitrah:

"Hai Usman! Andaikata engkau memerdekakan seratus hamba sahaya sebagai tebusan kelalaianmu, tidaklah akan menyamai pahala zakat fitrah yang dibagikan sebelum shalat Ied." (Kitab Durratunnashihin)

Hadits ini menggambarkan betapa besarnya kerugian yang dialami oleh seseorang yang meninggalkan zakat fitrah, bahkan jika ia berusaha menebusnya dengan amalan lain yang sangat besar nilainya seperti memerdekakan seratus hamba sahaya.

Selain konsekuensi di akhirat, meninggalkan zakat fitrah juga memiliki konsekuensi sosial. Zakat fitrah yang tidak ditunaikan berarti mengurangi jumlah bantuan yang dapat diterima oleh fakir miskin, sehingga mereka tidak dapat ikut merasakan kebahagiaan di hari raya. Ini bertentangan dengan semangat persaudaraan dan kepedulian sosial yang diajarkan dalam Islam.

Para ulama juga menegaskan bahwa kewajiban zakat fitrah tidak gugur dengan berlalunya waktu. Bagi seseorang yang tidak menunaikan zakat fitrah pada waktunya, ia tetap berkewajiban untuk menunaikannya meskipun telah lewat dari waktunya. Ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat fitrah merupakan hutang kepada Allah SWT yang harus ditunaikan.

Syarat-Syarat Wajib Zakat Fitrah Menurut Dalil

Dalil-dalil syariat tidak hanya menetapkan kewajiban zakat fitrah, tetapi juga mengatur syarat-syarat seseorang diwajibkan untuk menunaikannya. Pemahaman yang benar tentang syarat-syarat ini penting untuk menentukan siapa saja yang berkewajiban menunaikan zakat fitrah.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, zakat fitrah diwajibkan kepada setiap muslim, tanpa membedakan status, jenis kelamin, maupun usia:

فَرَضَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ ... عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Rasulullah Saw., mewajibkan zakat fithri ... bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa." (HR. Bukhari)

Dari hadits ini, para ulama menyimpulkan beberapa syarat wajib zakat fitrah, yaitu:

  1. Islam: Zakat fitrah hanya diwajibkan kepada orang Islam, sebagaimana disebutkan dalam hadits "bagi setiap muslim".
  2. Merdeka: Meskipun hadits menyebutkan bahwa zakat fitrah diwajibkan kepada hamba sahaya, namun yang berkewajiban menunaikan zakat fitrah atas nama hamba sahaya adalah tuannya.
  3. Memiliki kelebihan makanan: Seorang muslim diwajibkan menunaikan zakat fitrah jika ia memiliki kelebihan makanan untuk dirinya dan keluarganya selama sehari semalam pada hari raya Idul Fitri. Ini berdasarkan kaidah fiqih bahwa kewajiban hanya dibebankan kepada orang yang mampu menunaikannya.
  4. Hidup hingga terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan: Jika seseorang meninggal dunia sebelum waktu ini, maka ia tidak dikenai kewajiban zakat fitrah. Sebaliknya, bayi yang lahir setelah waktu ini tidak dikenai kewajiban zakat fitrah.

Para ulama mazhab memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang syarat-syarat ini. Imam Syafi'i mewajibkan zakat fitrah kepada setiap muslim yang mampu, termasuk anak kecil dan orang gila, yang ditunaikan oleh wali mereka. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat fitrah tidak wajib bagi anak kecil dan orang gila karena mereka bukan mukallaf (subjek hukum).

Mengenai waktu kewajiban zakat fitrah, Imam Syafi'i berpendapat bahwa kewajiban zakat fitrah dimulai sejak terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan. Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa kewajiban zakat fitrah dimulai sejak terbitnya fajar pada hari raya Idul Fitri.

Jumlah dan Jenis Zakat Fitrah Menurut Dalil

Dalil-dalil tentang zakat fitrah juga mengatur secara jelas tentang jumlah dan jenis makanan pokok yang wajib dikeluarkan sebagai zakat fitrah. Pemahaman yang benar tentang jumlah dan jenis ini penting agar zakat fitrah yang ditunaikan sesuai dengan ketentuan syariat.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, disebutkan bahwa jumlah zakat fitrah adalah satu sha':

فَرَضَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ

"Rasulullah Saw., mewajibkan zakat fithri dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandum." (HR. Bukhari)

Satu sha' setara dengan sekitar 2,5 kg hingga 3 kg makanan pokok, tergantung pada jenis makanan pokoknya. Para ulama sepakat bahwa jumlah ini berlaku untuk semua jenis makanan pokok, tidak hanya kurma dan gandum.

Mengenai jenis makanan pokok yang dikeluarkan sebagai zakat fitrah, hadits di atas menyebutkan dua jenis, yaitu kurma dan gandum. Namun, dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudri, disebutkan beberapa jenis makanan pokok lainnya:

كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ

"Kami mengeluarkan zakat fitrah satu sha' makanan, atau satu sha' gandum, atau satu sha' kurma, atau satu sha' keju, atau satu sha' kismis." (HR. Bukhari)

Dari hadits ini, para ulama menyimpulkan bahwa zakat fitrah dapat dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Di Indonesia, makanan pokok yang umum adalah beras, sehingga zakat fitrah umumnya dikeluarkan dalam bentuk beras sebanyak 2,5 kg hingga 3 kg per orang.

Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang yang setara dengan nilai makanan pokok. Imam Abu Hanifah membolehkan hal ini, sementara Imam Syafi'i, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa zakat fitrah harus dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok, tidak boleh dalam bentuk uang.

Namun, dalam konteks kekinian, banyak ulama kontemporer yang membolehkan mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang, dengan pertimbangan kemaslahatan dan kemudahan bagi mustahik (penerima zakat). Hal ini terutama relevan dalam situasi di mana penerima zakat lebih membutuhkan uang daripada makanan pokok, atau dalam situasi di mana distribusi makanan pokok dalam jumlah besar sulit dilakukan.

Berdasarkan pembahasan tentang dalil-dalil zakat fitrah, dapat disimpulkan bahwa zakat fitrah merupakan kewajiban yang telah ditetapkan dengan jelas dalam syariat Islam. Dalil-dalil dari Al-Quran dan hadits telah menegaskan kewajiban ini, serta mengatur berbagai aspeknya mulai dari waktu pelaksanaan, jumlah yang harus dikeluarkan, hingga golongan yang berhak menerimanya.

Zakat fitrah bukan sekadar kewajiban formal, tetapi memiliki makna spiritual dan sosial yang mendalam. Secara spiritual, zakat fitrah berfungsi sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin dilakukan selama bulan Ramadhan. Secara sosial, zakat fitrah berfungsi sebagai bantuan bagi fakir miskin agar mereka dapat ikut merasakan kebahagiaan di hari raya.

Dalil-dalil tentang zakat fitrah juga mengajarkan tentang pentingnya menunaikan kewajiban ini tepat pada waktunya, yaitu sebelum shalat Idul Fitri. Menunaikan zakat fitrah setelah shalat Idul Fitri dianggap sebagai sedekah biasa, bukan lagi sebagai zakat fitrah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya