Jimly: DKPP Bisa Pecat Anggota KPU dan Bawaslu Tanpa Rekomendasi

Selama ini DKPP sudah memecat 231 penyelenggara pemilu baik KPU, Bawaslu, dan Panwaslu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota

oleh Taufiqurrohman diperbarui 04 Agu 2014, 16:24 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2014, 16:24 WIB
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jimly Asshiddiqie dan Siti Fadilah Supari usai bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memiliki kewenangan untuk memecat anggota KPU dan Bawaslu. Selama ini DKPP sudah memecat 231 penyelenggara pemilu baik KPU, Bawaslu, dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

"Karena terbukti dalam persidangan terbuka DKPP, akhirnya memutuskan pada 2012 memberhentikan tetap 231 penyelenggara pemilu, 2013 sebanyak 90 penyelenggara pemilu dan 2014 sebanyak 110 penyelenggara pemilu," kata Ketua DKPP Jimly Asshidiqqie di Ruang Sidang DKPP, Gedung Bawaslu, Jakarta, Senin (4/8/2014).

Jimly menegaskan, bila penyelenggara pemilu tingkat pusat terbukti melakukan pelanggaran etik berat, maka DKPP bisa memecatnya seperti penyelenggara pemilu tingkat provinsi dan kabupaten/kota tanpa harus melakukan rekomendasi ke pihak manapun.

"KPU dan Bawaslu RI bisa kita pecat. Tapi harus melalui mekanisme persidangan terbuka DKPP dan terbukti melakukan pelanggaran etik berat. Meskipun KPU RI itu seleksinya melalui DPR, tapi DKPP punya wewenang itu," tegas Jimly.

Menurut Jimly, jika memang DKPP memberhentikan secara tetap penyelenggara pemilu di tingkat pusat, maka secara otomatis presiden mengeluarkan surat keputusan presiden (Keppres).

"Nah nanti kalau memang seperti itu, presiden harus mengeluarkan Keppres kalau KPU atau Bawaslu sudah diberhentikan Secara tetap oleh DKPP," tandas Jimly.

Sebelumnya, Wakil Ketua Tim Advokasi Perjuangan Merah Putih Razman Nasution mengatakan, langkah yang diambil pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ke DKPP dapat membatalkan keputusan KPU yang menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

"Final and binding (final dan mengikat) itu hanya untuk putusan MK. Kalau DKPP berhentikan KPU, produk yang dihasilkan KPU akan batal demi hukum. Kalau penyelenggara keliru, ya produknya keliru. MK bukan segala-galanya," kata Razman.

Salah satu indikator yang dapat membuat DKPP memecat KPU menurutnya adalah belum dibukanya kotak suara di 265 TPS, padahal KPU sudah menetapkan Jokowi-JK sebagai pemenang Pilpres 2014. Selain itu, soal pembongkaran kotak suara oleh KPU, juga menjadi persoalan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya