Tak Sholat dan Menolak Syahadat di Akhir Hayat, Apa Pemakamannya Diperlakukan sebagai Muslim?

Situasi menjadi sulit ketika ia menolak anjuran sang kiai untuk memperbanyak membaca dua kalimat syahadat dan istighfar.

oleh Liputan6.com Diperbarui 20 Feb 2025, 11:30 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2025, 11:30 WIB
Proses Pemindahan Jenazah Mpok Nori untuk Disalatkan
ilustrasi prosesi pemakaman jenazah muslim. (Liputan6.com/Helmi Afandi)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Dikisahkan ada seseorang yang sejak kecil rajin mengaji dan sholat, tetapi berubah setelah merantau ke ibu kota. Dahulu ia dikenal sebagai Muslim yang taat, namun setelah berkeluarga dan terpengaruh oleh suatu aliran, ia mulai meninggalkan ajaran Islam yang benar.

Dalam aliran yang ia anut, sholat tidak lagi dilakukan sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW, melainkan cukup dengan duduk atau sekadar mengingat Allah. Keyakinan ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mewajibkan sholat dengan tata cara tertentu sebagaimana yang telah disyariatkan.

Dikutip dari Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB (www.piss-ktb.com), dalam kolom tanya jawab disebutkan, ketika orang tersebut sakit parah, keluarganya mengundang seorang kiai untuk ngalap berkah dan mendoakan kesembuhan. Namun, situasi menjadi sulit ketika ia menolak anjuran sang kiai untuk memperbanyak membaca dua kalimat syahadat dan istighfar.

Penolakannya terhadap kalimat syahadat menimbulkan pertanyaan besar mengenai status keislamannya. Apalagi, istrinya pun mengikuti aliran yang sama dan dalam doanya lebih sering menyebut "Tuhan" daripada lafaz Allah, padahal ia fasih melafalkan nama Allah. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaa bagaimana pemakamannya jika ia meninggal dunia, apakah boleh dengan tata cara Islam?

Di laman tersebut di jelaskan, dalam Islam, seseorang yang masih mengakui kewajiban sholat dan rukun Islam lainnya, meskipun lalai dalam pelaksanaannya, tetap dihukumi sebagai Muslim. Jika ia meninggal dunia, jenazahnya harus dimandikan, dikafani, disholati, dan dikuburkan secara Islam.

Namun, keadaan berbeda jika seseorang secara sadar mengingkari kewajiban syariat Islam. Mengingkari hal-hal yang sudah jelas merupakan bagian dari ajaran Islam dapat menyebabkan seseorang keluar dari agama Islam, atau disebut sebagai murtad.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Begini jika Menolak Syahadat

Kaligrafi Syahadat (Gambar oleh Gordon Johnson dari Pixabay)
Kaligrafi Syahadat (Gambar oleh Gordon Johnson dari Pixabay)... Selengkapnya

Dalam kasus ini, ketika seseorang menolak membaca syahadat di akhir hidupnya dan tidak mengakui Nabi Muhammad SAW, maka hal itu menjadi tanda bahwa ia telah berpaling dari Islam.

Para ulama menyepakati bahwa seseorang yang meninggal dalam keadaan murtad tidak berhak mendapatkan perlakuan jenazah layaknya seorang Muslim. Ia tidak dimandikan, tidak dikafani dengan cara Islam, tidak disholati, dan tidak dikuburkan di pemakaman Muslim.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam berbagai kitab fikih, bahwa orang yang meninggalkan Islam dengan sadar dan tanpa paksaan, maka ia tidak memiliki hak-hak sebagai seorang Muslim, baik dalam kehidupan maupun setelah wafatnya.

Lebih lanjut, jika seseorang murtad dan meninggal dunia tanpa bertobat, maka haknya sebagai wali dalam pernikahan juga gugur, serta tidak memiliki hak waris atas harta keluarganya yang Muslim.

Bahkan, para ulama menjelaskan bahwa seorang murtad tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya yang masih Muslim, sebagaimana ia juga tidak dapat mewarisi harta kerabatnya yang Muslim.

Keputusan ini didasarkan pada prinsip bahwa warisan dalam Islam hanya berlaku antara sesama Muslim. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ

"Tidak mewarisi orang kafir dari orang Muslim, dan tidak pula orang Muslim dari orang kafir." (HR. Bukhari dan Muslim).

Tidak Memperlakukan dengan Cara Islam, Bukan Diskriminatif

Kaligrafi Syahadat
Kaligrafi Syahadat (Gambar oleh UIE 1470 dari Pixabay)... Selengkapnya

Dalam konteks ini, keputusan untuk tidak memperlakukan jenazah seseorang yang murtad dengan tata cara Islam bukanlah tindakan diskriminatif, melainkan berdasarkan aturan syariat yang jelas.

Islam memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk kembali kepada ajaran yang benar hingga akhir hayatnya. Namun, jika seseorang menolak kesempatan tersebut, maka ia menanggung akibat dari pilihannya sendiri.

Oleh karena itu, penting bagi seorang Muslim untuk selalu menjaga keimanan dan tidak terpengaruh oleh aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang lurus.

Peristiwa seperti ini menjadi pengingat bagi umat Islam agar senantiasa berpegang teguh pada syariat yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan diwariskan oleh para ulama.

Selain itu, keluarga juga memiliki peran penting dalam menjaga akidah anggota keluarganya, agar tidak mudah terpengaruh oleh ajaran yang bertentangan dengan Islam.

Jika ada anggota keluarga yang mulai menyimpang, maka hendaknya mereka diberikan pemahaman yang benar tentang Islam dan diajak kembali ke jalan yang lurus.

Bimbingan dari ulama dan guru agama sangat diperlukan agar seseorang tidak tersesat dalam keyakinan yang keliru dan tetap berada dalam naungan Islam.

Sebagai Muslim, kita juga perlu mendoakan agar Allah SWT senantiasa menjaga iman dan Islam kita hingga akhir hayat, serta memberikan hidayah kepada mereka yang telah tersesat agar kembali kepada kebenaran.

Semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi kita semua untuk terus berpegang teguh pada Islam dan menjaga keimanan hingga akhir hayat.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya