Iftar di Maroko, 200 Orang Yahudi, Kristiani, dan Muslim Berkumpul Bersama

Iftar di Maroko menyatukan 200 umat Islam, Kristen dan Yahudi secara bersamaan.

oleh Afra Augesti diperbarui 31 Mei 2019, 21:20 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2019, 21:20 WIB
Ilustrasi berbuka puasa
Ilustrasi berbuka puasa (sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Rabat - LSM Maroko "Marocains Pluriels" (Diverse Moroccan) menggelar iftar multi-keyakinan tahunan pada hari Minggu, 26 Mei 2019, di Paroki Saint Jacques di Mohammedia, utara Casablanca.

Acara tersebut mempertemukan perwakilan tokoh agama dari setiap keyakinan, termasuk Uskup Agung Rabat, Imam Besar Omar El Mrini, Kepala Rabi Casablanca, serta penasihat Raja Andre Azoulay, dan perwakilan kedutaan dari Norwegia, Burkina Faso, Prancis, Italia, Kanada, Denmark, juga Vatikan.

Lebih dari 200 orang menghadiri iftar tersebut dan saling berbagi hidangan buka puasa tradisional ala Maroko. Kegiatan rutin ini bahkan dinilai sebagai simbol toleransi lintas agama dan budaya.

Andre Azoulay, penasihat Raja, menekankan bahwa Maroko dibangun oleh sejumlah peradaban, khususnya peradaban Berber yang disebutnya hebat, peradaban Yahudi yang dianggapnya agung, dan peradaban Arab-muslim, Afrika, Andalusia, serta Eropa.

Dia menambahkan iftar itu bukan tentang politik.

"Kami ada di sini dengan memikul tanggung jawab. Acara ini disusun, diorganisir dan dihadiri bukan karena alasan politik. Kami berada di sini lantaran kami masih punya hati, karena kami menemukan kesenangan dan kegembiraan yang luar biasa ketika bisa bersama," ucap Azoulay seperti dikutip dari situs berita Maroko, moroccoworldnews.com pada Jumat (31/5/2019).

The Juniors, cabang dari Diverse Moroccan yang berisi para pemuda dan pemudi, membuka malam itu dengan membaca pidato yang menyerukan nilai-nilai persatuan.

"Sedangkan di tempat lain, pria dan wanita distigmatisasi karena menjadi Yahudi, Muslim, atau Kristiani ... Di Maroko, Muslim, Yahudi, dan Kristiani mengibarkan bendera harmoni," seru mereka.

Dialog Antaragama

Ilustrasi Menu Buka Puasa (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Menu Buka Puasa (Liputan6.com/M.Iqbal)

Dialog antaragama telah menjadi tema penting di Maroko untuk Ramadan 2019. Paus Francis melakukan kunjungan dua hari ke negara itu pada bulan Maret tahun ini, mengadakan misa bagi 10.000 orang di kompleks olahraga Prince Moulay Abdallah di Rabat.

Momen itu adalah kunjungan perdana seorang Paus ke Maroko sejak 1985.

Dalam pidato penyambutan resminya, Raja menggambarkan kunjungan Paus sebagai "sesuatu yang sangat simbolis, dengan konsekuensi historis dan peradaban."

Berbicara tentang pentingnya memerangi terorisme, ia menambahkan bahwa pemahaman bersama meniadakan segala bentuk radikalisme.

"Saya melindungi Yahudi Maroko dan Kristen dari negara-negara lain yang tinggal di Maroko," Raja menekankan.

Kata pengantar dari Moroccan Constitution of 2011 secara tegas mempromosikan nilai-nilai keterbukaan, moderasi, toleransi, dan dialog untuk saling pengertian antara semua budaya dan peradaban di dunia.

Konstitusi itu mendefinisikan "Islam sebagai agama mayoritas di negara tersebut, yang menjamin kebebasan beragama semua agama." Namun, seorang Muslim di Maroko dilarang mualaf. Oleh karena itu, beberapa dari mereka yang memutuskan untuk pindah keyakinan, terpaksa beribadah secara sembunyi-sembunyi.

Dakwah juga ilegal dan bisa dihukum hingga tiga tahun penjara.

Cegah Radikalisme di Eropa, Maroko Kirim 422 Imam Besar

Ilustrasi Masjid (Istimewa)
Ilustrasi Masjid (Istimewa)

Sebelumnya, Maroko mengirimkan 422 imam besar untuk meresmikan masjid di sejumlah negara di Eropa dan sekitarnya selama Ramadan.

Tujuannya adalah untuk menyatukan Muslim Maroko di negara-negara tersebut serta memelihara dan melindungi masjid dari radikalisasi dan ekstremisme, menurut Kementerian Wakaf dan Urusan Agama.

Setiap tahun ketika Bulan Suci umat Islam ini tiba, Maroko rutin mengirimkan para pemimpin agama tersebut ke beberapa negara di benua itu untuk mengimami salat, berjaga, dan menjalankan khotbah keagamaan bagi orang Maroko yang tinggal di luar negeri selama Ramadan.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Jumat, 3 Mei 2019, Menteri Wakaf dan urusan Islam Ahmed Toufiq mengatakan bahwa Maroko mengirimkan 422 imam besar, morchidate (ustazah), pengkhotbah dan pengamat "untuk memberikan panduan agama bagi warga Maroko yang berada di negeri orang.

Kementerian mengatakan, pihaknya akan memastikan kegiatan di dalam masjid selaras dengan hukum Eropa. Demikian seperti dikutip dari situs moroccoworldnews.com, Minggu 26 Mei 2019.

Dari 422 kandidat untuk misi tersebut, 163 di antaranya akan pergi ke Prancis, negara dengan warga Maroko terbesar di Eropa. Jumlah imam tarawih total ada 361, 29 ustazah dan 32 ustaz, menurut menteri.

Pengiriman para pemuka agama tersebut dikoordinasikan bersama dengan kedutaan dan konsulat Maroko serta pejabat agama di negara-negara Eropa yang bersangkutan, termasuk Perancis, Italia, Spanyol, Belgia, Jerman, Belanda, Denmark, Swedia, selain negara-negara lain seperti Kanada dan Gabon.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya