Sentilan Pedas Buya Yahya: Muslim Ikut Foya-Foya Merayakan Tahun Baru Masehi, Umat Nasrani Malah Khusyuk di Gereja

Buya Yahya menyoroti kebiasaan yang sering muncul pada perayaan tahun baru Masehi, seperti hura-hura dan foya-foya, serta tindakan kemaksiatan yang banyak terjadi di tengah keramaian.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Des 2024, 00:30 WIB
Diterbitkan 30 Des 2024, 00:30 WIB
Pengasuh LPD Al Bhajah, KH Yahya Zainul Ma'arif alias Buya Yahya. (YouTube Al Bahjah TV)
Pengasuh LPD Al Bhajah, KH Yahya Zainul Ma'arif alias Buya Yahya. (YouTube Al Bahjah TV)

Liputan6.com, Jakarta - Tahun baru Masehi telah menjadi tradisi yang banyak dirayakan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun, bagi umat Islam, perayaan tahun baru Masehi ini sering menimbulkan pertanyaan dan perdebatan.

Salah satunya adalah pertanyaan tentang apakah umat Islam boleh ikut merayakan tahun baru Masehi atau tidak. Dalam sebuah tayangan video yang dikutip dari kanal YouTube @albahjah-tv, KH Yahya Zainul Ma'arif, atau yang lebih dikenal sebagai Buya Yahya, memberikan penjelasan tentang pandangannya terkait perayaan tersebut.

Seseorang dalam video tersebut bertanya mengenai perayaan tahun baru Masehi yang akan datang. Pertanyaan ini relevan untuk mengetahui bagaimana seorang muslim merespons, termasuk tahun baru 2025 kali ini.

“Kenapa umat Islam ikut merayakan tahun baru Masehi, apakah itu diperbolehkan?” tanya sang penanya.

Ia mengungkapkan bahwa beberapa orang yang mengerti agama merasa bingung, karena banyak yang ikut merayakan tahun baru tersebut hanya karena pemerintah merayakannya. "Kita ikut karena tahun baru itu digunakan oleh pemerintah," ujar penanya tersebut.

Mendengar pertanyaan itu, Buya Yahya menjelaskan bahwa masalah yang perlu dibahas bukan terletak pada tanggal atau hari tahun baru Masehi, melainkan pada kebiasaan dan budaya yang menyertainya.

Tahun baru Masehi bukan yang dipermasalahkan, tetapi kebiasaan dan budaya yang terjadi di tahun baru tersebut,” jelas Buya Yahya. Menurutnya, perayaan tahun baru Masehi sering kali diwarnai dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Sebagai contoh, Buya Yahya menyoroti kebiasaan yang sering muncul pada perayaan tahun baru Masehi, seperti hura-hura dan foya-foya, serta tindakan kemaksiatan yang banyak terjadi di tengah keramaian. “Kebiasaan-kebiasaan jelek seperti itu yang perlu dihentikan,” kata Buya Yahya, mengingatkan bahwa di malam tahun baru, banyak orang yang terjebak dalam tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain, seperti mabuk-mabukan dan perkelahian.

Selain itu, Buya Yahya juga memperhatikan fenomena di Indonesia, di mana meskipun mayoritas penduduknya adalah umat Islam, perayaan tahun baru Masehi seringkali menjadi ajang hura-hura yang melibatkan banyak orang.

"Di Indonesia, kaum musliminnya mayoritas, tetapi alun-alun penuh dengan keramaian, sementara banyak orang Nasrani yang lebih khusyuk berdoa di gereja," ujar Buya Yahya. Ia menunjukkan bahwa banyak umat Islam yang justru ikut terjebak dalam perayaan tersebut.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Hal Ini yang Jadi Sorotan Buya Yahya

kata kata tahun baru
ilustrasi tahun baru ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion

Masalah utama yang disorot Buya Yahya adalah kecenderungan umat Islam untuk mengikuti budaya yang berasal dari orang kafir, tanpa mempertimbangkan apakah budaya tersebut sesuai dengan ajaran Islam.

“Kita tidak melihat akibatnya di masa depan, kita hanya ingat kejadian-kejadian buruk yang terjadi setelah merayakan tahun baru, seperti pertengkaran atau bahkan kematian,” tegasnya. Dalam pandangannya, mengikuti budaya yang tidak islami adalah hal yang sangat tidak dianjurkan dalam agama.

Menurut Buya Yahya, meskipun tahun baru Masehi digunakan oleh negara, umat Islam seharusnya tidak merayakannya dengan cara yang tidak sesuai dengan ajaran agama. “Kalau masalah hari, kita pakai hari tanggal mereka, tetapi seharusnya kita membiasakan diri dengan tahun Hijriah,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa banyak kewajiban agama yang terkait dengan kalender Hijriah, seperti menentukan waktu ibadah dan mengetahui usia anak dalam konteks ibadah.

Dalam konteks ini, Buya Yahya mengingatkan bahwa ibadah umat Islam tidak ada hubungannya dengan tahun Masehi. “Ibadah dalam Islam berkaitan dengan tahun Hijriah, bukan tahun Masehi,” katanya. Oleh karena itu, merayakan tahun baru Masehi, terutama dengan cara yang bertentangan dengan ajaran agama, adalah sesuatu yang sebaiknya dihindari.

