Liputan6.com, Jakarta - KH Abdul Wahab Hasbullah adalah tokoh penting Nahdlatul Ulama (NU) selain Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari. Kiai wahab, demikian disapa, merupakan salah satu pendiri NU. Organisasi Islam ini berdiri pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur.
Kiai Wahab lahir di Jombang, Jawa Timur pada 31 Maret 1888. Ia putra dari pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang KH Hasbullah Said dan Nyai Latifah.
Perjalanan menuntut ilmunya dimulai dari sang ayah. Kemudian ia melanglang buana ke berbagai pondok pesantren di Langitan, Mojosari, Tawangsari, Bangkalan, dan Tebuireng. Pendidikannya ia lanjutnya sampai negeri Makkah.
Advertisement
Baca Juga
Di Tanah Suci ia berguru kepada Syekh Mahfudz At-Tarmasi, Ahmad Khatib Minangkabawi, Syekh Baqir al-Jugjawi, Kiai Muhtarom Banyumas, Kiai Asy’ari Bawean, dan Syekh Said Al-Yamani. Selama belajar di Makkah, ia tetap memperhatikan perkembangan politik nasional di Tanah Air.
Sepulangnya menuntut ilmu dari Makkah pada 1914, Kiai Wahab tidak langsung menetap di Tambakberas. Ia tinggal di rumah mertuanya, Haji Musa di Kampung Kertopaten, Surabaya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Mendirikan 3 Organisasi Embrio NU
Melansir NU Online, Kiai Wahab kemudian mendirikan kelompok diskusi yang diberi nama Tashwirul Afkar atau kawah candradimuka pemikiran. Kelompok diskusi ini populer dengan sebutan Nahdlatul Fikr (Kebangkitan Pemikiran).
Kiai Wahab bertemu dengan Mas Masnur di Surabaya yang baru pulang dari Mesir. Kedua tokoh muda ini sepakat membuat organisasi sebagai sarana pendidikan dan pengajaran Islam. Organisasi ini kemudian diberi nama Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Negeri) yang mendapatkan legal-formal pada 1916.
Pada 1918 Kiai Wahab mendirikan Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Saudagar). Organisasi ini menjadi pusat penggalangan dana bagi perjuangan pengembangan Islam dan kemerdekaan Indonesia.
Tashwirul Afkar atau Nahdlatul Fikr, Nahdlatul Wathan, dan Nahdlatut Tujjar adalah tiga organisasi yang menjadi embrio berdirinya Nahdlatul Ulama (NU).
Advertisement
Ketua Komite Hijaz
Kiai Wahab membentuk kepanitiaan yang beranggotakan dari para ulama pesantren bernama Komite Hijaz. Kiai Wahab sendiri adalah ketuanya.
Komite Hijaz dibentuk pada 1926 sebagai respons adanya pemberlakuan satu aliran yakni Wahabi yang puritan dan ekslusif di Hijaz (Arab Saudi) yang dipimpin langsung Raja Ibnu Saud. Mazhab Hanafi, Sayfi’i, dan Hanbali yang hidup berdampingan di Tanah Suci tidak diperkenankan untuk diamalkan dan diajarkan.
Paham Wahabi ini mendapat sambutan hangat dari kelompok modernis Indonesia seperti kalangan Muhammadiyah yang dipimpin Ahmad Dahlan dan PSII yang dipimpin H.O.S Tjokroaminoto. Sementara kalangan pesantren menolak pembatasan bermazhab itu.
Raja Ibnu Saud akhirnya mengurungkan niatnya setelah mendapat desakan dari kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hijaz. Hasilnya ibadah di Makkah tak dibatasi hanya untuk satu mazhab, dalam kata lain dapat beribadah sesuai mazhab masing-masing.
Berangkat dari komite ini dan beberapa organisasi yang bersifat embrional, akhirnya dibentuklah Nahdlatul Ulama pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi yang lebih sistematis ini dipimpin oleh Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari.
Pahlawan Nasional
Selain menjadi salah satu tokoh di balik berdirinya NU, Kiai Wahab juga turut berkiprah untuk Tanah Air. Ia banyak berkontribusi dalam perjuangan melawan penjajah, baik sebelum kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan.
Kiai Wahab wafat pada 29 Desember 1971. Atas jasanya untuk Ibu Pertiwi, Kiai Wahab mendapat gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 7 November 2014.
Advertisement