Jelang Ramadan, Ini Hukumnya Jika Belum Bayar Utang Puasa

Mereka yang meninggalkan puasa Ramadan, terkena kewajiban untuk meng-qadha atau mengganti di bulan selain Ramadan.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Apr 2020, 13:20 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2020, 13:20 WIB
[Bintang] Jadwal Sholat, Imsakiyah, dan Buka Puasa Hari ke-7, 23 Mei 2018
Biar nggak ketinggalan, berikut ini jadwal sholat, imsakiyah, dan buka puasa hari ke-7, 23 Mei 2018. (Ilustrasi: ultrahdwalls.com)

Liputan6.com, Jakarta - Menjalankan ibadah puasa Ramadan merupakan kewajiban setiap Muslim. Ibadah ini tidak boleh ditinggalkan, kecuali karena uzur tertentu.

Uzur yang dibolehkan menurut syariat di antaranya sakit, haid, nifas, dan berpergian. Ketika mengalami hal ini, puasa Ramadan boleh tidak dikerjakan.

Mereka yang meninggalkan puasa Ramadan, terkena kewajiban untuk meng-qadha atau mengganti di bulan selain Ramadan.

Jumlah qadha yang dikerjakan itu sebanyak puasa yang ditinggalkan. Tetapi, bagaimana jika belum sempat mengnggantinya namun sudah masuk Ramadan berikutnya?

Dikutip dari NU Online, para ulama sepakat qadha puasa dapat dilakukan kapan saja. Namun, sangat dianjurkan untuk secepatnya mengerjakan qadha.

Sebisa mungkin, qadha dijalankan sesegera mungkin. Sebab terdapat pemahaman di kalangan ulama mengenai adanya keharaman menunda membayar qadha.

Ada konsekuensi yang harus ditanggung seorang Muslim apabila menunda pelaksanaan qadha puasa. Selain berpuasa pengganti, dia juga terkena kewajiban membayar fidiah sebagai denda.

Berikut 2 hal yang harus dikerjakan apabila memiliki utang atau qadha puasa Ramadan:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Wajib Bayar Fidiah

Good News Today: Kabar Gembira THR, THR PNS, Harga Bawang Turun
Ilustrasi uang. (via: istimewa)

Kewajiban membayar fidiah ini dijelaskan Syeikh An Nawawi Al Bantani dalam kitabnya Kasyifatus Saja ala Safinatun Naja.

"(Kedua (yang wajib qadha dan fidiah) adalah ketiadaan puasa dengan menunda qadha) puasa Ramadan (padahal memiliki kesempatan hingga Ramadan berikutnya tiba) didasarkan pada hadis, 'Siapa saja mengalami Ramadan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadhanya hingga Ramadan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah'". dikutip HR Ad Daruquthni dan Al Baihaqi.

Di luar kategori memiliki kesempatan adalah orang yang senantiasa bersafari (seperti pelaut), orang sakit hingga Ramadan berikutnya tiba, orang yang menunda karena lupa, atau orang yang tidak tahu keharaman penundaan qadha.

Tetapi kalau ia hidup membaur dengan ulama karena samarnya masalah itu tanpa fidiah, maka ketidaktahuannya atas keharaman penundaan qadha bukan termasuk uzur.

Alasan tersebut tak bisa diterima, sama halnya dengan orang yang mengetahui keharaman berdehem (saat salat), tetapi tidak tahu batal salat karenanya.

Asal tahu, beban fidiah itu terus muncul seiring pergantian tahun dan tetap menjadi tanggungan orang yang berutang (sebelum dilunasi).

 

Satu Mud untuk Tiap Puasa yang Ditinggalkan

FOTO: Kenaikan Sejumlah Bahan Pokok Picu Laju Inflasi
Pedagang bumbu masak merapikan dagangannya di sebuah pasar di Jakarta, Rabu (1/4/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada Maret 2020 terjadi inflasi sebesar 0,10 persen, salah satunya karena adanya kenaikan harga sejumlah makanan, minuman, dan tembakau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Keterangan Syeikh An Nawawi menjelaskan sebab penundaan qadha yaitu sakit, lupa, atau memang disengaja.

Apabila alasan disengaja menunda qadha, maka orang yang bersangkutan wajib menjalankan puasa qadha sekaligus membayar fidiah besarnya 1 mud untuk sehari puasa yang ditinggalkan.

Ukuran satu mud setara dengan 543 gram bahan makanan pokok menurut Mazhab Maliki, Syafi'i dan Hambali. Sedangkan Mazhab Hanafi menyamakan satu mud dengan 815,39 gram bahan pangan pokok.

 

Reporter : Ahmad Baiquni

Sumber : Dream

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya