Liputan6.com, Jakarta - Ini kisah dari ulama muda Gus Kautsar atau H Muhammad Abdurrahman Al Kautsar. Ia merupakan anak laki laki dari KH Nurul Huda Djazuli, pengasuh di Pondok Pesantren Al Falah, Ploso Kediri Jawa Timur..
Seperti diketahui Gus Iqdam atau Muhammad Iqdam Kholid merupakan santri dari KH Nurul Huda Djazuli saat mondok di Ploso. Otomatis, KH Nurul Huda Djazuli merupakan guru dari Gus Iqdam.
Advertisement
Baca Juga
Ada kisah menarik yang diceritakan sendiri oleh Gus Kautsar dalam salah satu kesempatan seperti yang diunggah chanel Youtube Iam Bung sekitar delapan bulan lalu.
Ia mengaku pernah ditendang oleh bapaknya sendiri yaitu KH Nurul Huda Djazuli. Seperti apa kisah Gus Kautsar yang terkenal kharismatik ini sampai mendapatkan peringatan dari ayahnya sendiri yang juga terkenal sangat alim itu.
Â
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Ini Kebiasaan KH Nurul Huda Djazuli
Awalnya dalam potongan video tersebut Gus Kautsar menceritakan masa kecilnya, jika dirinya sering ndhereke abah (bapaknya) mengaji.
Seperti diketahui KH Nurul Huda Djazuli ini mempunyai kebiasaan rutin mengaji di dua waktu yang tidak bisa diganggu gugat yaitu ngaji setelah waktu ashar dan waktu setelah maghrib.
Sementara kitab yang dikaji saat mengaji adalah kitab Tafsir Bukhori setelah ashar dan kitab kecil lainnya, sedangkan setelah maghrib adalah kitab Al Jalalain. Dua waktu ini dipastikan sang kiai tidak bisa menerima tamu.
Advertisement
Sepeda yang Unik, Gemboknya Seperti ada PIN-nya
Gus Kautsar mengatakan menjadi kebiasaan mengikuti pengajian abahnya, dan dirinya selalu duduk didepan abahnya itu. Ia ingat betul pernah suatu ketika abahnya marah besar terhadap dirinya.
"Sampean inget gak, abah itu pernah punya sepeda jengki zaman jahiliyah. Ada sepeda jengki, sepeda itu antik, dan sepada itu antik asli Jepang, gak tau darimana sepeda itu," katanya.
Menurutnya, saat itu dirinya berusia sekitar 12 atau 13 tahunan. Kembali ia menceritakan tentang sepeda jengki abahnya yang selalu dibawa untuk mengaji.
Sepada unik itu, memiliki kunci gembok yang berbeda dari biasanya, kunci sepeda tersebut sudah menerepkan teknologi yang kuncinya menggunakan angka-angka layaknya PIN, jika ditransformasi ke mode sekarang, mungkin semacam kunci digital.
Usilnya Gus Kautsar saat Muda, Mainan Gembok Sepeda
Setelah jamaah maghrib semuanya siap ngawal abahnya mengaji di masjid. Nah, permasalahannya baru dimulai, sebagai anak usia belasan tahun, Gus Kautsar serba ingin tahu dan usil. Tangannya usil dan jahil.
"Sambil menunggu abah keluar kamar, saya di bawah sepeda sambil mainan kunci sepeda itu. Lha kalau separoh digerakkkan itu, kuncinya langsung mengunci. Klek gitu, semuanya yang ada disitu diam," katanya.
"Semua pembantu abah saya kumpulakan semua saya tanya, iki kuncine piro? alhamdulillah semua tidak ada yang tahu. Harapan saya cuma satu, bapak tahu. Begitu bapak keluar saya sudah pucat sekali," cerita Gus Kautsar. Ia anak laki-laki satu-satunya, dan abahnya kepada dirinya galaknya luar biasa.
"Begitu beliau keluar, semua yang ada disitu wajahnya pucat semua. Nah begitu bapak naik sepeda ditahan oleh semua anak-anak. Ngapunten yai, ini sepedanya kuncinya ngunci," kenang Gus Kautsar.
Saat itu hanya dijawab, "Nyapo?," kata Mbah Yai Nurul Huda, yang artinya, kenapa?
Advertisement
Ini Momen Gus Kautsar Ditendang KH Nurul Huda Djazuliu
"Semuanya diam, semua yang ada disitu, jumlahnya sekitar tujuh atau delapan orang wajahnya memandang semua ke saya. Saat itu bapak saya langsung paham. Bahwa tersangka utamanya adalah Abdurrahman. Bapak mboten dhawuh setunggal kecap, atau tidak ada satu kata yang terucap," ujar Gus Kautsar.
"Langsung saya ditendang sama bapak. Bapak dhawuh, orang ngaji kok diganggu. Ngglundung kulo. Akhire bapak digonceng sepeda," katanya, sambil tersenyum.
Ia melanjutkan sampai di masjid, KH Nurul Huda ngaji, biasanya saat ngaji itu dapat satu halaman atau satu halaman setengah, ini istiqomah, seperti biasa Gus Kautsar duduk di depan abahnya.
"Itu baru berapa baris, tiga atau empat baris. Mungkin masih marah atau bagaimana sama saya, itu langsung kitab ditutup. Kepala saya ditarik ditatapkan ke meja. Terus dhawuh, wedhus-wedhus model ngene iki sing bakale ngrusak agomo (kambing-kambing seperti ini yang akan merusak agama). Saat itu santri ribuan jumlahnya diam semua," kenangnya.
Menurut Gus Kautsar, pentingnya mengaji, dan agama akan rusak jika anak-anak pemuka agama tidak mau mengaji.
Penulis: Nugroho Purbo