Kuliner Malam Jumat: Ketagihan Pecak Belut Khas Surabaya, Pedas Sambalnya Nampol

Sambal yang disajikan bersama pecak belut ini selalu dibuat segar setelah pesanan masuk.

oleh Asnida Riani diperbarui 30 Jan 2020, 21:01 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2020, 21:01 WIB
Kuliner Jakarta
Pecak belut dan plecing kangkung, sajian di Warung Belut Khas Surabaya di Rawangun, Jakarta Timur. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Jakarta - "Belutnya mau digoreng kering, biasa, atau basah?" tanya Vika, salah satu pegawai Warung Belut Khas Surabaya pada setiap pelanggan. Selepas pesanan diterima, dapur tak begitu besar di belakang kasir langsung sibuk.

Maklum, semua dibuat secara mendadak alias baru disiapkan setelah pesanan masuk. Alurnya dimulai dengan mengambil belut yang sudah dibersihkan, diberi bumbu, kemudian digoreng dengan tingkat kematangan sesuai permintaan.

Sementara, pegawai lain dengan lihai mengulek sambal yang tingkat kepedasannya bisa disesuaikan. "Semua disajikan fresh," kata Vika pada Liputan6.com di warung berlokasi di Jl. Layur, Rawamangun, Jakarta Timur, 29 Januari 2020.

Sesuai namanya, belut merupakan sajian primadona di sini. "Selain belut yang digoreng biasa, kering, atau basah, di sini favoritnya juga ada elek," imbuhnya.

Dijelaskan bahwa elek punya sedikit perbedaan dengan sajian belut lain, yakni di bumbu dan punya minyak tersendiri dalam penggorengan. Teksturnya disebut lebih basah dari jenis hidangan belut biasanya.

"Terus yang favorit di sini itu sambalnya. Kami pakai terasi yang langsung didatangkan dari Surabaya. Sengaja disamakan dengan sambal khas sana (Surabaya) yang tidak terlalu halus," paparnya.

Ia bercerita, di hari-hari di mana sajian belut sudah habis, pelanggan tetap datang dan makan dengan pilihan lauk lain. "Yang penting kata mereka ada sambalnya. Jadi, kadang makannya pakai nila atau lele," ucapnya.

Sambal segar ini sendiri hanya terdiri dari cabai, tomat, garam, dan terasi yang ternyata jadi 'senjata rahasia'. "Pernah waktu itu ganti terasi, rasanya beda, jadi kurang enak. Makanya harus pakai terasi langsung dari Surabaya," sambung Vika.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sempat Sulit Kenalkan Sajian Belut

Kuliner Jakarta
Pecak belut, sajian di Warung Belut Khas Surabaya di Rawangun, Jakarta Timur. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Pemilik Warung Belut Khas Surabaya Yulita bercerita, selama tujuh tahun berjualan, dua tahun pertama adalah waktu paling pahit. "Karena orang kalau bayangin belut kayak sudah geli duluan," katanya.

Padahal, ia menambahkan, berbeda dengan anggapan banyak orang, belut adalah hewan sedikit manja yang perawatannya harus serba bersih. Berkomitmen menyajikan hidangan segar membuatnya punya kolam sendiri untuk menyimpan belut.

"Biasanya datang seminggu dua kali. Bisa sampai 50 kg sekali datang," Vika menambahkan. Selama menunggu disajikan, pergantian air di tempat belut disimpan harus dilakukan secara rutin.

"Jadi, kalau sudah ada buih atau gelembung, artinya air sudah harus cepat diganti. Harus bersih," katanya sembari mengambil seekor belut dari dalam kolam. Bahkan saat baru datang, air di dalam kolam biasanya diberi es batu agar belut bisa beristirahat lebih baik setelah stres menempuh perjalanan.

"Lalu, kami lihatin, misal ada (belut) yang sudah lemas banget, langsung dipisah. Karena kalau dipaksakan diolah, dagingnya kurang enak, pahit," ucapnya.

Warung Belut sendiri biasanya menjual 130 porsi belut per hari dengan hitungan 10 kg untuk 60 porsi. Pemotongan belut setiap harinya tak dilakukan sekligus, yakni biasanya per 15 kg dalam sekali pemotongan.

Selain belut, nila dan lele pun ditaruh di kolam sendiri dan baru akan diolah saat ada pesanan. "Makanya agak lama pembuatannya. Bisa sampai sekitar 20 menit," kata Vika.

Kuliner Jakarta
Warung Belut Khas Surabaya di Rawamangun, Jakarta Timur. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Belut yang digunakan, Yulita menyebut, adalah belut rawa. "Beda dengan belut sawah, belut rawa karena pakannya alami mungkin ya, dagingnya menurut saya lebih gurih," tuturnya.

Kegemaran perempuan asal Surabaya ini pada belut membuatnya berinisiatif membuat warung belut di Jakarta. "Kalau di Surabaya kan banyak ya. Tapi, di sini masih jarang. Saya suka, anak-anak suka, makanya buat saja," katanya.

Bermodal resep keluarga yang memang memiliki warung belut di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur tersebut dengan sedikit modifikasi, ia pun membangun bisnis kuliner tersebut. Sampai tahun ke-4, hanya sajian belut yang dijual di sini.

"Sampai banyak pelanggan yang minta ada menu lain. Soalnya ada yang benar-benar tidak suka (belut), Makanya baru ditambah nila, lele, dan ayam. Sekarang malah penjaual nila sudah hampir sama nih sama belut," katanya.

Buka setiap hari pukul 10.00--22.00, sajian belut dibanderol mulai Rp28 rbu, Rp24 ribu untuk aneka ikan, dan lauk pendamping, seperti kangnung dan taoge, dengan harga mulai dari Rp14 ribu.

"Sudah banyak pelanggan tetap. Yang sering mampir itu Cak Nun setiap beliau ke Jakarta. Terus pemain bulu tangkis kayak Ginting pada lumayan sering mampir. Kebanyakan memang mereka yang kangen makanan khas Surabaya," tutupnya.

 

Kami menerima kontribusi konten untuk rubrik Kuliner Malam Jumat, yaitu tempat kuliner yang cukup dikenal, punya ciri khas, dan masih buka pada malam hari. Konten harus berupa tulisan, foto dan video berdurasi sekitar 3 menit.

Tulisan berupa cerita mendalam tentang tempat kuliner malam yang diangkat sekitar 1.000 sampai 1.500 kata, foto minimal lima buah, dan video. Format konten video bisa dilihat dari video Kuliner Malam Jumat yang sudah ditayangkan.

Hasil liputan dikirim ke email: dinny.mutiah@kly.id. Tersedia hadiah menarik bagi yang karya terpilih. Untuk pertanyaan lebih detil tentang konten liputan Kuliner Malam Jumat, bisa ditanyakan melalui alamat e-mail yang sama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya