Liputan6.com, Jakarta - Kematian adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari oleh siapa pun. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT menegaskan, “Setiap jiwa pasti merasakan mati,” (QS Ali ‘Imran: 185). Namun, bagi sebagian orang, kematian masih menjadi hal yang menakutkan. Apa yang menyebabkan rasa takut itu?
Ustadz Adi Hidayat (UAH) memberikan penjelasan menarik tentang hal ini. Dalam sebuah tayangan yang dikutip dari kanal YouTube @masyaallahbrotherr, UAH menyampaikan bahwa ada dua alasan utama seseorang merasa takut menghadapi kematian.
Alasan pertama adalah keterikatan yang terlalu tinggi pada dunia, dan yang kedua adalah dosa yang belum ditobati. “Orang beriman itu harus siap mati kapan saja. Kalau masih takut, berarti ada dua masalah: terlalu tercantol dengan dunia atau ada maksiat yang belum ditaubati,” ujar UAH.
Advertisement
Sebagai seorang muslim, persiapan menghadapi kematian tidak hanya sebatas ucapan, tetapi memerlukan langkah nyata. Dalam hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, disebutkan bahwa orang cerdas adalah mereka yang mempersiapkan bekal untuk kehidupan setelah mati. Sebaliknya, orang yang mengikuti hawa nafsu duniawi disebut sebagai orang yang lemah.
Allah SWT pun memberikan panduan agar manusia mempersiapkan kematian dengan cara memperbanyak amal saleh. Dalam QS Al-Kahfi ayat 110, Allah berfirman: “Barang siapa yang mengharapkan bertemu Tuhannya maka hendaklah melakukan amal shalih dan janganlah menyekutukan ibadah terhadap Tuhannya dengan suatu apa pun.” Amal saleh ini harus dilakukan dengan ikhlas dan sesuai tuntunan syariat.
Namun, UAH mengingatkan bahwa amal sholeh saja tidak cukup jika seseorang masih membanggakan amalnya atau merasa lebih baik dari orang lain. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa tidak ada seorang pun yang masuk surga karena amalnya, melainkan karena rahmat Allah SWT. “Benarkan niatmu dalam beramal,” demikian pesan Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Tips Agar Tak Takut Mati
Selain amal saleh, menjauhi perbuatan tercela juga menjadi langkah penting. Perbuatan maksiat, sekecil apa pun, dapat menciptakan noda hitam dalam hati, membuat seseorang enggan menerima kebenaran, dan malas beribadah. Para ulama salaf memberikan contoh bagaimana mereka sangat berhati-hati, bahkan dalam hal yang mubah sekalipun, untuk menjaga kejernihan hati.
Sementara mengutip nu.or.id, Syekh Abu Said al-Khadimi menjelaskan bahwa menjaga diri dari keharaman (wira’i) memiliki beberapa tingkatan, mulai dari meninggalkan perkara haram hingga meninggalkan hal mubah yang tidak membawa manfaat. Semakin tinggi tingkat kewaspadaan seseorang terhadap perbuatan yang tidak diridai Allah, semakin besar pula kedudukannya di sisi-Nya.
Selain itu, UAH menegaskan pentingnya bertobat. Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, tetapi yang terpenting adalah segera memperbaiki diri. “Jangan tunda tobat, karena kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput,” ujarnya. Bertobat adalah bentuk kesadaran diri untuk kembali kepada Allah, memperbaiki kesalahan, dan tidak mengulanginya.
Bagi orang yang beriman, kematian seharusnya bukanlah sesuatu yang ditakutkan, tetapi momen yang dinantikan sebagai pertemuan dengan Sang Pencipta. Dalam pandangan Islam, dunia adalah tempat persinggahan sementara untuk mempersiapkan bekal menuju kehidupan akhirat yang kekal.
Namun, UAH juga mengingatkan agar tidak berlebihan dalam memandang kematian. “Kematian itu pasti, tetapi jangan sampai kita hanya fokus pada kematian dan melupakan kehidupan dunia. Sebab, dunia adalah ladang amal kita,” jelasnya.
Tips lainnya yang diberikan UAH adalah memperbanyak mengingat mati. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian.” Mengingat mati akan mendorong seseorang untuk lebih berhati-hati dalam berperilaku dan memperbaiki hubungan dengan sesama.
Advertisement
Pahami Esensi Kematian
Sebagai langkah konkret, UAH menyarankan agar setiap muslim memiliki target harian untuk memperbaiki diri, baik melalui ibadah, sedekah, maupun berbuat baik kepada orang lain. Target ini akan membantu seseorang memanfaatkan waktunya dengan lebih produktif.
Dalam menghadapi kematian, UAH menekankan pentingnya memiliki husnul khatimah, yaitu akhir yang baik. Untuk mencapainya, seseorang harus senantiasa menjaga keimanan, memperbaiki diri, dan meningkatkan kualitas ibadahnya.
Kematian adalah jembatan yang menghubungkan kehidupan dunia dengan akhirat. Dengan memahami hakikat kematian, seseorang tidak hanya akan siap menghadapinya, tetapi juga menjalani kehidupan dengan lebih bermakna.
UAH pun mengingatkan bahwa persiapan terbaik menghadapi kematian adalah dengan terus memperbaiki hubungan dengan Allah dan sesama. “Ketika kita telah siap, kematian bukan lagi sesuatu yang menakutkan, melainkan gerbang menuju kehidupan yang lebih baik,” tutupnya.
Dengan memahami esensi kematian, semoga setiap individu dapat mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, sehingga kelak dapat meraih kehidupan akhirat yang diridai Allah SWT.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul