Puasa kok Minta Dihormati, Perlukah?

Benarkah orang yang berpuasa meminta dihormati? Puasa hanya untuk Allah, bukan untuk meminta dihormati.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Mar 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2024, 18:30 WIB
Ilustrasi puasa
Ilustrasi puasa. (Image by onlyyouqj on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena spanduk yang mengajak untuk menghormati orang yang sedang berpuasa seringkali muncul di berbagai tempat, khusunya di Indonesia.

Pesan ini baik, bertujuan untuk mengingatkan masyarakat yang tidak berpuasa untuk memperhatikan dan menghormati orang-orang yang sedang menjalankan ibadah puasa.

Spanduk semacam ini mencerminkan nilai-nilai toleransi, penghargaan, dan empati antarumat beragama yang sangat ditekankan dalam Islam.

Kebanyakan orang berfikir, orang yang sedang berpuasa meminta dihormati karena puasa merupakan ibadah yang memiliki nilai spiritual dan pengorbanan yang besar dalam agama Islam.

Selama bulan Ramadan, umat Muslim menahan diri dari makan, minum, dan perilaku yang bersifat menggoda dari terbit fajar hingga terbenam matahari sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT.

Selain itu, permintaan untuk dihormati juga berakar pada nilai-nilai toleransi dan penghargaan antarumat beragama. Dalam masyarakat yang multikultural, saling menghormati dan memahami kepercayaan serta praktik agama satu sama lain merupakan hal yang sangat penting.

Pertanyaannya kemudian, benarkah seorang yang berpuasa perlu minta dihormati?

 

Simak Video Pilihan Ini:

Puasa Itu Tidak Bisa Dideteksi Orang Lain

Ilustrasi puasa, buka puasa, sahur
iustrasi buka puasa. (Photo by Dan DeAlmeida on Unsplash)

Mengutip alif.id, puasa itu hanya untuk dan milik Allah. Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan bahwa “semua amal ibadah anak Adam kembali kepadanya kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku, dan Aku (Allah) yang membalasnya.”

Secara lahiriyah, seseorang yang berpuasa tidak mudah atau bahkan sulit dideteksi kalau ia sedang menjalankan puasa. Artinya, puasa sebagai amal ibadah tidak bisa dilihat proses dan aktifitasnya kecuali orang yang sedang puasa itu sendiri.

Berbeda dengan seseorang yang shalat, teman atau orang di sekelilingnya pasti bisa melihat aktifitas ibadah ini. Demikian pula dengan orang yang melaksanakan sedekah, aktifitasnya juga bisa dilihat setidaknya oleh orang yang diberi sedekah.

Keistimewaan ibadah puasa seperti itu mengisyaratkan kepada kita bahwa puasa sebenarnya menekankan pada aspek mental-personal yang tidak dapat dijangkau oleh penglihatan atau pendengaran. Secara mental, puasa membangun komitmen hubungan antara Allah dan hamba-Nya.

Selama proses berpuasa, seseorang harus menahan diri (imsak) untuk tidak makan-minum atau melalukan hubungan badan (rafats) dalam waktu yang telah ditentukan. Aktifitas menahan diri ini bersifat sangat rahasia. Hanya ada dalam diri dan tidak perlu ditampakkan.

Dalam berpuasa komiten yang rahasia antara Allah dengan hamba ini harus dijaga. Maka, sesunguhnya yang paling tahu bahwa seseorang berpuasa itu adalah dirinya sendiri. Harus ada kejujuran untuk menjalin komitmen dalam berpuasa.

Namun demikian, bisa saja seseorang yang berpuasa keluar dari komitmen itu. Misalnya, dia tetap berpuasa, tidak makan-minum dan melakukan rafats, tetapi melakukan maksiat atau hal-hal yang dapat mencederai nilai puasa seperti melakukan riya, sum’ah, namimah dan lain-lain. Berpuasa seperti ini tentunya tidak sempurna, bahkan mencederai komitmen.

 

Begini Fakta Ibadah Puasa, Masih Butuhkah Dihormati Manusia?

Warung Makan di Sumenep Dilarang Buka Siang Hari Saat Ramadan
Pemilik warung makan di Sumenep bakal dikenai sanksi jika tetap buka saat Ramadan. (Liputan6.com/Mohamad Fahrul)

Baginda Rasulullah mengingatkan, “betapa banyak orang berpuasa tetapi mereka tidak mendapatkan apa- apa (pahala) kecuali rasa lapar dan haus dahaga.” Sabda nabi ini secara jelas menunjukkan bahwa puasa itu bukan sekedar menahan diri untuk tidak makan atau minum.

Komitmen yang dibangun melalui ibadah puasa melibatkan diri pada sejauhmana seseorang mampu memenej hawa nafsunya. Karena hawa nafsu inilah yang dapat merusak komitmen selama proses berpuasa. Musuh utama dalam berpuasa adalah hawa nafsu yang berpotensi merusak komitmen antara Allah dam hamba. Maka, batal-tidaknya atau berkualitas-tidaknya puasa seseorang bergantung pada diri sendiri, bukan faktor eksternal di luar diri.

Barangkali karena bersifat sangat personal, maka Allah begitu sangat menghormati orang yang berpuasa dengan jalan bahwa hanya Allah yang memiliki puasanya orang yang berpuasa: ibadah puasanya tidak secara otomatis kembali kepada diri seseorang. Beginilah cara Allah menghormati orang yang berpuasa.

Lebih dari itu, Allah menjamin orang yang berpuasa dengan doa para malaikat. Artinya, para malaikat akan selalu mendoakan keselamatan kepada mereka yang berpuasa, yang mampu menjaga hawa nafsunya sehingga bisa menjalin kesempurnaan komitmen antara Allah dan dirinya. Jaminan ini telah disebutkan dalam hadis Nabi saw,

“Seorang yang berpuasa akan didoakan oleh para malaikat ketika seseorang memakan makanan di sisinya sampai makanan itu habis.”

Komitmen seseorang yang berpuasa untuk tidak tergoda dengan makana yang dimakan seseorang di dekatnya, menjadi alasan kenapa Allah menjamin orang yang berpuasa untuk mendapatkan doa keselamatan dari malaikat. Jadi, Allah menghormati orang yang berpuasa karena kemampuannya dalam menjaga komitmen antara Allah dan hamba untuk tidak tergiur godaan nafsunya.

Imam Izzudin Abdussalam menyebutkan bahwa salah satu manfaat kenapa puasa itu disyariatkan kepada umat manusia adalah dengan puasa Allah hendak mengangkat derajat seseorang. Melalui puasa derajat seseorang diagungkan dan dimuliakan dengan cara Allah menghormati ibadahnya dan menjaminnya dengan doa-doa malaikat. Inilah cara Allah menghormati orang yang berpuasa.

Oleh karenan itu, jika Allah saja menghormati orang yang berpuasa, maka satu-satunya cara untuk meraih penghormatan itu adalah membangun dan menjaga komitmen antara Allah dengan hamba-Nya. Yaitu, untuk tidak tergoda dan terbuai oleh hawa nafsu sehingga bisa menahan diri untuk tidak makan-minum, berbuat rafats dan melakukan hal-hal yang menodainya. Menjaga komitmen dalam diri merupakan cara terhormat untuk menjalani puasa.

Di bulan Ramadan yang mulia ini, sudahkan kita menjalani puasa dengan penuh komitmen sehingga derajat kita menjadi terhormat di mata Allah? Atau mungkin kita yang malah gila hormat untuk meminta orang di sekitar kita supaya tidak makan-minum di depan kita karena alasan hal itu tidak mengormati orang yang sedang berpuasa.

Penghormatan Allah hanya diberikan orang yang betul-betul berpuasa, bukan berpuasa tetapi minta dihormati.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya