Liputan6.com, Purwokerto - Musim haji berakhir pada awal dasarian kedua Agustus 2022 lalu. Namun, masih ada kisah-kisah yang tertinggal dan bisa menjadi inspirasi.
Allah SWT memanggil umatnya untuk berhaji dengan berbagai cara. Ada yang karena kemampuannya, atau dengan cara lain.
Adalah Ajini bin Senen bin Hasan (55 tahun), seorang penyandang difabel atau tunanetra yang membuktikan itu. Meski kemampuan ekonominya terbatas, ia naik haji tahun ini.
Advertisement
Sehari-hari, Ajini adalah seorang guru ngaji. Ia merupakan penasihat Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) di Desa Pelangas, Bangka Belitung. Tiap hari, ia mengajar mengaji puluhan anak, terutama hafalan Alquran juz 30.
Baca Juga
Rutinitas itu dilalui sejak tahun 1990. “Cuma ngajar hafalan Quran juz 30,” ujar Ajni saat berbincang dengan Tim MCH di Hotel Barra Taibah, Madinah, Arab Saudi, dilansir bpkh.go.id yang ihram.co.id, dikutip Rabu (17/8/2022).
Perjuangan Ajini sebagai guru ngaji ini rupanya tak lepas dari perhatian Bupati Bangka Belitung kala itu, Zuhri M Syazali. Ajini lantas didaftarkan haji oleh sang bupati. Setelah menunggu sebelas tahun, Ajini berangkat ke Tanah Suci bersama Kloter Palembang (PLM-4) pada 28 Juni lalu.
Ajini merupakan bagian dari gelombang dua yang diberangkatkan langsung ke Jeddah untuk tinggal di Makkah Al-Mukaramah. Tiba di Bandara King Abdul Aziz International Airport (KAIA), Jeddah, Ajini merasakan sesuatu yang berbeda. Dia merasa Jeddah seperti suasana siang di Indonesia.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Menangis di depan Ka'bah
Ajini yang sudah berbalut kain ihram mengambil miqat di bandara. Setelah beristirahat sejenak di hotel yang berlokasi di Sektor 4, Ajini melanjutkan perjalanan ke Masjidil Haram. Layaknya jamaah Indonesia yang datang sebelum prosesi haji dimulai, Ajini berangkat sebagai jamaah haji tamattu. Dia pun melaksanakan umrah wajib setelah berada di Tanah Suci.
Dia melaksanakan tawaf dengan kursi roda. Seorang petugas mendorong kursi yang menjadi fasilitas bagi kaum disabilitas tersebut untuk berputar mengelilingi Rumah Allah. Berada di depan Ka’bah, Ajini pun terharu. Dia menangis tersedu hingga putaran keempat.
“Izinkan saya menangis, jadi pertama sampai puturan empat itu menangis terus,”kata dia.
Ajini menangis karena tak terbayang sebelumnya bisa menginjakkan kaki di Masjidil Haram. Terlebih, dia sempat mendapatkan informasi dari petugas kantor Kementerian Agama setempat jika harus menunggu delapan tahun lagi untuk berangkat ke Tanah Suci. Hingga pada 2018, dia bertemu kembali dengan pejabat Kemenag.
“Saya tanya, saya bisa enggak pak penyandang disabilitas.Katanya enggak masalah yang penting ambil wajib-wajib saja. Setelah itu tinggal di hotel. Jadi saya semangat lagi,”ujar dia.
Saat menjalani prosesi puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan MIna (Armuzna), Ajini beberapa kali jatuh sakit. Dia sempat diinfus saat berada di Arafah. Kondisi fisiknya yang belum pulih benar membuat Ajini harus dibadalkan untuk lontar jumrah di jamarat ketika di Mina.
Meski harus berjuang dengan segala keterbatasannya, Ajini yang sudah 38 tahun menjadi tunanetra itu berhasil melalui ibadah hajinya.
Ajini juga berpesan kepada penyandang difabel yang hendak berhaji agar tak perlu khawatir dengan pelayanan selama di Tanah Suci. Selama di Makkah dan Madinah, dia mengaku dilayani dengan baik oleh petugas PPIH. Perlakuan istimewa pun didapatkan dari kawan satu rombongan bahkan satu kamar. Terpenting, ikhlas bertawakal.
Tim Rembulan
Advertisement