Menolak Perjodohan Bukan Durhaka kepada Orangtua Kata Ustadz Hanan Attaki, Caranya Begini

Orangtua tak boleh memaksa anak menikah dengan pilihan yang tidak diinginkannya. Namun, sebagai anak juga harus mempunyai etika dan adab yang baik dalam menolak suatu perjodohan.

oleh Putry Damayanty diperbarui 27 Sep 2024, 07:30 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2024, 07:30 WIB
Potret Ustaz Hanan Attaki yang Tengah Jadi Sorotan, Miliki Hobi Berkuda
Kajian yang gelar oleh Ustaz Hanan Attaki di berbagai kota selalu menarik minat banyak masyarakat. Pasalnya, pria yang identik menggunakan kupluk rajut ini selalu memberikan nuansa yang santai dan gaul di acara kajian. (Liputan6.com/IG/@hanan_attaki)

Liputan6.com, Jakarta - Rezeki dan jodoh setiap orang sudah diatur oleh Sang Pencipta. Tugas manusia adalah berusaha dan berdoa dengan penuh kepasrahan diri kepada Allah SWT.

Salah satunya melalui ikhtiar dari orangtua dengan memilihkan pasangan bagi anaknya. Setiap orangtua tentunya ingin agar sang anak mendapatkan jodoh terbaik yang akan mendampinginya seumur hidup kelak.

Namun, tidak semua anak mau untuk dijodohkan dan lebih memilih untuk menemukan pasangannya sendiri. Tak jarang pernikahan yang diawali dengan perjodohan berujung pada pernikahan yang kurang harmonis, bahkan sampai terjadi perceraian.

Meskipun tentu banyak juga yang cocok dan akhirnya menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Lantas, bagaimanakah pandangan Islam perihal orangtua yang memaksakan kehendak pada anak dalam hal perjodohan?

Pertama, jodoh merupakan pilihan bagi setiap orang. "Nabi SAW saja menyebutkan jangankan laki-laki, bahkan perempuan saja tidak boleh orangtua memaksa menikahkan anaknya dengan orang yang anaknya sendiri tidak berkenan", ujar Ustadz Hanan Attaki, dikutip dari IslamVibes.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Menolak Perjodohan Menurut Ustadz Hanan Attaki

Menikah - Vania
Ilustrasi Cincin pernikahan/https://www.shutterstock.com/Kseniya Maruk

Maka dalam hal ini, beliau juga menegaskan tidak ada hubungannya dengan berbakti ataupun durhaka terhadap orangtua. Ini sebenarnya juga menjadi pertanda bentuk kasih sayang orangtua.

Namun, sang anak juga tidak perlu khawatir atau merasa telah menjadi anak yang durhaka, asalkan dengan syarat menolak secara baik atau tidak bersikap kasar.

"Karena ini (pernikahan) akan kita bawa dalam perjalanan seumur hidup kita, jadi gak bisa dipaksain oleh orang lain. Kita tuh harus ada rasa ngeklik gitu kan," jelasnya.

Hal yang kedua, seseorang harus banyak meminta kepada Allah SWT yang Maha Mengetahui termasuk rahasia jodoh. Orangtua merupakan bagian dari ikhtiar, namun yang lebih tau mana yang terbaik tetap Allah SWT.

"Jodoh itu kan masalah emosional, makanya lebih berat daripada masalah harta. Sehingga harus lebih serius lagi meminta sama Allah,".

Sebagai penutup Ustadz Hanan Attaki juga menyarankan agar seseorang dapat memperbanyak riyadhoh, misalnya melalui puasa senin-kamis, sholat tahajud ataupun memperbanyak amalan dzikir dan sholawat.

"Coba lakukan beberapa riyadhoh dan dawamkan itu dalam waktu yang lama. Jangan pernah tinggalkan setiap hari. Nanti, Allah akan memberikan taufik yang menjadi jalan kemana hati akan tertuju," pungkasnya.

Pendapat Ulama Lainnya

ilustrasi cincin pernikahan.
Ilustrasi cincin pernikahan. (iStockphoto)

Mengutip dari laman NU Online, merujuk penjelasan Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam salah satu kitabnya, bahwa orang tua tidak boleh memaksa anaknya menikah dengan orang yang tidak mereka inginkan. Sebab, kebanyakan dari pernikahan yang dihasilkan karena paksaan menjadi musibah besar dalam sebuah rumah tangga, dan ujung-ujungnya hanyalah perceraian bukan keharmonisan dan kasih sayang. Selain itu, Islam sangat tidak membenarkan adanya praktik seperti ini. Dalam kitabnya disebutkan:

لاَ يَجُوْزُ إِكْرَاهُ الْبَالِغَةِ عَلىَ النِّكَاحِ: بِكْرًا كَانَتْ أَوْ ثَيِّبًا. وَكَمْ لِلْإِكْرَاهِ مِنْ بَلاَيَا وَنَكبَاتٍ وَعَوَاقِبَ وَخيمَةٍ، إِنَّ الْاِسْلاَمَ يَأْبَاهُ كُلَّ الْإِبَاءِ

Artinya: “Tidak boleh memaksa wanita yang sudah baligh untuk menikah, baik yang masih gadis maupun yang sudah janda. Betapa banyak pemaksaan hanya menimbulkan petaka, bencana, rintangan dan keburukan. Sungguh Islam menolaknya dengan benar-benar menolak.” (Sayyid Muhammad, Adabul Islam fi Nizhamil Usrah, [Makah al-Mukarramah: 1423], halaman 66).

Senada dengan pendapat di atas adalah pendapat Syekh Musthafa as-Suyuthi ar-Rahibani dalam salah satu kitabnya, ia mengatakan bahwa orang tua tidak memiliki hak untuk memaksa anaknya menikah dengan orang yang menjadi pilihan orang tuanya. Bahkan, tidak termasuk durhaka andaikan anak menolak terhadap pemaksaan tersebut. Dalam kitabnya ia mengatakan:

وَلَيْسَ لِوَالِدَيْهِ إلْزَامُهُ بِنِكَاحِ مَنْ لَا يُرِيدُ نِكَاحَهَا لِعَدَمِ حُصُولِ الْغَرَضِ بِهَا، فَلَا يَكُونُ عَاقًّا بِمُخَالَفَتِهِمَا ذَلِكَ

Artinya: “Tidak boleh bagi kedua orang tua memaksa anaknya agar menikah dengan orang yang tidak ia kehendaki, karena tidak akan tercapai tujuan dengannya, sehingga ia (anak) tidak termasuk durhaka andaikan menolak keduanya dalam hal itu (pernikahan).” (Syekh Musthafa ar-Rahibani, Mathalibu Ulin Nuha fi Syarhi Ghayatil Muntaha, [Damaskus, Maktab al-Islami: 1961], juz V, halaman 90).

Selain beberapa pendapat di atas, salah seorang ulama terkemuka abad ini, yaitu Syekh Ali Jum’ah juga sepakat dengan pendapat di atas. Dalam pandangannya, seorang anak laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk menentukan masa depannya menikah dengan siapa, dan orang tua sama sekali tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam hal itu. Dalam konteks ini, orang tua hanya diperbolehkan memberikan nasihat, arahan dan pendapat. Selebihnya ia tidak boleh memaksa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya