Kenapa Sunan Ampel Gunakan Diksi 'Sembahyang' daripada Sholat?

Salah satu pendekatan yang digunakan oleh Sunan Ampel adalah mengganti kata "sholat" dengan kata "sembahyang". Hal ini dilakukan agar masyarakat lebih mudah menerima dan memahami ajaran Islam.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Des 2024, 05:30 WIB
Diterbitkan 15 Des 2024, 05:30 WIB
Sunan Ampel
Sunan Ampel. (Liputan6.com/Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Jakarta - Sunan Ampel, yang dikenal sebagai salah satu dari Walisongo, memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Sejak kecil hingga remaja, ia dididik langsung oleh ayahnya, Syekh Ibrahim Asmorokondi, yang juga merupakan seorang ulama besar pada masanya. Pendidikan agama yang diterima Sunan Ampel dari ayahnya membentuk dasar yang kokoh dalam perjalanan dakwahnya.

Sunan Ampel dikenal dengan pendekatannya yang sangat bijak dan penuh kasih sayang dalam berdakwah. Ia tidak hanya mengajarkan ajaran Islam secara teoritis, tetapi juga mengajarkan umat untuk memahami dan mengamalkan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu strategi dakwah yang paling terkenal dari Sunan Ampel adalah cara beliau mengganti istilah yang lebih familiar dengan masyarakat Jawa pada saat itu.

Salah satu pendekatan yang digunakan oleh Sunan Ampel adalah mengganti kata "sholat" dengan kata "sembahyang". Hal ini dilakukan agar masyarakat lebih mudah menerima dan memahami ajaran Islam. Pendekatan ini terbukti efektif karena masyarakat Jawa pada waktu itu sudah akrab dengan kata "sembahyang" yang memiliki konotasi religius, meskipun sebelumnya lebih sering digunakan dalam konteks agama Hindu dan Budha.

Penggunaan kata "sembahyang" untuk menggantikan "sholat" menjadi salah satu langkah strategis yang memudahkan dakwah Islam di masyarakat. Dalam tayangan video yang dinukil dari kanal YouTube @santri.langgar, dijelaskan bahwa perubahan kata tersebut dilakukan untuk menyelaraskan dengan tradisi masyarakat yang lebih familiar dengan istilah tersebut. Hal ini membuktikan bahwa Sunan Ampel sangat memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat dalam menjalankan dakwah.

Selain mengganti kata sholat dengan sembahyang, Sunan Ampel juga mengganti nama mushola menjadi langgar. Langgar merupakan istilah yang lebih mudah diterima oleh masyarakat Jawa, sehingga orang-orang tidak merasa asing dengan tempat ibadah yang baru ini. Pendekatan seperti ini menunjukkan bahwa Sunan Ampel sangat memahami kebutuhan dan budaya masyarakat setempat dalam menjalankan dakwah.

Selain itu, Sunan Ampel juga berperan penting dalam menciptakan istilah "santri". Kata santri yang kita kenal sekarang, sebenarnya diadaptasi dari bahasa Sansekerta, yaitu "syastri" yang artinya adalah orang yang mengetahui kitab suci. Sebelum digunakan dalam konteks Islam, kata ini lebih dikenal dalam agama Hindu. Dengan mengadaptasi kata ini, Sunan Ampel menciptakan identitas baru bagi para pengikutnya yang belajar agama Islam.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Sunan Ampel Berhasil Melakukan Pendekatan Melalui Budaya

ilustrasi sholat. ©2020 Merdeka.com
ilustrasi sholat. ©2020 Merdeka.com

Masyarakat Jawa yang awalnya terikat dengan tradisi Hindu dan Budha, mulai mengenal Islam berkat pendekatan yang ramah dan menyentuh kehidupan mereka sehari-hari. Dengan mengganti istilah-istilah tertentu yang sudah dikenal, Sunan Ampel berhasil menjembatani perbedaan budaya dan agama dengan cara yang halus dan penuh pengertian.

Sunan Ampel tidak hanya mengubah kata-kata, tetapi juga memadukan antara ajaran Islam dan adat istiadat masyarakat setempat. Pendekatan dakwah yang dipraktikkan Sunan Ampel dianggap sangat berhasil karena beliau tidak memaksakan ajaran Islam dengan cara yang kaku. Sebaliknya, Sunan Ampel mengajarkan Islam dengan penuh kelembutan, sehingga masyarakat pun merasa nyaman untuk menerima ajaran tersebut.

Dengan pendekatan dakwah yang bijaksana ini, banyak masyarakat yang akhirnya memeluk agama Islam. Berkat perjuangan Sunan Ampel, ajaran Islam tersebar luas di Pulau Jawa dan banyak orang yang tertarik untuk mempelajari agama Islam secara mendalam. Tidak sedikit orang yang datang kepada Sunan Ampel untuk mempelajari agama Islam dengan penuh kesungguhan.

Sunan Ampel, yang memiliki nama asli Raden Rahmat, diperkirakan lahir pada tahun 1401 Hijriah di Aceh. Ia adalah putra dari Syekh Ibrahim Asmorokondi, yang juga merupakan keturunan dari Rasulullah SAW melalui jalur Sayidina Husain. Hal ini menunjukkan bahwa Sunan Ampel berasal dari keluarga yang sangat dihormati dalam masyarakat Islam pada masa itu.

Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 di Demak, dan beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya. Sebagai seorang ulama dan pendakwah, Sunan Ampel meninggalkan warisan yang sangat berharga, baik dalam hal dakwah maupun dalam pengajaran agama Islam yang berkelanjutan di masyarakat Jawa.

Sunan Ampel memiliki sembilan anak yang meneruskan perjuangan dakwah beliau. Di antaranya adalah Sunan Bonang, Sunan Derajat, dan Syarifah, yang merupakan istri dari Sunan Kudus. Beberapa anak Sunan Ampel juga menikah dengan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Islam di Pulau Jawa, seperti Dewi Murtasiah yang menikah dengan Sunan Giri dan Dewi Asikoh yang menikah dengan Sunan Kalijaga.

 

Peran Besar Sunan Ampel dalam Penyebaran Islam di Jawa

Masjid Sunan Ampel di Surabaya
Masjid Sunan Ampel di Surabaya. (Dok: Instagram https://www.instagram.com/p/CMKnmDsAsjF/?igsh=cWRwYXRud29jNWww)

Dengan perjuangan dakwah yang dilakukan Sunan Ampel, banyak orang yang akhirnya memeluk agama Islam, dan hal ini semakin memperkuat keberadaan Islam di Pulau Jawa. Perubahan yang dilakukan Sunan Ampel dalam mengganti kata-kata dan menyesuaikan istilah-istilah agama dengan budaya setempat adalah salah satu kunci sukses dalam menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat.

Pentingnya dakwah yang mengedepankan kebudayaan setempat dan tidak memaksakan ajaran agama menjadi pelajaran berharga dalam memahami cara-cara penyebaran Islam di Indonesia. Sunan Ampel telah menunjukkan bahwa dakwah yang efektif adalah dakwah yang bisa mengakomodasi kebutuhan dan kebiasaan masyarakat setempat tanpa mengorbankan nilai-nilai agama.

Melalui perjuangan Sunan Ampel, ajaran Islam semakin berkembang pesat di Pulau Jawa, dan sampai saat ini Islam telah menjadi agama mayoritas di Indonesia. Para Wali Songo, termasuk Sunan Ampel, berjasa besar dalam membimbing umat untuk memahami Islam dengan cara yang penuh hikmah dan kebijaksanaan.

Masyarakat yang pada awalnya terikat dengan adat dan tradisi agama lain, akhirnya dapat menerima Islam dengan hati yang lapang. Hal ini membuktikan bahwa dakwah yang penuh kasih sayang dan tidak memaksakan kehendak dapat membuahkan hasil yang luar biasa. Sunan Ampel menjadi salah satu teladan bagi umat dalam menjalankan dakwah dan membangun hubungan yang harmonis antara agama dan budaya.

Melalui kisah Sunan Ampel, kita bisa belajar bahwa dakwah yang efektif tidak hanya mengandalkan kekuatan kata-kata, tetapi juga pendekatan yang bijaksana dan penuh pengertian terhadap budaya dan tradisi yang ada. Dengan cara ini, ajaran Islam dapat diterima dengan lebih mudah dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.

Semua perjuangan dakwah yang dilakukan oleh Sunan Ampel dan Wali Songo lainnya telah membuahkan hasil yang luar biasa, menjadikan Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia. Semangat dakwah mereka terus menginspirasi umat Islam di seluruh dunia untuk terus menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang penuh hikmah dan kasih sayang.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya