Liputan6.com, Jakarta - Seorang presenter berita Al Jazeera baru-baru ini menarik perhatian. Ia menggugat Putra Mahkota Arab Saudi dan Uni Emirat Arab atas tuduhan meretas ponselnya dan mencuri serta merekayasa gambarnya untuk menjatuhkan dan mengintimidasinya lewat media sosial.
Presenter bernama Ghada Oueiss mengklaim ia menjadi target pelecehan karena laporannya tentang tindak kekerasan hak asasi manusia. Hal itu tertulis dalam laporan keluhannya yang diajukan pada Rabu, 9 Desember 2020, di Pengadilan Federal Miami.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari laman South China Morning Post, Jumat (11/12/2020), ia menuntut Mohammed bin bin Salman bin Abdulaziz dari Arab Saudi dan Mohammed bin Zayed Al Nahyan dari UEA sebagai terdakwa, serta pejabat dan agen lain dari kedua negara itu. Dalam gugatan juga disebutkan, beberapa pejabat tersebut menggunakan entitas yang berbasis di AS, seperti Misi Kebudayaan Arab Saudi, untuk merekrut warga AS dalam kampanye yang menyerang para kritikus rezim tersebut.
Oueiss mengatakan seorang perempuan Miami dan seorang lelaki di Orlado, Florida, bertanggung jawab atas peretasan ponselnya dan pengambilan gambar tanpa izin. Termasuk di dalamnya adalah tangkapan layar video yang direkayasa hingga seolah-olah memperlihatkan ia tampil telanjang. Gambar tersebut kemudian disebarkan di media sosial.
Keluhan tersebut menyusul tuduhan lain bahwa keluarga penguasa Arab Saudi mengoordinasikan upaya peretasan akun Twitter para pembangkang. Mohammed bin Salman juga dituduh berada di balik peretasan telepon milik pendiri Amazon.com Jeff Bezos.
"Nona Oueiss adalah salah satu dari daftar jurnalis terbaru yang menjadi target oleh upaya bersama dan terkoordinasi antara pemimpin Saudi dan UEA, yang memanfaatkan banyak entitas dan vektor menggunakan strategi pelecehan di media sosial dan peretasan yang ditargetkan untuk memfitnah, mempermalukan, dan merugikan yang tidak sepakat dengan mereka," demikian pernyataan dalam dokumen tersebut.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bukan Kasus Pertama
Dokumen tersebut juga mengutip kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018 lalu sebagai contoh upaya Kerajaan untuk membungkam kritik. Hingga berita tersebut diturunkan, perwakilan Kedutaan Besar Arab Saudi dan UEA di Washington belum berkomentar.
Ghada merupakan jurnalis Lebanon yang telah bergabung dengan kantor berita Al Jazeera pada 2006. Dikutip dari laman Wikipedia, ia diketahui lulusan Universitas Lebanon dan mampu berbicara dalam Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
Kasus peretasan itu bukan yang pertama dialaminya. Beberapa tahun lalu, akun Twitter dan Facebook miliknya banyak dipalsukan hingga disalahgunakan untuk menghina, melecehkan, bahkan menyesatkan publik yang berimbas pada citranya.
Advertisement