Pesan Gus Baha jika Kelak Meninggal Dunia, Muhasabah

Ada pesan sederhana sekali, jika le;al Gus Baha meninggal. Berikut pesan dan maksudnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jul 2024, 04:30 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2024, 04:30 WIB
Gus Baha
Gus Baha (TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - Gus Baha, seorang ulama terkenal dengan nama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim, dikenal bukan hanya karena ilmunya yang mendalam, tetapi juga karena sikapnya yang sederhana dan rendah hati.

Dalam sebuah ceramah yang dan kisah yang beredar di berbagai media, Gus Baha menyampaikan pesan yang cukup mengejutkan kepada keluarga dan santrinya.

Dalam ceramah tersebut, Gus Baha berpesan kepada anak dan istrinya bahwa ketika ia meninggal dunia nanti, ia meminta agar tidak ada kabar yang disebarkan kepada santri-santrinya.

Dalam Bahasa Jawa, Gus Baha berpesan, menginginkan proses pemakamannya dilakukan dengan cepat dan sederhana, tanpa menunggu kehadiran para santri.

"Bila nanti saya meninggal, tolong kuburkan saya dengan segera. Tidak perlu menunggu santri-santri datang. Bahkan, tidak usah kabari mereka," ujar Gus Baha dengan nada tenang.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Maksud Pesan Gus Baha

Ilustrasi Kematian.
Ilustrasi Kematian. (Photo copyright by Freepik)

Pesan ini menunjukkan sikap Gus Baha yang sangat menghargai kesederhanaan dan tidak ingin merepotkan orang lain, termasuk santri-santrinya.

Gus Baha menambahkan bahwa kematian adalah hal yang wajar dan merupakan bagian dari kehidupan.

Oleh karena itu, ia ingin proses tersebut dijalani dengan tenang dan tanpa banyak ritual yang bisa menunda pemakamannya.

Menurutnya, hal terpenting adalah do'a dan kebaikan yang ditinggalkan, bukan seremonial atau keramaian yang terjadi saat pemakaman.

Pesan Gus Baha ini mencerminkan prinsip hidupnya yang selalu mengedepankan kesederhanaan dan ketenangan.

Mengutip suaramuhammadiyah.com, persoalan kematian,, masa hidup kita di dunia sangat terbatas. Karena setiap yang bernyawa pasti akan mati. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala dalam Surat Ali-Imran ayat 185:

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدْخِلَ ٱلْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ

Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Mengingat Kematian

Ilustrasi meninggal, kematian, makam, kuburan
Ilustrasi meninggal, kematian, makam, kuburan. (Photo by Gabe Pierce on Unsplash)

Berapa usia manusia hidup di dunia adalah rahasia Allah. Kalau sudah saatnya meninggal maka tidak ada yang bisa memajukan maupun mengundurkan.

Siapapun dia, baik konglomerat maupun pejabat, tidak akan mampu mengundur kematian. Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-A’raf ayat 34:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

Artinya: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”

Saat ini sangat jarang ditemui orang yang usianya lebih 100 tahun. Orang yang umurnya sampai 90 tahun saja sudah kita katakan sangat panjang.

Padahal umur segitu sangat pendek jika dibandingkan dengan panjangnya hari akhirat. Maknanya perjalanan kita setelah hidup di dunia masih jauh.

Dan perjalanan kita yang akan jauh itu bekalnya hanya kita siapkan di dunia.

Pembatas antara kita hidup di dunia dengan alam setelahnya adalah kematian. Yaitu berpisahnya ruh dengan jasad kita.

Setelah ruh berpisah dengan jasad maka jasad tidak bisa melakukan aktivitas lagi, baik amal kebaikan dan keburukan. Maka kematian adalah sebagai pemutus bagi orang yang punya kebiasaan maksiat.

Juga kematian adalah sebagai pemutus orang tidak bisa beramal shalih lagi. Maka beruntung bagi yang punya amalan yang tidak ada putusnya walaupun telah meninggal, yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.

Jika kita mengingat masa kematian yang datang dengan tiba-tiba, maka akan berdampak terhadap perilaku kita di dunia ini. Kita akan bersegera mencari bekal untuk masa setelah kematian kita. Bukan sebaliknya menambah beban-beban yang harus dipikul setelah kematian kita.

Rasulullah SAW mengingatkan kita untuk banyak mengingat kematian sebagaimana hadis dari sahabat Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ

Artinya:” Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Rasulullah SAW bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian” (HR Imam Tirmidzi)

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya