Liputan6.com, Jakarta Cara membayar puasa orang meninggal kerap dibutuhkan untuk mengetahui langkah yang seharusnya dilakukan seperti apa. Ya, di saat bulan puasa Ramadan, terdapat kalangan-kalangan tertentu yang tidak bisa melaksanakan ibadah puasa. Banyak faktor yang menyebabkan orang tidak bisa menjalankan ibadah wajib ini misalnya saja karena sakit keras, hamil atau menyusui, ataupun perempuan yang sedang haid atau nifas.
Baca Juga
Advertisement
Nah, saat kamu tidak bisa menjalankan ibadah puasa Ramadan ini, kamu diwajibkan untuk membayarnya setelah puasa Ramadan berakhir. Karena ini merupakan ibadah untuk Allah dan utang kamu terhadap Allah SWT. Jika kamu tidak membayarnya selama di dunia, maka akan ditagih oleh Allah saat berada di akhirat kelak. Pengganti puasa ini kerap disebut sebagai puasa qodho atau puasa ganti.
Lalu, bagaimana bagi mereka yang telah meninggal dunia namun tak sempat membayar hutang puasa Ramadan-nya semasa hidup? Apakah utang tersebut tetap harus dibayar? Nah, untuk menjawab persoalan itu, berikut ini Liputan6.com, Selasa (21/5/2019) telah merangkum ulasan mengenai cara membayar puasa orang meninggal. Telah dirangkum dari berbagai sumber, berikut ulasannya.
Cara Membayar Puasa Orang Meninggal
Abu Syuja’ rahimahullah berkata, “Barangsiapa memiliki utang puasa ketika minggal dunia, hendaklah dilunasi dengan cara memberi makan (kepada orang miskin), satu hari tidak puasa dibayar dengan satu mud.”
Satu mud disini maksudnya adalah seperempat atau 1/4 sho’. Dimana satu sho’ adalah ukuran yang biasa dipakai untuk membayar zakat fitrah. Satu sho’ ini sekitar 2,5 – 3,0 kilogram seperti yang biasa kamu setorkan untuk membayar zakat fitrah.
Hal yang lebih utama dari fidyah (memberi makan kepada orang miskin) adalah dengan membayar utang puasa dengan berpuasa yang dilakukan oleh kerabat terdekat atau orang yang diizinkan atau ahli waris si mayit. Dalil yang mendukung hal ini terdapat di hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dunia lantas masih memiliki utang puasa, maka keluarga dekatnya (walau bukan ahli waris) yang mempuaskan dirinya.” (HR Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 14147).
Begitu juga dengan hadis dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata, “Ada seseorang pernah menemui Rasulullah SAW lantas ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia masih memiliki utang puasa sebulan. Apakah aku harus membayarkan qodho’ puasanya atas nama dirinya?” Beliau lantas bersabda, “Seandainya ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?” “Iya,”, jawabnya. Beliau lalu bersabda, “Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi.” (HR Bukhari no. 1953 dan Muslim no. 1148).
Penjelasan ini dikhususkan bagi orang yang tidak puasa karena ada uzur (seperti sakit), lalu dirinya masih punya kemampuan dan memiliki waktu untuk meng-qodho’ ketika uzurnya terssebut hilang sebelum meninggal dunia.
Advertisement
Cara Membayar Puasa Orang Meninggal
Sedangkan bagi yang tidak berpuasa karena uzur lantas tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utang puasanya dan ia meninggal dunia sebelum hilangnya uzur atau ia meninggal dunia setelahnya namun tidak memiliki waktu untuk mengqodho’ puasanya, maka tidak ada qodho’ baginya, tidak ada fidyah dan tidak ada dosa untuknya. Demikian keterangan dari Syaikh Musthofa Al Bugho yang penulis sarikan dari At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib, hal. 114.
Intinya, orang yang dilunasi utang puasanya adalah orang yang masih memiliki kesempatan untuk melunasi qodho’ puasanya namun terlanjur meninggal dunia. Sedangkan orang yang tidak memiliki kesempatan untuk mengqodho’ lalu meninggal dunia, maka tidak ada perintah qodho’ bagi ahli waris, tidak ada kewajiban fidyah dan juga tidak ada dosa.
Dalil bolehnya melunasi utang puasa orang yang telah meninggal dunia dengan menunaikan fidyah (memberi makan kepada orang miskin) adalah beberapa riwayat berikut,
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Jika seseorang sakit di bulan Ramadan, lalu ia meninggal dunia dan belum lunasi utang puasanya, maka puasanya dilunasi dengan memberi makan kepada orang miskin dan ia tidak memiliki qodho’. Adapun jika ia memiliki utang nazar, maka hendaklah kerabatnya melunasinya.” (HR. Abu Daud no. 2401, shahih kata Syaikh Al Albani).
Cara Membayar Puasa Orang Meninggal
Intinya, orang yang punya utang puasa dan terlanjur meninggal dunia sebelum utangnya dilunasi, maka bisa ditempuh dua cara membayar puasa orang meninggal:
1. Membayar utang puasa dengan kerabatnya melakukan puasa,
2. Menunaikan fidyah dengan memberi makan kepada orang miskin.
Adapun bentuk memberikan fidyah, bisa dengan makanan siap saji berupa satu bungkus makanan bagi satu hari tidak puasa, namun bisa juga dengan ketentuan satu mud yang disebutkan oleh Abu Syuja’ di atas tadi.
Namun ukuran mud ini bukanlah ukuran standar dalam menunaikan fidyah. Syaikh Musthofa Al Bugho berkata,
“Ukuran mud dalam fidyah di sini sebaiknya dirujuk pada ukuran zaman ini, yaitu ukuran pertengahan yang biasa di tengah-tengah kita menyantapnya, yaitu biasa yang dimakan seseorang dalam sehari berupa makanan, minuman dan buah-buahan. Karena saat ini makanan kita bukanlah lagi gandum, kurma, anggur atau sejenisnya. Fakir miskin saat ini biasa menyantap khubz (roti) atau nasi dan kadang mereka tidak menggunakan lauk daging atau ikan. Sehingga tidaklah tepat jika kita mesti menggunakan ukuran yang ditetapkan oleh ahli fikih (fuqoha) di masa silam. Karena apa yang mereka tetapkan adalah makanan yang umum di tengah-tengah mereka.” (At Tadzhib, hal. 115).
Advertisement
Niat Membayarkan Puasa Orang Meninggal
Mengutip dari berbagai sumber, niat puasa qodho untuk membayarkan puasa orang yang telah meninggal dunia sedikit memiliki perbedaan pada niatnya. Ya, berbeda dengan niat puasa qodho untuk diri sendiri. Perbedaannya hanyalah terdapat nama orang yang telah meninggal dunia itu, turut disebut dalam pembacaan niatnya.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءٍ فَرْضَ رَمَضَانً ِللهِ تَعَالَى
Artinya, “Aku niat puasa esok hari karena mengganti fardhu Ramadan karena Allah Ta’ala”.
Nah, di antara niat ini perlu diselipkan nama orang tersebut setelah kata romadhona.
“Nawitu shouma ghodin ‘an qodhoo i fardho romadhoona” (lalu menyebutkan nama orang yang telah meninggal, yang hendak kamu gantikan puasanya) lillahi ta’ala.