Kuliner Malam Jumat: Apa Kabar Martabak Legendaris Pecenongan Kini?

Apa yang membuat Martabak 65a Pecenongan bisa bertahan dan tetap ramai pelanggan sejak 1970 sampai sekarang?

oleh Henry Hens diperbarui 19 Sep 2019, 21:02 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2019, 21:02 WIB
Martabak 65a Pecenongan
Martabak 65a Pecenongan. (Liputan6.com/Henry)

Liputan6.com, Jakarta - Malam itu kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat, tak terlalu. Padahal di malam Sabtu kawasan kuliner yang banyak menawarkan tempat makanan hits seperti martabak kekinian, ramai disesaki pengunjung.

Bahkan seorang pemilik warung rokok mengungkapkan kalau kawasan kuliner di Pecenongan sedang sepi pengunjung dalam beberapa bulan terakhir. Namun setelah mampir di kedai Martabak Bandung 65a Pecenongan, kesan sepi justru terbantahkan.

Sekitar pukul 21.00, awalnya memang hanya ada satu pembeli sedang menunggu martabak pesanannya. Tapi tak lama kemudian, pembeli mulai berdatangan.

Para karyawan yang tadinya duduk santai, mulai sibuk membuat dan mengemas martabak. Belum lagi para pengemudi ojek online yang semakin banyak datang untuk memesan martabak manis maupun martabak telur dengan beragam variasi rasa.

Menurut sang pemilik, Daniel, biasanya memang ada jam-jam tertentu para pembeli ramai berdatangan. "Kita buka dari siang, biasanya jam makan siang lumayan ramai. Setelah itu menjelang sore dan menjelang malam biasanya paling ramai. Kalau malam diatas jam 8 biasanya mulai ramai lagi sampai menjelang tutup," ungkapnya saat ditemui Liputan6.com, baru-baru ini.

Ia pun bercerita kalau usaha martabak ini sudah diritis sejak 1970 oleh ayahnya, Agustinus. Bermodalkan ilmu martabak yang didapatkan dari kakaknya di Bandung Agustinus yang pernah menjadi sales obat akhirnya memutuskan untuk berjualan martabak.

"Waktu itu belum ada penjual martabak di Jakarta, kalaupun ada ya masih sedikit. Jadi, kedai martabak yang didirikan ayah saya ini termasuk pelopor penjual martabak di Jakarta," terangnya.

Sejak awal Agustinus memilih tempat di kawasan Pecenongan dan tidak berubah sampai sekarang. Padahal saat itu daerah Pecenongan masih sepi, tapi ternyata makin ramai dan berkembang bahkan menjadi salah satu pusat wisata kuliner. "Kalau dulu cuma di satu tempat di nomor 65a, sekarang yang 65b juga sudah punya kita dari beberapa tahun lalu," ujar Daniel.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pencetus Martabak Kekinian

Martabak 65a Pecenongan
Martabak 65a Pecenongan. (Liputan6.com/Henry)

Tempat ini awalnya diberi nama Martabak Bandung Asli Pecenongan No 65a. Tetapi karena kebiasan masyarakat yang biasa menyebut nama jalan, maka diganti jadi Martabak Pecenongan.

Tapi kemudian ada beberapa penjual martabak muncul di kawasan tersebut. Lalu, namanya diubah lagi menjadi Martabak 65a Pecenongan untuk membedakannya dari warung martabak lainnya.

Daniel sendiri mulai terjun meneruskan usaha ayahnya pada 2011. Ia sendiri juga mempunyai usaha di bidang lain. Berbagai perubahan dilakukan Daniel untuk menghadapi persangan yang makin ketat. Misalnya dengan membuat kemasan yang lebih menarik dan memaksimalkan promosi di media sosial seperti Instagram. Pada 2012 mereka memelopori martabak manis dengan berbagai isi seperti Nutella, Ovomaltine, dan Toblerone.

"Kita bisa dibilang memulai tren martabak kekinian pada 2012. Itu awalnya berasal dari usulan pelanggan. Lalu kita coba bikin dan kita unggah di media sosial. Dan ternyata mulai banyak yang suka dan jadi booming, terus mulai diikuti sama penjual yang lain," tutur Daniel.

Ia juga mengungkapkan ada seorang artis yang ikut membantu martabak kekinian kreasinya jadi dikenal luas. "Waktu itu Rio Dewanto ikut posting di Instagramnya dan banyak yang lihat, ya kita jadi ikut kebantu juga," sambung Daniel.

Inovasi lainnya, mereka menjual martabak tipis (martips) dalam kemasan yang juga dijual di sejumlah supermarket. Martips seharga Rp50 ribu ini tahan sampai sekitar 10 bulan tanpa bahan pengawet.Ke depan, mereka juga akan meluncurkan kemasan yang lebih kecil lagi untuk dijual di sejumlah minimarket. 

Menjaga Rasa dan Kualitas

Martabak 65a Pecenongan
Martabak 65a Pecenongan. (Liputan6.com/Henry)

Selain melakukan inovasi, ada kiat gerai martabak ini bisa bertahan sampai sekarang? Menurut Daniel, rasa martabak di tempatnya tetap sama dari dulu sampai sekarang, konsisten dan tak pernah mengurangi kualitas walaupun harga-harga naik, termasuk saat krisis moneter pada 1998.

Mereka berani menaikkan harga sedikit demi tetap mempertahankan rasa dan kualitas. Saat ini harga martabak manis dan telur di Martabak 65a Pecenongan, rata-rata sekitar Rp100 ribu sampai Rp160 ribu. Khusus untuk martabak manis bisa dibeli setengah porsi dengan harga sekitar Rp80 ribu.

Selain martabak kekinian, ada juga martabak pizza dan klasik. Ada enam pilihan adonan untuk martabak manis, yaitu Original, Pandan, Green Tea, Red Velvet, Talas dan Kopi. Untuk martabak telur, ada yang isi daging ayam, sapi, ikan tuna, kornet dan mi samyang, dengan berbagai topping seperti cheese melt dan keju mozzarella.

Yang pasti saat disodori menu ada banyak pilihan tersedia dengan beragam variasi rasa. Gerai martabak ini buka setiap hari dari pukul 11 siang sampai sekitar pukul 12 malam.

Soal harga, Daniel memaklumi kalau banyak yang menyebutnya mahal. “Kita bisa dibilang martabak premium, karena dibuat dari bahan-bahan terbaik dan kualitasnya selalu terjaga,” tandasnya.

Saat mengakhiri wawancara sekitar pukul 23.20, masih ada beberapa pengunjung dan ojek online yang antre menunggu pesanan mereka. Mungkin benar seperti dikatakan Daniel, jangan pernah mengurangi kualitas sehingga rasanya tetap konsisten dari awal berdiri sampai sekarang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya