Hidup di Dunia Ini Sangat Singkat, Lakukan Ini Secepatnya Kata Gus Iqdam

Penceramah kondang yang populer dengan istilah ‘dekengane pusat’ dan ‘wonge teko’ mengatakan perihal kehidupan di dunia ini yang sangat singkat.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mar 2024, 15:30 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2024, 15:30 WIB
Gus Iqdam (SS: YT Majelis Barokah)
Gus Iqdam (SS: YT Majelis Barokah)

Liputan6.com, Cilacap - Penceramah kondang yang populer dengan istilah ‘dekengane pusat’ dan ‘wonge teko’ Muhamad Iqdam Kholid atau Gus Iqdam mengatakan perihal kehidupan di dunia ini yang sangat singkat.

Memang benar demikian, sebab sesuatu yang sangat singkat atau dekat dengan manusia ialah kematian sebagaimana pandangan Imam Al-Ghazali.

Kematian bisa datang kapan saja tanpa melihat orang tersebut itu sedang tidur atau tidak, sedang sakit atau sehat. Jika Allah telah berkehendak maka tidak ada satupun makhluk Allah yang bisa menghentikannya.

Singkatnya hidup sebagaimana dikatakan oleh pengasuh Majelis Ta’lim Sabilu Taubah ini memang benar. Selain singkat kehidupan di dunia ini merupakan senda gurau. Firman Allah SWT:

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS Al-‘Ankabut: 64).

 

Simak Video Pilihan Ini:

Apa yang Harus Dilakukan

Gus Iqdam (SS: YT Gus Iqdam Official)
Gus Iqdam (SS: YT Gus Iqdam Official)

Perihal singkatnya hidup diutarakan sendiri oleh suami Ning Nila dihadapan ribuan jemaah ST Nyell.

“Orang hidup itu singkat sekali Pak,” katanya dikjtip dari tayangan YouTube @majelisbarokah, Selasa (12/03/2024).

Oleh sebab itu, maka yang perlu dilakukan ialah menyadari bahwa salah satu tujuan dasar diciptakannya manusia itu sebagai ‘abid atau hamba yang senantiasa diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya.

“Orang kalau punya pemikiran yang luar biasa tentang kehidupan ini, orang kalau tahu bahwasanya hidup ini kita itu memang hanya diperintah untuk beribadah kepada Allah,” terangnya.

Ia pun kembali menandaskan bahwa tidak ada seorang pun yang menganggap hidup di dunia ini akan lama. Meski demikian, terkadang sebagai manusia kita lalai dan lupa bahwa kehidupan di dunia ini sifatnya sementara

“Tidak ada orang yang menganggap hidup ini akan lama, hidup ini menurut orang-orang ahli ibadah, orang-orang tasawuf wis hidup ini singkat sekali, dekat sekali,” terangnya.

Sebab sangat singkat, maka tentu saja sisa umur yang dimiliki harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

“Makanya seperti kita semua ini, silahkan kehidupan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya,” ucap dia.

 

3 Persiapan Menghadapi Kematian

Ilustrasi meninggal, kematian, makam, kuburan
Ilustrasi meninggal, kematian, makam, kuburan. (Photo by Quick PS on Unsplash)

Menukil NU Online, berikut ini beberapa persiapan menghadapi kematian.

1. Mengerjakan Amal-amal Saleh

Allah memberikan dua syarat bagi siapa pun yang berharap bertemu dengan-Nya di surga, yaitu beramal saleh dan meninggalkan kesyirikan. Dalam sebuah firman-Nya, Allah swt menyatakan: 

فَمَنْ كانَ يَرْجُوا لِقاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صالِحاً وَلا يُشْرِكْ بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

 Artinya:  Barang siapa yang mengharapkan bertemu Tuhannya maka hendaklah melakukan amal shalih dan janganlah menyekutukan ibadah terhadap Tuhannya dengan suatu apapun (QS al-Kahfi: 110).

 Amal saleh yang dimaksud dalam ayat di atas adalah segala bentuk perbuatan baik yang steril dari riya (pamer) dan sesuai dengan tuntunan syariat. 

 Menurut Syekh Mu’adz, sebagaimana dikutif al-Imam al-Baghawi dalam tafsirnya, amal saleh adalah amal yang di dalamnya terdapat empat hal, yakni ilmu, niat, kesabaran dan ikhlas. 

2. Menjauhi perbuatan-perbuatan tercela

Sebagaimana mengerjakan amal saleh, yang tidak kalah penting adalah menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Yang dimaksud perbuatan tercela meliputi keharaman dan kemakruhan. Meninggalkan keharaman adalah wajib, sedangkan meninggalkan kemakruhan adalah sunnah.

Demikian pula dianjurkan untuk meminimalisasi perkara mubah yang tidak ada manfaatnya. Para ulama salaf sangat berhati-hati menjaga dirinya dari perbuatan tercela. Bagi mereka, yang urgens tidak hanya meninggalkan keharaman dan kemakruhan, namun perkara-perkara mubah yang dapat melalaikan. Sebab perbuatan maksiat akan menciptakan noda hitam di hati sehingga menjadikannya keras, enggan menerima kebenaran dan malas beribadah. 

Oleh karenanya, mereka sangat menjaga betul kualitas makanan yang dikonsumsi, bahkan rela riyadlah (tirakat), misalnya dengan cara puasa mutih (hanya makan nasi tanpa lauk pauk), puasa bila ruh (meninggalkan makanan-makanan yang bernyawa atau yang berbahan darinya), ngerowot (meninggalkan makanan pokok yang lazim dikonsumsi dengan diganti makanan jenis lain), dan  sebagainya. Semua itu dilakukan oleh mereka untuk meningkatkan kejernihan hati.

 

3. Menjauhi Perkara Mubah dan Haram (wira'i).

Yaitu meninggalkan perkara-perkara mubah yang berpotensi mengantarkan kepada keharaman.

Wirainya orang-orang yang jujur, yaitu meninggalkan perkara-perkara mubah secara total, meski tidak berpotensi mengantarkan kepada keharaman. Seluruh waktunya bernilai ibadah, tidak satu pun hampa tanpa diisi dengan ibadah. 

Syekh Abu Said al-Khadimi berkata: 

 ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ لِلْوَرَعِ مَرَاتِبَ الْأُولَى وَرَعُ الْعُدُولِ وَهُوَ مَا يَحْرُمُ بِفَتَاوَى الْفُقَهَاءِ 

Artinya:  Ketahuilah bahwa wirai memiliki empat derajat. Pertama, wirainya orang-orang adil, yaitu (meninggalkan) perkara haram sesuai fatwa-fatwanya para pakar fiqih. 

 الثَّانِيَةُ: وَرَعُ الصَّالِحِينَ وَهُوَ الِامْتِنَاعُ عَنْ احْتِمَالِ الْحُرْمَةِ، وَإِنْ رَخَّصَ الْمُفْتِي 

 Artinya: Kedua, wirainya orang-orang saleh, yaitu menahan diri dari keharaman, meski seorang mufti memberi kemurahan (hukum).

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya