Liputan6.com, Jakarta - Kematian merupakan suatu takdir yang pasti bagi setiap manusia. Namun, terkadang manusia terjebak dalam ilusi bahwa kematian hanya akan dialami oleh mereka yang sudah berusia lanjut.
Meskipun sejatinya kematian bisa datang kapan saja, namun nyatanya kita masih diberi kesempatan untuk bertaubat. Jangan sampai kita menunda taubat seakan mengakui kesalahan dan menyesalinya di hari tua nanti.
Advertisement
Baca Juga
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
Artinya: “Semua bani Adam pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang segera bertaubat.” (HR. Ibnu Majah).
Akan tetapi, taubat dan permohonan ampun kepada Allah hanya diterima apabila sebelum datang dua waktu. Berikut penjelasannya mengutip dari laman NU Online.
Saksikan Video Pilihan ini:
Waktu Pertama
Terkait waktu yang pertama, yaitu taubat tidak diterima ketika ajal menjemput, Allah Ta’ala berfirman dalam surat An-Nisa' Ayat 18:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Artinya: “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (QS. An-Nisa': 18).
Syekh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan ayat ini dalam karyanya, al-Tafsir al-Munir, “Diterimanya taubat seorang hamba dan ampunan Allah merupakan nikmat dan kebaikan bagi orang-orang yang berbuat dosa dan terjerumus ke dalamnya selama tidak terus menerus melakukan perbuatan tersebut.
Para hamba Allah melakukan suatu kemaksiatan disebabkan karena adanya faktor hawa nafsu dan godaan setan, sehingga mereka pun bertaubat sebelum nyawa berada di ujung kerongkongan, bahkan taubat masih diterima di saat seorang hamba menyaksikan malaikat yang mengambil ruhnya.” (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir, [Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1418], jilid IV, hal. 294).
Advertisement
Waktu Kedua
Ada pun waktu yang kedua, di mana taubat seorang hamba tidak diterima lagi ialah ketika hari kiamat tiba. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surat Al-An'am Ayat 158:
هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلَائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ ۗ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا ۗ قُلِ انْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُونَ
Artinya: “Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu sesungguhnya Kamipun menunggu (pula).” (QS. Al-An'am: 158).
Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat di atas menegaskan bahwa taubat dan iman seseorang yang baru ia lakukan di hari kiamat tidaklah berguna, sebagaimana tidak bergunanya iman Fir’aun ketika baru menyadari kuasa Allah di saat ia tenggelam di laut merah. (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir, [Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1418], jilid IV, hal. 294).
Dari penjelasan yang telah dipaparkan tadi, hendaknya kita mulai berbenah diri dan muhasabah untuk merenungkan kembali hal-hal yang sudah kita lakukan selama ini. Mulailah kita beristighfar dan meminta maaf pada keluarga, kerabat hingga teman dan orang-orang yang mungkin pernah kita sakiti hatinya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللهِ، فَإِنِّي أَتُوبُ، فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ، مَرَّةٍ
Artinya: “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena sesungguhnya aku juga bertaubat kepada-Nya sehari seratus kali.” (HR. Muslim).