Kuliner Malam Jumat: Kelezatan Soto Lamongan Pertama di Jakarta dengan Potongan Daging Tebal

Sudah berusia puluhan tahun, apa yang membuat soto Lamongan pertama di Jakarta tetap dicari tak sedikit orang?

oleh Asnida Riani diperbarui 22 Nov 2018, 20:45 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2018, 20:45 WIB
Kuliner Jakarta
Soto Lamongan Jaya Agung, kuliner Jakarta. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Jakarta - "Kambing 10, soto ayam satu, gulai satu," salah satu pegawai Soto Lamongan Jaya Agung berteriak pada juru masak. Suaranya kadang tertindih deru jalan Ibu Kota, sesekali malah bersaing dengan nyanyian pengamen yang menghampiri meja demi meja.

Begitulah suasana setiap harinya di kedai yang berada tak jauh dari perempatan Jl. H. Agus Salim atau lebih dikenal dengan kawasan Sabang, Jakarta Pusat, tersebut. Bukan baru satu-dua tahun, 'adegan' ini sudah berlangsung sejak 1970-an.

"Awal mulanya, kaki lima di seberang jalan waktu zaman (gubernur) Pak Ali Sadikin. Sekitar 5-10 tahun di kaki lima, terus ada yang nawarin tanah kosong di sini, langsung pindah," kata Sudjono, adik Djali Suprapto yang merupakan pemilik Soto Lamongan Jaya Agung saat ditemui di Liputan6.com di kedainya, Rabu, 21 November 2018.

Saat pertama berjualan, menu yang ditawarkan kedai ini berupa soto ayam, soto Madura, gulai, dan satai kambing. Baru pada 2000, ditambahkan sop kaki dan sate ayam. "Orang Bogor bilang, soto tertua itu ada di Sarinah, di sini ini. Mereka sudah mengakui kalau ini memang soto Lamongan pertama di Jakarta," ceritanya.

Sudjono menuturkan, nama soto Lamongan sendiri merupakan pemberian pelanggannya. "Kita kan jualannya soto ayam, tapi karena kita orang Lamongan, orang Jakarta lama-lama pesannya, 'Pak, soto Lamongan satu ya'. Jadi, ya terus begitu sampai sekarang," paparnya.

Lama berjualan, Sudjono juga merasakan masa-masa kurang enak. "Ada dulu waktu masih di kaki lima, orang makan nggak bayar, mangkuk ditinggal, sendok ditinggal. Tiap hari kami beli mangkuk, beli sendok. Dulu itu zamannya preman. Dibiarin, lama-lama pergi sendiri," kenangnya.

Sudjono mengatakan, pelanggan Soto Lamongan Jaya Agung sebenarnya itu-itu saja. "Bapak sama ibu sudah menikah, belum ada anak, nanti datang ke sini lama-lama sama anaknya. Ada juga yang dari pacaran, nikah, nanti punya anak, makannya tetap di sini. Pelanggannya memang nggak jauh," tuturnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rahasia Kelezatan Soto Lamongan Pertama di Jakarta

Kuliner Jakarta
Soto Lamongan Jaya Agung, kuliner Jakarta. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Sudah berjualan puluhan tahun, tentu ada komitmen yang dijaga Soto Lamongan Jaya Agung. "Resepnya tetap sama. Tetap dari Pak Djali ya rempah-rempah kayak kunyit, daun pala. Mereka (juru masak) jaga terus. Bumbu racikannya pagi dikasih, sore dirasa kurang ya ditambahin. Yang kerja sudah tahu rasanya," kata Sudjono.

Sebelum pensiun beberapa waktu lalu, lelaki 75 tahun itu memang menurunkan resep bumbu rahasia pada sang adik yang sekarang bertanggung jawab atas operasional si warung soto. "Nggak cuma ke saya (menurunkan resep bumbu rahasia), tapi ke pekerja juga," jelas Sudjono.

Mempertahankan rasa itulah yang juga jadi asalan kedai soto ini tidak membuka cabang di manapun. "Repot. Repot jaga rasanya kalau kata kakak saya," ujar Sudjono. Dengan potongan ayam besar-besar, semangkuk soto Lamongan berisi taoge, kentang, bihun, dan kol. "Ada penyesuaian dengan selera masyarakat Jakarta. Jadi, kami tambahin tomat," katanya.

Sementara, soto Madura berisi daging-dagingan dan jeroan seperti babat dan paru. Kuah keduanya tak memakai santan, lain dengan gulai. Tak hanya sajian berkuah, satai di sini juga punya keunikan tersendiri.

"Satai pakai kacang tanah, dicampur kacang mede cuma 10 persen. Jangan terlalu halus. Supaya pas digigit ada teksturnya. Orang Madura senang halus, kalau kita pas dirasa beda. Jadi, memang punya customer masing-masing," tuturnya.

Kuliner Jakarta
Soto Lamongan Jaya Agung, kuliner Jakarta. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Juga, kedai soto ini hanya memberi daging fillet bagian dada. Kemudian, warung soto legendaris ini juga punya cara tersendiri untuk mengolah daging kambing agar menghasilkan rasa berbeda.

"Makanya soal harga, kami memang beda karena yang lain itu rata-rata beli per ekor untuk satai. Jadi, kan bisa dicampur bagian lain," paparnya. 

"Kalau sudah dipotong, jangan dicuci. Beda dengan Madura yang dikasih bumbu pas dibakar, di sini, sebelum dibakar, dagingnya dicelup ke kuah soto panas yang dikasih kecap, garam, dan minyak goreng. Matang, baru dikasih bumbu kacang atau kecap. Terus, kulit ari dibuang, ditaruh ke gulai. Jadi, itu sate memang daging semua," imbuhnya. 

Buka setiap hari dari pukul 10 pagi hingga 1 dini hari, Soto Lamongan Jaya Agung membanderol harga Rp 57 ribu untuk 10 tusuk sate kambing, sate ayam Rp 36 ribu, lalu soto ayam, sop kaki, soto Madura, dan gulai Rp 27 ribu. Rata-rata per bulan, omzet yang diraih mencapai puluhan juta rupiah.

"Ya namanya orang jualan, kan ada sepi, ada ramainya. Tapi, alhamdulillah masih cukup," tuturnya.

Sudjono menambahkan, pihaknya memang sengaja tak ikut dalam semarak pemesanan makanan via online. "Nggak mau ke online yang kayak betul-betul pemesanannya. Kami cuma ada di Go Mart. Saya mau orang datang, ngerasain suasana, sensasi makan di sini. Jalanannya, makanannya," katanya.

Dengan letak cukup strategis dan makanan yang kelezatannya sudah dibuktikan puluhan tahun, maukah Anda mampir ke Soto Lamongan Jaya Agung? Atau, jangan-jangan malah sudah jadi pelanggan tetapnya?

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya