SBY Minta Jenderal yang Dukung Capres Tertentu Mundur

Pengunduran diri mutlak dilakukan karena instansi Polri dan TNI harus netral, tidak boleh berpihak kepada kelompok politik tertentu.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 02 Jun 2014, 15:15 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2014, 15:15 WIB
Ilustrasi Sby
Ilustrasi Sby (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan seluruh perwira tinggi TNI maupun Polri berhak untuk mempunyai cita-cita sebagai pemimpin politik. Namun demikian, untuk mewujudkan cita-cita tersebut, ada langkah-langkah yang harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Apakah jenderal tidak boleh bercita-cita menjadi pemimpin politik? Jawabannya adalah boleh, hal itu terbuka, tidak dilarang, tetapi ada aturan dan etikanya," ucap SBY saat memberikan pengarahan kepada 200 lebih perwira tinggi TNI/Polri di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (2/6/2014).

Menurut SBY, mekanisme yang harus diambil bagi para anggota TNI yang ingin terjun dalam dunia politik adalah dengan mengajukan pengunduran diri dari instansi TNI maupun Polri. Pengunduran diri mutlak dilakukan karena instansi Polri dan TNI harus netral dan tidak boleh berpihak kepada kelompok politik tertentu.

"Kalau adik-adik saya bertanya pada saya, kakak kalian, bagaimana cara dan demokrasi cita-cita politik seperti itu, ada jalannya. Kalau para perwira itu ingin jadi pemimpin politik, atau mendukung capres tertentu, segera ajukan pengunduran diri kepada atasan perwira kalian. Untuk panglima TNI, KSAD dan KSAU tentu mengundurkan diri kepada presiden," kata SBY.

SBY pun menjamin, bila ada jenderal yang mengajukan pengunduran diri kepadanya dengan alasan untuk terjun ke jalur politik, tanpa ragu dirinya segera menyetujui permohonan tersebut. Tak hanya itu, SBY bahkan mengaku mendukung langkah pengunduran diri tersebut.

"Kalau ada yang mengajukan permohonan pengunduran diri, hampir pasti dikabulkan, bahkan saya doakan agar sukses, karena saudara-saudara adala perwira terpilih yang potensia‎l," kata dia.

Menurut SBY, dengan melepas baju TNI dan Polri maka rakyat akan menilai pertarungan politik baik itu di tingkatan nasional atau daerah seperti pemilihan kepala daerah atau pemilu presiden yang akan digelar 9 Juli 2014 nanti akan berlangsung secara adil.

"Kalau dengan tidak di TNI dan Polri seperti saya dan Pak Djoko Suyanto, maka ruang gerak saudara ke politik akan terbuka. Rakyat menilai secara fair karena tidak lagi dinilai bahwa seseorang itu mengandalkan dan kekuatan yang di belakangnya pasukan dan senjata untuk meraih posisi politik," ucapnya.

"Teman-teman sipil akan berat, jika bersaing dengan mereka yang punya kekuatan, militer dan senjata yang tidak dalam tatanan demokrasi," lanjutnya.

Ia pun  mengingatkan bahwa saat ini untuk meraih jabatan politik berbeda dengan zaman Orde Baru yang memungkinkan seorang perwira tinggi meraih jabatan politik sebagai wujud pengabdian.

Saat itu menurut SBY, sebagai wujud kekaryaan seorang perwira tinggi bisa mendapat kepercayaan sebagai pejabat politik. "Kekaryaan dulu dianggap biasa, karena pengabdian seorang tentara bisa dilakukan di mana saja," ucapnya.

Namun, setelah era reformasi, Dwifungsi ABRI dihapus. Tidak ada lagi perwira tinggi di TNI maupun Polri yang masih aktif dapat terjun ke dalam politik praktis.  

"Era Dwifungsi ABRI sudah berakhir, era kekaryaan sudah selesai, tidak ada lagi perwira tinggi nyanggong, nunggu siapa tahu diangkat sebagai pejabat politik," kata SBY. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya