Liputan6.com, Jakarta - Menjalin rumah tangga tentunya banyak sekali ujian dan cobaan. Cobaan yang umum di masyarakat ialah faktor finansial. Tidak sedikit rumah tangga bercerai dengan alasan karena suami tidak mampu menafkahi anak dan istri.
Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya menjelaskan bahwa nafkah suami untuk istri dan anaknya merupakan amanah bagi seorang kepala rumah tangga.
Advertisement
"Tentunya dalam rumah tangga itu cara melihatnya kita harus punya macam-macam kacamata. Orang normal, suami cukup istri cukup, maka suami yang cukup ini biasa ngasih nafkah. Kalau gak ngasih nafkah, gila dia, masa anaknya nggak dikasih makan," kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Buya Yahya, Ahad (15/12/2024).
Advertisement
Baca Juga
Jika suami tidak mampu memberi nafkah, jangan langsung digugat cerai. Menurut Buya Yahya, harus dilihat dahulu bagaimana kondisi suaminya. Sebab, ada karakter orang yang bangkrutan meskipun sudah berusaha sepenuhnya.
"Contoh ada pada zaman nabi ada seorang perempuan mengadu ke Rasulullah. ‘Ya Rasulullah saya punya suami nggak pernah ngasih nafkah ke saya’. Lalu nabi bertanya. ‘Terus kamu makannya pakai apa?’ ‘Alhamdulillah ada peninggalan kurma dari orang tua saya. Masih bisa makan. Cuma, masa saya terus yang nomboki ya Rasulallah?’," kata Buya Yahya mengisahkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Mencukupi yang Ada
Rasulullah dengan sifat keadilannya memberikan jawaban dengan dua pilihan. "Kalau memang suamimu tidak bisa memberikan nafkah sama sekali, maka seorang istri boleh minta cerai," kata Rasulullah.
"Ya Rasulallah, masa gara-gara ini harus cerai? Ada pilihan lain ya Rasulallah?" tanya wanita tersebut.
"Pilihan yang kedua adalah seperti yang sudah kamu lakukan, kamu yang mencukupinya. Pun karena suamimu juga memang tidak mampu mencari rezeki. Kamu yang mencukupi, maka saat itu kamu mendapatkan pahala yang berlipat-lipat. Pahala sedekah, menyenangkan suami," kata Rasulullah.
"Ya Rasulullah, aku memilih yang kedua saja, biar aku yang mencukupi, biar aku dapat pahala yang berlipat-lipat. Pun juga suamiku tidak bisa memberikan nafkah karena memang dia tidak bisa bekerja," ujar wanita tersebut.
"Sungguh benar pilihanmu," kata Rasulullah SAW.
Buya Yahya menjelaskan bahwa ketika suami tidak mampu menafkahi, maka istri memang diperbolehkan menggugat cerai. Akan tetapi, bagi wanita cerdas, selagi dia mampu mencukupi dirinya sendiri maka bercerai bukanlah suatu solusi.
Advertisement
Hukum Istri Gugat Cerai karena Nafkah Kurang Terpenuhi
Mengutip NU Online, dalam konteks istri menggugat cerai karena nafkah yang kurang terpenuhi, mengacu pada syarat pertama yaitu: “Suami tidak mampu memberikan nafkah, pakaian dan tempat minimum, bukan makanan tambahan” [Sayyid Abdurrahman bin Husain bin Umar al-Hadrami dalam Bughyatul Mustarsyidin fi Talkhishi Fatawa Ba’dil Aimmah minal Mutaakhirin].
Dengan demikian, maka jika suami tidak dapat memenuhi kewajiban ini, artinya tidak mampu memberikan makanan, pakaian, atau tempat tinggal paling sedikit, maka istri berhak untuk mengajukan gugatan cerai.
Lantas, seperti apakah ukuran paling sedikit dalam memberi nafkah dalam konteks ini, sehingga ketika suami tidak memenuhi, istri bisa mengajukan gugatan cerai?.
Standar Nafkah Minimum
Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairami, dalam kitabnya menjelaskan bahwa standar nafkah minimum ini adalah mencakup makanan, pakaian dan tempat. Masing-masing dari ketiganya ini memiliki standar minimum tersendiri. Standar minimum makanan, misalnya, yaitu kewajiban suami untuk memberikan makanan satu mud kepada istrinya.
أَقَلُّ النَّفَقَةِ الْوَاجِبِ وَهُوَ مُدٌّ فَخَرَجَ مَا لَوْ أَعْسَرَ الْمُتَوَسِّطُ، أَوْ الْمُوسِرُ، عَمَّا وَجَبَ عَلَيْهَا فَلَا فَسْخَ لَهَا. قَوْلُهُ: وَالْإِعْسَارُ بِالْكِسْوَةِ، أَيْ بِأَقَلِّ الْكِسْوَةِ وَيُرَادُ بِأَقَلِّ الْكِسْوَةِ مَا لَا بُدَّ مِنْهُ بِخِلَافِ نَحْوِ السَّرَاوِيلِ وَالْمُكَعَّبِ فَإِنَّهُ لَا فَسْخَ بِذَلِكَ. قَوْلُهُ: وَالْمَسْكَنِ، أَيْ أَقَلُّ الْمَسْكَنِ فَلَا تَفْسَخُ إذَا وَجَدَ الْمَسْكَنَ وَلَوْ غَيْرَ لَائِقٍ بِهَا
Artinya: “Nafkah minimum yang wajib itu adalah satu mud. Maka tidak termasuk apabila suami yang berpenghasilan sedang atau orang kaya mengalami kesulitan, dari nafkah yang wajib diberikan pada istrinya, maka tidak ada gugatan cerai. Maksud dari ketidakmampuan dalam hal pakaian, yaitu pakaian paling sedikit yang wajib wajib darinya, berbeda dengan pakaian seperti celana atau pakaian yang terbuat dari bahan tertentu, maka tidak ada gugatan cerai dengan hal itu. Maksud dari tempat tinggal, yaitu tempat tinggal paling sedikit. Maka istri tidak boleh gugat talak, jika sudah memiliki tempat tinggal sekalipun tidak layak baginya.” (Hasyiyatul Bujairami ‘alal Khatib, [Beirut: Darul Kutub Ilmiah, tt], jilid XI, halaman 418-419).
Secara umum, mud sebagaimana didefinisikan oleh Syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili adalah satu takaran sebesar cakupan dua telapak tangan orang dewasa dan ini harus berupa makanan pokok di suatu negara, misalnya beras (jika di Indonesia). Dalam kitabnya ia mengatakan,
وَالْمُدُّ: حفْنَةُ مِلْءِ الْيَدَيْنِ الْمُتَوَسِّطَتَيْنِ
Artinya: “Satu mud adalah cakupan ukuran penuh dua telapak tangan pada umumnya.” (al-Fiqhul Islami wa Adilatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz II, halaman 910).
Mud merupakan satuan ukuran yang tidak mudah dikonversikan menjadi satuan berat. Beberapa ulama menganggap bahwa satu mud setara dengan berat sekitar 0,6 kilogram. Menurut pandangan ulama Syafi'iyah, satu mud beras, misalnya, setara dengan berat sekitar 675 gram atau 6,75 ons beras. Sedangkan jika dikonversikan ke uang rupiah, +- 15.000 rupiah.
Dengan demikian, jika mengacu pada beberapa penjelasan yang telah dipaparkan, istri melakukan gugatan cerai karena nafkah kurang terpenuhi tergantung pada konteks yang ada dan terjadi dalam hubungan keluarganya.
Jika nafkah yang kurang terpenuhi tersebut berhubungan dengan tiga kewajiban nafkah yakni makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang paling sedikit, maka ia boleh untuk mengajukan gugatan cerai.
Namun, jika kewajiban nafkah primer suami sudah terpenuhi semuanya, hanya saja istri tidak mendapatkan nafkah lebih, seperti makanan yang enak, pakaian yang nyaman dan tempat tinggal yang mewah, ia tidak boleh mengajukan gugatan talak, karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam syariat Islam.
Wallahu a’lam