Pakar Hukum Unsoed Nilai Harusnya Terdakwa Korupsi Asabri Divonis Mati

Pakar Hukum Unsoed juga mendorong agar jaksa mengajukan banding atas vonis nihil dalam kasus korupsi Asabri dengan terdakwa Heru Hidayat

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jan 2022, 02:00 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2022, 02:00 WIB
Palu hakim
Ilustrasi palu hakim pengadilan. (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Purwokerto - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho menilai putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang memvonis pidana nihil dalam perkara korupsi Asabri atas terdakwa Heru Hidayat sebagai putusan yang kurang bermakna.

"Ini saya kira sebuah putusan yang kurang bermakna karena Heru itu kan kejahatan pertamanya (kasus korupsi) Jiwasraya, kejahatan kedua Asabri. Kalau dilihat suatu kejahatan yang terus-menerus sehingga putusan atas kejahatan kedua harus merupakan pemberatan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu, dikutip Antara.

Oleh karena dalam perkara korupsi Asuransi Jiwasraya diputus dengan pidana seumur hidup, kata dia, Heru Hidayat dalam kejahatan yang kedua dalam kasus korupsi Asabri seharusnya divonis pidana mati.

"Jadi ya tidak pidana nol atau nihil, harusnya pidana mati karena aspek tujuan pemidanaan itu untuk memperbaiki, bukan bicara nihil dan tidak nihil," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, tujuan pemidanaan bermakna untuk memperbaiki dan mencegah agar orang lain tidak melakukan suatu kejahatan.

"Apalagi kejahatan ini kejahatan asuransi yang sangat mencederai dalam bidang perasuransian ke depan," katanya.

Terkait dengan putusan pidana nihil tersebut, Hibnu menilai hakim kurang konsisten, kurang progresif, dan kurang melihat perhatian masyarakat yang begitu besar terhadap kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus korupsi tersebut.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Putusan Mengecewakan

Menurut dia, putusan tersebut sangat mengecewakan karena dalam melihat perkaranya harus selaras dengan perbuatan pertama dan kedua serta dengan tingkat kerugian yang luar biasa.

"Atas putusan pidana nihil tersebut, jaksa penuntut umum wajib mengajukan banding. Bukan harus, tapi wajib banding," kata Hibnu.

Seperti diwartakan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis nihil kepada Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat ditambah kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp12,643 triliun.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primer dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana nihil," kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (18/1).

Vonis tersebut berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menuntut agar Heru Hidayat dijatuhi hukuman mati.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya