Liputan6.com, Jakarta - Rezeki sering kali menjadi topik yang membingungkan banyak orang. Ada yang merasa sudah bekerja keras, tetapi tetap hidup susah dalam keterbatasan. Sementara itu, ada yang tampak santai dan tidak memiliki keahlian khusus, tetapi justru hidup berkecukupan.
Dalam Al-Qur'an, Allah menegaskan bahwa kendali atas segala sesuatu berada di tangan-Nya. Salah satu ayat yang menegaskan hal ini terdapat dalam Surat Yasin: biyadihî malakûtu kulli syai’iw wa ilaihi turja‘ûn, yang berarti “dalam genggaman-Nya segala kerajaan dan kepada-Nya-lah kalian dikembalikan.”
Advertisement
Ulama ahli tafsir asal Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, menjelaskan bahwa konsep rezeki tidak bisa hanya diukur dengan usaha dan kepintaran seseorang. Banyak kejadian di dunia yang menunjukkan bahwa rezeki bukanlah hasil dari logika manusia semata.
Advertisement
Gus Baha mengisahkan bahwa ada banyak orang yang mendalami ilmu ekonomi dengan serius, tetapi hidup dalam kemiskinan. Sebaliknya, ada orang yang tampak tidak memiliki kemampuan akademis, tetapi justru memiliki kekayaan berlimpah.
Penjelasan yang dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @MauidhohHasanahChannel, di mana Gus Baha mengajak jamaah untuk merenungkan bagaimana rezeki benar-benar berada dalam kendali Allah.
Menurutnya, fenomena ini bukanlah sesuatu yang kebetulan. Ada banyak kiai yang memiliki ilmu dan doa, tetapi hidupnya sederhana. Sementara itu, ada orang yang tidak pernah berdoa, tetapi memiliki harta melimpah.
Dalam sebuah hadis qudsi, Nabi Musa pernah bertanya kepada Allah tentang hal ini. Nabi Musa merasa heran mengapa ada orang yang sangat bodoh, tetapi diberikan rezeki yang besar. Sementara itu, ada orang yang pintar dalam urusan ekonomi, tetapi hidup dalam kekurangan.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Contoh dalam Kehidupan Nyata
Allah menjawab pertanyaan Nabi Musa dengan penegasan bahwa rezeki bukan ditentukan oleh kepintaran atau usaha seseorang, melainkan murni atas kehendak-Nya. Allah ingin menunjukkan bahwa manusia tidak bisa mengendalikan rezekinya sendiri.
Gus Baha kemudian memberikan contoh dalam kehidupan nyata. Tidak jarang, orang yang pintar justru bekerja di bawah orang yang kurang pintar. Pemilik usaha sering kali bukan orang yang ahli di bidangnya, tetapi mereka justru menguasai bisnis dan memperkerjakan orang-orang yang lebih pintar.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kepemilikan rezeki bukanlah soal kecerdasan, tetapi lebih kepada ketetapan yang diberikan oleh Allah.
Banyak orang merasa bahwa dengan ilmu dan strategi bisnis, mereka bisa mengendalikan rezeki mereka sendiri. Padahal, dalam kenyataannya, ada banyak faktor yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia.
Gus Baha menegaskan bahwa memahami konsep ini bisa membuat seseorang lebih tenang dalam menjalani hidup. Sebab, tidak ada gunanya berlebihan dalam kekhawatiran tentang rezeki yang sudah ditentukan oleh Allah.
Bagi orang yang memiliki rezeki berlimpah, seharusnya hal ini menjadi ladang syukur, bukan kesombongan. Sebab, kekayaan yang dimiliki bukanlah semata hasil usaha pribadi, melainkan pemberian dari Allah.
Sebaliknya, bagi yang merasa kekurangan, tidak perlu berkecil hati. Sebab, bukan berarti mereka kurang berusaha, tetapi mungkin memang Allah memberikan rezeki dalam bentuk yang berbeda.
Advertisement
Macam-Macam Rezeki
Ada banyak rezeki yang tidak berbentuk materi, seperti kesehatan, ketenangan hati, dan kebahagiaan dalam keluarga. Semua itu juga merupakan bentuk kekayaan yang tidak bisa diukur dengan harta.
Gus Baha mengingatkan bahwa rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia masih dalam kandungan. Oleh karena itu, usaha yang dilakukan tetap harus dibarengi dengan doa dan tawakal.
Jika seseorang hanya mengandalkan kepintaran tanpa tawakal, maka dia bisa mengalami kekecewaan ketika realitas tidak sesuai dengan harapannya.
Sebaliknya, jika seseorang menyadari bahwa rezeki berasal dari Allah, maka dia akan lebih tenang dalam menghadapi setiap ujian hidup.
Gus Baha juga menyampaikan bahwa dalam Islam, bekerja tetap menjadi kewajiban. Namun, hasil akhirnya tetap bergantung pada ketetapan Allah.
Orang yang memahami konsep ini tidak akan iri dengan rezeki orang lain dan lebih fokus pada usahanya sendiri. Sebab, setiap orang memiliki bagian rezekinya masing-masing yang tidak akan tertukar.
Dengan pemahaman ini, seseorang bisa lebih ikhlas dalam menjalani hidup dan tidak mudah tergoda untuk mengambil jalan pintas demi mengejar kekayaan.
Pada akhirnya, konsep rezeki yang diajarkan oleh Islam mengajarkan keseimbangan antara usaha, doa, dan tawakal.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
