Â
Liputan6.com, Jakarta - Mutiara Alisya Bilqis, nama remaja Surabaya yang kini duduk di kelas 2 SMA Negeri 7 Surabaya. Penggiat Karang Taruna di Kampung Genteng Candirejo itu menjadi penggerak sekelilingnya agar lebih peduli pada sampah.
Di kampungnya yang menjadi salah satu desa wisata itu, Bilqis merintis layanan pinjaman bagi para ibu rumah tangga sejak empat tahun lalu. Syaratnya, mereka harus menggunakan uang itu untuk usaha produktif.
Advertisement
Besaran pinjaman relatif kecil, sekitar Rp200 ribu hingga Rp500 ribu. Pinjaman yang diterima dibayar dengan menggunakan sampah anorganik yang bisa dijual lagi.
Baca Juga
Peminjam pertama bergerak dalam usaha pengolahan belimbing wuluh. Jenis sayuran itu diolah menjadi berbagai macam produk, seperti jus, manisan, dan saus. Dari satu pengusaha, Kampung Candirejo kini memiliki 15 pengusaha dengan produk berbeda-beda.
"Ada sinom, sari kedele, bir pletok, kunyit asam, temulawak, jahe secang, sari apel," ia menjabarkan, ditemui usai peluncuran Yuk Mulai Bijak Plastik di Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2019.
Modal yang dipinjamkan kepada para ibu, sambung Bilqis, sebenarnya merupakan dana yang mengendap di Bank Sampah. Di sisi lain, ia mengetahui tentang Siola, sentra pemasaran produk UKM di Surabaya yang bisa dimanfaatkan untuk menjual produk ibu-ibu rumah tangga.
Ia pun melihat ada potensi mengembangkannya lebih jauh. Buktinya, produk makanan dan minuman dari kampungnya sering mengisi goodie bag yang akan diberikan klien pada tamunya.
"Penghasilan ibu-ibu yang pinjam ke bank sampah itu sekarang Rp2 jutaan," kata dia.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terinspirasi Orangtua
Bilqis mengaku inspirasi memberdayakan masyarakat sekitar sambil mengadvokasi warga soal peduli sampah dari orangtuanya. Sang ayah, kata dia, juga kerap menjadi pembicara, bahkan juri perlombaan soal lingkungan.
Ayahnya pula yang mendorongnya untuk terjun di karang taruna. "Ibu saya selalu bilang kerja seperti ini harus sabar karena enggak dibayar sementara yang dihadapi orangnya macam-macam," celotehnya.
Ia juga pernah mengalami kejadian tak mengenakkan saat awal mengelola pinjaman modal berbayar sampah. Ia bahkan mengaku sempat sakit hati atas omongan pedas tetangga.
"Tapi ya saya maju terus saja," cetusnya.
Setelah usahanya kini relatif mapan, Bilqis mulai berkonsentrasi untuk mengejar target baru. Ia ingin sekolahnya memiliki bank sampah dan lebih peduli lingkungan.
"Aku SD, SMP sekolah di sekolah adiwiyata. Biasa pakai tumbler, lingkungannya terjaga. Nah di sekolah yang ini, enggak. Botol-botol plastik dijual bebas, enggak ada bank sampah juga. Jadi sekarang sedang cari cara supaya bisa (ada bank sampah)," tuturnya.
Advertisement