Al-Qur'an sendiri, lanjut Buya Yahya, mengingatkan umat Islam untuk tidak mengikuti budaya orang kafir. "Ada kelompok dari kalian yang akan mengikuti budaya orang di luar Islam, bukan hanya akidah, tetapi juga kebiasaan mereka," katanya. Dalam hal ini, Buya Yahya mengingatkan agar umat Islam tidak terbawa arus mengikuti budaya yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Selain itu, Buya Yahya juga menegaskan bahwa umat Islam harus bangga dengan identitas keislamannya dan tidak terjebak dalam kebiasaan-kebiasaan yang tidak islami. "Jangan dianggap remeh, merayakan tahun baru Masehi lalu lupa dengan tahun baru Hijriah. Itu adalah kemunafikan," katanya dengan tegas. Menurutnya, hal ini bisa menjadi musibah besar dalam kehidupan umat Islam.

Mengenai perayaan tahun baru Masehi di luar Indonesia, Buya Yahya memberikan contoh dari beberapa negara seperti Cina, Amerika, dan Eropa, di mana perayaan tahun baru Hijriah tidak pernah menjadi perhatian mereka. “Di negara-negara itu, meskipun mereka tahu tentang tahun Hijriah, mereka tidak punya keinginan untuk merayakannya,” ujarnya. Hal ini menunjukkan bahwa perayaan tahun baru Masehi adalah budaya yang tidak harus diikuti oleh umat Islam di seluruh dunia.

Namun, Buya Yahya mengajak umat Islam untuk beralih dari merayakan tahun baru Masehi kepada kegiatan yang lebih bermanfaat, seperti pengajian atau maulid Nabi. “Daripada ikut-ikutan merayakan tahun baru Masehi, lebih baik kita rubah acara itu dengan cara mengadakan pengajian atau maulid Nabi,” sarannya. Ini adalah salah satu alternatif yang lebih baik, yang bisa memberikan manfaat spiritual bagi umat Islam.

Banggalah dengan Identitas Islam

Ilustrasi tahun baru bersama pacar
Ilustrasi tahun baru bersama pacar. (Image By Freepik)

Buya Yahya mengajak umat Islam untuk mengikuti tradisi salafus saleh, yang selalu berusaha mengubah masyarakat dengan budaya yang salah menjadi budaya Islami. “Tradisi salafus saleh mengajarkan kita untuk mengislamkan budaya, untuk mengubah kebiasaan yang salah menjadi budaya yang sesuai dengan ajaran Islam,” ujarnya. Dalam hal ini, Buya Yahya berharap umat Islam dapat melaksanakan perayaan yang membawa keberkahan, bukan keburukan.

Beberapa ulama di Indonesia sudah memulai langkah ini dengan mengadakan acara pengajian di alun-alun pada malam tahun baru, untuk menggantikan perayaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. “Di Cirebon, Indramayu, Brebes, dan Tegal, sudah ada yang mengadakan acara semacam ini,” kata Buya Yahya. Hal ini menunjukkan adanya upaya dari para ulama untuk mengarahkan umat Islam kepada kegiatan yang lebih bermanfaat.

Selain itu, Buya Yahya menegaskan bahwa meskipun acara tersebut diadakan pada malam tahun baru Masehi, tujuannya bukan untuk merayakan tahun baru, tetapi untuk mengenalkan umat Islam dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. “Kita tidak merayakan tahun baru Masehi, tetapi kita merayakan Maulid Nabi, membaca selawat, dan mengingat Allah,” jelas Buya Yahya. Dengan cara ini, umat Islam bisa tetap menjaga nilai-nilai agama, meskipun pada malam tahun baru.

Buya Yahya juga mengingatkan bahwa umat Islam harus bisa memanfaatkan momen perayaan tahun baru untuk kebaikan. “Kita harus mengarahkan anak-anak kita untuk tidak larut dalam budaya yang salah, tetapi mengenalkan mereka kepada Islam,” katanya. Dengan mengadakan pengajian dan acara Islami, umat Islam bisa tetap memperingati tahun baru dengan cara yang sesuai dengan ajaran agama.

Namun, Buya Yahya mengingatkan bahwa perubahan tidak akan terjadi dengan mudah. “Ini adalah pekerjaan yang tidak mudah, tetapi kita harus mulai dari sekarang untuk membuat perubahan,” ujar Buya Yahya. Perubahan dalam masyarakat memerlukan waktu dan kesabaran, tetapi ini adalah langkah yang penting untuk menjaga umat Islam agar tidak terjebak dalam budaya yang tidak Islami.

Buya Yahya menekankan bahwa perubahan ini harus dimulai dari diri kita sendiri. “Kalau kita ingin merubah masyarakat, kita harus mulai dari diri kita terlebih dahulu,” ujarnya. Dengan mengutamakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, umat Islam bisa menjaga diri dari kemaksiatan dan pengaruh budaya yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Akhirnya, Buya Yahya menegaskan bahwa umat Islam harus bangga dengan identitas keislamannya. “Jangan terjebak dalam budaya yang tidak Islami, karena itu adalah musibah besar,” tegas Buya Yahya. Dengan mengikuti ajaran Islam dan menghindari budaya yang tidak sesuai dengan agama, umat Islam akan selalu berada di jalan yang benar.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya