Liputan6.com, Jakarta - Lebaran Idul Fitri identik dengan bagi-bagi uang tunjangan hari raya alias THR. Ya, THR bukan hanya diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya. Kadangkala istilah ini digunakan untuk bagi-bagi uang lebaran kepada saudara.
Menjelang Idul Fitri, tak sedikit orang yang sibuk untuk menukarkan uang. Dari uang satu lembar dipecah menjadi beberapa lembar untuk dibagikan saat hari raya.
Biasanya, tempat-tempat seperti bank, pom bensin, dan ritel memiliki banyak uang recehan seperti pecahan Rp5.000, Rp10.000, atau Rp20.000. Namun, tempat-tempat seperti itu tak selalu bisa menerima penukaran uang, karena butuh juga untuk transaksi dengan pelanggan.
Advertisement
Baca Juga
Alternatif lainnya adalah menukar ke jasa penukaran uang. Karena ini adalah jasa, maka ketika menukarkan uang seringkali nominalnya menjadi kurang atau meminta biaya tambahan.
Sebagai contoh, uang Rp1.000.000 ditukar ke uang pecahan Rp10.000-an. Setelah ditukar, uangnya menjadi Rp950.000. Ada juga yang tetap menjadi Rp1.000.000, namun ditambah biaya penukaran Rp50.000.
Adanya perbedaan jumlah nominal inilah yang menjadi pertanyaan. Apakah jasa tukar uang receh riba atau tidak? Terkait hal ini, pengasuh Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya telah menjelaskannya.
Simak Video Pilihan Ini:
Ada Selisih Uang Masuk Ranah Riba
“Jika di dalam serah terimanya adalah memberikan uang lama Rp1.000.000 kemudian diberikan uang baru Rp900.000, maka ini ada riba karena ada selisih Rp100.000. Menukar uang baru dengan uang lama yang ada selisih nilai adalah riba,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV.
Menurut Buya Yahya, perkara riba tidak dapat ditolerir. Orang yang riba akan mendapatkan dosa.
“Kalau sudah riba ya riba dan dosa di hadapan Allah. Rela gak rela urusannya (tetap) riba,” tegasnya.
Advertisement
Akad Jasa Penukaran Uang
Jika niatnya bekerja di dalam bisnis tersebut di mana uang Rp1.000.000 tetap ditukar Rp1.000.000, itu harus ada akad uang jasa.
“Tinggal berkata, ‘Pak uang jasanya dong. Saya kan nuker’. Jadi, selesai serah terima lalu ada transaksi lain karena memang dia mencari, harus ada akad uang jasa,” kata Buya Yahya.
“Atau ini uang Rp1.000.000 tolong tukar dengan Rp1.000.000, nanti baru kita berikan uang lebih. Lebihnya adalah uang jasanya, jasa yang sesungguhnya,” tambahnya.
Jika demikian, menurut Buya Yahya tidak masuk ke wilayah riba. Namun, jika di dalam penukarannya langsung dikurangi, itu sudah riba.
Buya Yahya mengingatkan bahwa banyak amal baik yang dilakukan tanpa disadari masuk wilayah maksiat, seperti fenomena yang sering ditemukan saat lebaran.
“Maksudnya kan dia dengan uang baru (recehan) mau dikasih hadiah ke orang kan. Kasih hadiah anak kecil Rp5 ribuan bagus-bagus, nyenengin orang, tapi caranya dengan riba. Dapat dosanya, pahalanya belum tentu mampu menutup dosanya. Tak perlu seperti itu,” tutur Buya Yahya.
Berdasarkan penjelasan Buya Yahya, dapat disimpulkan bahwa menukar uang menjadi nominal lebih kecil termasuk riba. Sementara, jika menukar dengan jumlah nominal yang sama dan ada akad jasa, maka itu tidak masuk ranah riba. Wallahu a’lam.