Kisah Ning Winda Menangis Dapati Gus Baha dalam Kondisi Ini, Sisi Lain Ulama yang Jarang Diketahui

Gus Baha mengatakan, jadi ulama itu berat bahwa terkadang ia harus makan sambil melakukan kegiatan lain, seperti menonton TV atau bercengkerama dengan anak-anaknya.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Okt 2024, 03:30 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2024, 03:30 WIB
Gus Baha dan Ning Winda
Gus Baha dan Ning Winda (Facebook/Muridus Shodiqin)

Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, seorang ulama yang dikenal karena kesederhanaan dan kebijaksanaannya, pernah menceritakan momen ketika sang istri, Ning Winda menangis melihat dirinya tampak pucat setelah makan.

Dalam kisah tersebut, ia menyampaikan bahwa kehidupan seorang ulama bukanlah sesuatu yang mudah, terutama dalam menjaga keseimbangan antara tugas-tugas spiritual dan kebutuhan hidup sehari-hari.

"Tenan, kulo mboten sombong. Bojo kulo nate nangisi kulo gara-gara ngertos kulo pucet," ujar Gus Baha, menggambarkan situasi tersebut dengan penuh kejujuran.

Keseharian Gus Baha tak jarang diwarnai dengan tekanan yang tak terlihat dari luar. Setelah makan, sang istri Gus Baha bertanya, “Gus ono opo?” yang dijawab oleh Gus Baha dengan penuh pengertian.

"Ya kulo jawabe, yo iki rasane dadi ulama. Wis ngene iki nasibe dadi ulama."

Baginya, tekanan yang ia rasakan berasal dari tanggung jawab berat seorang ulama yang harus mengayomi umat dengan segala keterbatasan fisik.

Dalam sebuah ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @alqolbumutayyam89, Gus Baha berbagi bahwa terkadang ia harus makan sambil melakukan kegiatan lain, seperti menonton TV atau bercengkerama dengan anak-anaknya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Jadwal Makan yang Tak Teratur

Gus Baha 1
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (SS TikTok)

"Mulakno kulo sering mangan nyambi nonton TV kadang mangan nyambi karo anak. Kalau ndak, ya ndak bisa," ucapnya.

Hal ini menggambarkan betapa padatnya aktivitas seorang ulama yang harus menjalani peran ganda, baik sebagai pemimpin spiritual maupun kepala keluarga.

Menurut Gus Baha, menjadi seorang ulama bukan hanya soal memiliki pengetahuan agama yang mendalam, tetapi juga tentang bagaimana tetap menjaga aspek kemanusiaan yang ada dalam diri.

"Rasane dadi ulama ya itu, karena tadi, ini penting untuk basyariah," jelasnya. Gus Baha menekankan pentingnya aspek kemanusiaan atau al-basariah dalam kehidupan seorang ulama, sebagaimana Rasulullah Muhammad juga menunjukkan sisi-sisi kemanusiaannya.

Sikap rendah hati dan empati kepada umat adalah hal yang selalu dijunjung oleh para ulama. Gus Baha mengingatkan bahwa meskipun ulama dihormati, mereka tetap manusia biasa yang memiliki kelemahan fisik.

"Ulama itu orang paling dihormati, itu Rasulullah Muhammad paling dihormati ulama," tambahnya, menjelaskan posisi mulia ulama di mata umat, namun tetap menekankan bahwa mereka tidaklah sempurna.

Meski dihormati oleh banyak orang, para ulama, termasuk Rasulullah Muhammad, juga memiliki sisi-sisi manusiawi seperti sakit dan lapar.

"Meski demikian, semua ulama menanamkan bahwa Nabi Muhammad punya ala'rad albasariah, punya sisi kemanusiaan," lanjut Gus Baha.

Ini Pesan Mendalam dari Kisah Ini

Bisa melihat Nabi Muhammad SAW dalam mimpi
Ilustrasi (Sumber: Pinterest.com/kalbarsatu id)

Hal ini penting untuk diingat, agar umat tidak menganggap ulama sebagai sosok yang tidak pernah mengalami kesulitan hidup.

Dalam ceramahnya, Gus Baha juga memberikan contoh bahwa Rasulullah Muhammad juga mengalami hal-hal manusiawi, seperti sakit dan rasa lapar.

"Kal marodi wal aqli, contohone koyo loro ambek mangan, paham nggih?" kata Gus Baha, mengingatkan bahwa meski Rasulullah Muhammad adalah utusan Allah, beliau tetap manusia yang merasakan penderitaan fisik.

Justru karena aspek kemanusiaan itulah, Nabi Muhammad berhasil mendudukkan Allah sebagai Yang Maha Kuasa, dan dirinya sebagai hamba yang patuh.

"Karena justru dengan sifat ini Nabi Muhammad ra bakal dianggap anake pangeran," tambah Gus Baha. Dengan menunjukkan sifat manusiawi, Rasulullah berhasil membawa pesan bahwa Allah-lah yang Maha Kuasa, sementara manusia harus tetap rendah hati sebagai hamba-Nya.

Gus Baha menegaskan bahwa keberhasilan Nabi Muhammad sebagai nabi bukan hanya karena posisinya sebagai utusan Allah, tetapi juga karena beliau tetap menempatkan dirinya sebagai manusia yang membutuhkan Allah.

"Dan itu sukses dadi nabi, mergo mendudukkan Allah sebagai Allah, sing hamba tetap sebagai hamba," tegasnya. Rasulullah adalah contoh sempurna bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan ketundukan kepada Allah.

Di akhir ceramahnya, Gus Baha mengutip salah satu frasa penting dalam Islam yang menegaskan hubungan antara Allah dan Rasulullah. "Disebut Muhammadun abduhu wa rasuluh," ungkapnya, menutup ceramahnya dengan penekanan bahwa Rasulullah adalah hamba Allah dan utusan-Nya.

Gus Baha mengajak umat untuk selalu meneladani sikap rendah hati Rasulullah, meskipun beliau adalah sosok yang sangat dihormati.

Kisah yang disampaikan Gus Baha ini menggambarkan bahwa kehidupan seorang ulama tidak selalu mudah. Meskipun mereka dihormati, mereka tetap harus menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari seperti halnya manusia pada umumnya.

Dari kisah ini, kita dapat belajar bahwa menjadi ulama tidak hanya tentang memimpin umat, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan antara tugas spiritual dan kebutuhan manusiawi.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya