Liputan6.com, Jakarta - Jalan Pondasi, di kawasan Kayu Putih, Jakarta Timur tak begitu padat kendaraan malam itu. Lampu-lampu di kiri-kanan jalan menerangi banyak warung serta restoran yang menyuguhkan beragam kuliner menggugah selera.
Satu di antaranya adalah Soto Lamongan Cak Bukin milik Masbukhin Pradhana. Bisnis kuliner ini hadir di warung yang tak terlalu besar dan tampak memanjang ke bagian belakang. Kendati demikian, ada segudang cerita menarik di balik perintisan usaha ini.
Masbukhin telah bergelut di usaha kuliner sejak 2011 yang awalnya berjualan ayam goreng, sego pecel, lele goreng di kawasan Cempaka Putih. Pria asal Gresik ini menyebut telah usaha lainnya di Jakarta, namun tengah terpuruk kala itu.
Advertisement
Baca Juga
Terinspirasi dari warung-warung tenda dan keuletan para pedagangnya, ia pun mengakui bisnis kuliner adalah hal yang paling rumit dijalankan. Menurutnya, itu karena produksi, memasak, penyajian, penjualan, serta pelayanan terkait emosional pelanggan dan pegawai.
"Saya mengamati teman-teman berada di kaki lima dan riset kecil-kecilan, bisnis kuliner nggak ada matinya dan untung ketika dikerjakan sendiri, tergantung masuk di level apa," kata Masbukhin kepada Liputan6.com, Jumat, 14 Februari 2020.
Sempat berjualan di pinggir jalan, tetapi lokasi tersebut bukan titik yang strategis, ia pun riset produk berdasarkan trial and error. Selama masa itu, Masbukhin belajar banyak hal soal mengelola sumber daya, mengerti pasar, memperbaiki produk, menambah varian.
"Pas waktu saya ke Bali, ketemu warung soto di daerah Benoa, kok enak. Kita ngobrol, sharing sesama pedagang, ternyata (penjual) orang Lamongan meski tinggal di Surabaya. Ngobrol sotonya enak, saya dikasih resepnya dan menurut saya rasanya enak," tambahnya.
Setelah kembali ke Jakarta, ia kembali trial and error karena meski sudah memiliki bumbu secara umum, namun tak ada takaran kecilnya. Percobaan berulang kali dilakukan selama 2--3 bulan.
"Sempat agak frustrasi coba lagi dan sudah agak ketemu. Jadi saya nggak bisa memaksakan rasa untuk saya suruh coba kepada orang lain, kalau bilangnya lumayan, belum ngomong enak, apalagi terlalu pahit sepet, kita harus coba lagi, ada proses," katanya.
Dirasa penjelajahan rasa telah lumayan enak, istri Masbukhin pun kembali ke Pulau Dewata karena ada acara. Masbukhin membekali sang istri literan dan timbangan untuk mengetahui massa ke penjual asli yang sempat ditemui.
"Dari Oktober 2015 dapat resep, buka outlet itu habis Lebaran Juli, Maret kalau nggak salah baru dapat rasa itu tadi. Produk siap bisa dijual, konsep harus dipikirin, baru ngomong bisnisnya," katanya.
"Waktu itu lagi zaman roti bakar kekinian dengan lampu-lampu saya sudah jualan. Apakah ini betul jadi kekinian orang tertarik, soto lamongan ada harga kesepatan buat konsumen nggak bisa lari terlalu jauh. Ini yang kami punya, sajikan tadi bikin konsep soto cangkir kurang diminati balik lagi yang klasik, soto mau digimanai orang balik lagi," ucapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gerobak Langsung dari Lamongan hingga Varian Soto
Melalui serangkaian riset dan penelusuran panjang untuk membangun usaha soto, masih ada konsep yang perlu dipikirkan. Kala itu, Masbukhin mendatangkan gerobak langsung dari Lamongan.
"Gerobak bawa dari Lamongan. Nyari yang jati, pesen dua gerobak dipaketin ke sini (Jakarta), secara hitung-hitungan nggak mahal sebenarnya. Saya percaya orang Lamongan sudah biasa dan tukang sudah paham biasa bikin gerobak." katanya.
Ia melanjutkan, dua hari sebelum lebaran di 2015, gerobak datang dari Lamongan. Seminggu setelah pulang kampung, Masbukhin resmi membuka Soto Lamongan Cak Bukin miliknya.
Sementara, warung soto ini menyediakan ragam varian sajian mulai dari nasi soto cangkir seharga Rp8 ribu, soto ayam, Rp11 ribu, soto ayam nasi campur, Rp14 ribu, soto ayam nasi pisah Rp16 ribu, dan nasi putih Rp5 ribu.
Soto Lamongan Cak Bukin juga punya menu tambahan seperti sate puyuh, sate usus, sate paru, perkedel yang dijual Rp5 ribu. Ada pula setengah telur seharga Rp2 ribu.
Advertisement
Komponen Soto Lamongan
Soto lamongan yang disajikan berisi beragam bumbu-bumbu tradisional mulai dari bawang putih, bawang merah. "Kalau soto Surabaya, Lamongan, Madura warna kuning itu kunyit, ada laos wajib itu biasanya ada tambahan jahe, garam," ungkap Masbukhin.
Jika sudah diberi kuah, ia menambahkan, umumnya diisi dengan nasi dan bisa pula dengan lontong. Diisi pula dengan bihun, kol, suwiran ayam, lantas ditaburi bawang goreng dan koya.
"Koya itu kerupuk udang atau ikan digoreng jadi garing, setelah digoreng baru dihaluskan menambah cita rasa gurih." tambahnya.
Soto Lamongan Cak Bukin buka dari Selasa hingga Minggu mulai pukul 10.00 WIB sampai 20.00 WIB dan tutup di hari Senin. Warung ini biasanya diserbu saat makan siang dan selepas magrib mengingat di sekitarnya banyak perkantoran dan hunian.