Liputan6.com, Jakarta - Pernikahan merupakan momen sakral dan salah satu tahap dari rangkaian perjalanan hidup yang ditunggu-tunggu hampir setiap orang, baik itu laki-laki maupun perempuan.
Baca Juga
Advertisement
Bukan hanya momen untuk menyatukan dua individu yang berbeda, menikah adalah awal dari kehidupan baru dalam berkeluarga dan komitmen seumur hidup.
Dalam Islam, pernikahan itu bukan hanya berbicara tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan. Namun juga sebagai upaya untuk menyempurnakan keimanan dan mengharapkan ridho-Nya.
Tidak jarang rasanya kita mendengar sebuah prosesi pernikahan beda agama, sejak dahulu bahkan hingga saat ini. Jika Islam menganggap pernikahan merupakan sebuah upaya untuk menyempurnakan keimanan.
Lantas bagaimana perspektif Islam memandang pernikahan beda agama, apa hukumnya?
Saksikan Video Pilihan Ini:
Larangan Menikah Beda Agama
Rasulullah SAW mengingatkan agar seorang muslim dalam menentukan pilihan jodoh tidak hanya melihat hal-hal yang bersifat duniawi saja, tetapi harus memperhatikan keimanannya juga.
Karena tuntunan pertama dan utama yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia untuk mendirikan rumah tangga adalah keimanan.
Ibnu Majah meriwayatkan hadist yang bersumber dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya mengundang malapetaka. Janganlah kalian menikahi wanita karena hartanya, bisa jadi harta bendanya akan membuatnya bertindak semena-mena. Nikahilah wanita karena agamanya. Sungguh budak hitam yang beragama itu lebih baik,” (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, hlm.540).
Sebenarnya pernikahan antara seorang muslim dengan nonmuslim, atau singkatnya sering disebut pernikahan beda agama, sudah diterangkan hukumnya dalam firman-firman-Nya yang tercantum dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an dengan tegas melarang pernikahan antara seorang muslim baik itu laki-laki maupun perempuan dengan orang yang berbeda keyakinan dalam hal keimanan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 221:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ
Artinya: “Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mu'min itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik (dengan Wanita Muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik dari pada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran” (Q.S Al-Baqarah: 221).
Advertisement
Fatwa MUI Tentang Nikah Beda Agama
Dalam ayat Al-Qur’an yang lain, Allah SWT juga menjelaskan bahwa haram hukumnya seorang muslim menikah dengan orang kafir. Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 10 sebagai berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا جَاۤءَكُمُ الْمُؤْمِنٰتُ مُهٰجِرٰتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ وَاٰتُوْهُمْ مَّآ اَنْفَقُوْاۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۗ وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ - ١٠
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (Q.S Al-Mumtahanah: 10).
Dalam menanggapi hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa hukumnya tentang larangan pernikahan beda agama nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005, yang di dalamnya menghasilkan dua poin utama.
Pertama, perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Kedua, perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab, menurut qaul mu’tamad adalah haram dan tidak sah.
Dan perlu diketahui, negara kita tidak mengakui perkawinan beda agama, karena menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 1 dinyatakan: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu,” ini artinya, negara kita tidak mewadahi dan tidak mengakui perkawinan beda agama (meskipun pengantin laki-laki beragama Islam). Allahu A'laam
Penulis: Hamzah Setia Al Muhandisyi