Liputan6.com, Jakarta - Dengan gerobak sederhana berawarna biru tosca, Pak Min sehari-hari menjual satai dan tongseng kambing. Dilansir dari akun Twitter @javafoodie_, 26 Januari 2020, tempat jualan Pak Min tepatnya di Jalan Letjen Suprapto, dekat Hotel Citra Indah, Yogyakarta.Â
Ia menggelar jualannya dengan mengontrak di sebuah tanah kosong yang belum di bangun rumah. Di sana, Pak Min meyediakan kursi dan meja untuk pembeli yang ingin makan di tempat.
Sudah berjualan selama lebih dari 30 tahun, satai dan tongseng Pak Min dikenal enak. Tak heran Pak Min hanya berjualan tak sampai setengah hari. Ia mengungkap, saat mulai berjualan pukul 11.00 WIB, dagangannya bisa habis pada pukul 17.00 WIB.
Advertisement
Baca Juga
Pak Min juga menjelaskan, istimewa masakannya terdapat pada komposisi bumbu yang berani dan santan nan kental. Namun, peminat yang banyak tak membuat Pak Min turut memperbanyak porsi satai dan tongseng dengan alasan menjaga cita rasa.
Sebelum menetap di tempat berjualan sekarang, Pak Min berdagang keliling Pasar Beringharjo. Namun, belum sampai tempat mangkal, dagangannya sudah ludes dibeli. "Sebelumnya mau berjualan di Malioboro, baru sampai Jalan Dagen. Jadi, malah semakin dekat habisnya itu," ceritanya dalam sebuah video.
Satai dan tongseng Pak Min juga punya rekor, yaitu habis sebelum pergi berjualan. Para pembeli langsung mendatangi Pak Min di rumah karena takut kehabisan. Untuk harga, Pak Min hanya mematok Rp23 ribu untuk seporsi satai atau tongseng, lengkap dengan nasi dan minum.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini:
Hidup yang Tak Mudah
Meski terkenal dan dagangannya selalu laris manis, Pak Min juga bercerita tentang jalan hidupnya yang tak mudah. Pak Min juga mengaku meski sudah berjualan lama ia masih belum membeli apapun.
Sewaktu anaknya kecil, ia harus mengeluarkan biaya operasi yang tidak sedikit. Hal itu memaksa Pak Min meminjam uang ke sana-kemari dan Pak Min harus mengembalikan uang tersebut dengan menyicil selama beberapa tahun.
Pak Min menyebut ini 'cobaan kehidupan', meski berat Pak Min bisa menyekolahkan anaknya sampai lulus dari sekolah perawat. Namun, anak Pak Min membantunya berdagang dan tidak melanjutkan profesinya sebagai perawat karena permintaan sang suami.
Harapn di masa tua, Pak Min ingin membeli tanah, namun Pak Min pesimis akan waktunya, " (Tapi) kalau anak bisa terusin mungkin bisa (beli tanah), tapi kalau masak selain tangan saya, gak ada yang cocok," tutupnya. (Adhita Diansyavira)
Advertisement