Liputan6.com, Jakarta - Bisnis klinik kecantikan termasuk yang tak bisa beroperasi maksimal selama pandemi Covid-19. Banyak faktor melatarbelakanginya, termasuk kekhawatiran terinfeksi di klinik, mengingat proses perawatan tak bisa dilakukan tanpa kontak antara pasien dan staf.
Belum lagi pemberlakuan kebijakan yang berubah-ubah. PPKM, misalnya, memaksa klinik kecantikan yang beroperasi di pusat perbelanjaan harus ditutup sementara. Hal itu berdampak pada menurunnya potensi pendapatan bagi pengelola.
Advertisement
Baca Juga
Feriani Chung, Chief Marketing Officer ZAP Clinic, mengaku 22 outlet, atau sekitar 35 persen cabang yang ada, terpaksa ditutup selama PPKM. Padahal, biaya operasional selama pandemi membengkak, seperti pengeluaran tes antigen untuk karyawan dan klien yang datang.
"Swab antigen ini berlaku ke semua klien yang akan perawatan. Kalau hasil swab antigennya negatif, baru boleh dilanjutkan. Kita enggak kalah sama penerbangan ke Bali," ujarnya dalam ZAP Virtual Media Meet Up: Permasalahan dan Cara Menjaga Kondisi Kulit Selama Masa Isoman, Kamis, 22 Juli 2021.
Cara itu, sambung Feriani, diambil untuk menjamin keamanan semua pihak yang terlibat dalam layanan tersebut. Sebelumnya, klinik telah menerapkan berbagai penyesuaian merespons kondisi pandemi, seperti mengganti seprei dengan bed sheet sekali pakai, pasien wajib menggunakan masker, dan selalu mengganti handuk.
"It's a big expenses, tapi mau-enggak mau harus lakukan itu agar klien merasa datang ZAP adalah yang paling aman," ujarnya.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Maksimalkan Telemedicine
Strategi pelayanan pun beradaptasi dengan situasi minim kontak. Kliniknya memaksimalkan telemedicine alias konsultasi online yang sudah dimulai sejak sebelum pandemi.
"Karakteristik melakukan Zoom sudah mengubah mindset dan behavior market, minatnya lumayan," kata dia, seraya menyebut prosedur itu mempermudah pasien di luar kota.
Sementara, dr. Novi Junita, M. Biomed, Sp.KK, salah satu spesialis yang berpraktik di klinik itu, mengungkapkan keluhan yang disampaikan lewat konsultasi online makin beragam. Pasien yang berkonsultasi juga kian variatif. Jika dulu didominasi pasien lama, setelah pandemi, banyak pasien baru yang bermunculan.
"Yang dikeluhkan juga makin bervariasi, dari infeksi bakteri, polikulitis, infeksi jamur, bahkan selulitis karena pasien ngotot tidak mau ke RS. Alergi obat dan penyakit kelamin juga ada, jadinya hampir sama seperti pasien datang ke rumah sakit," ia menerangkan.
Advertisement
Menggeser Citra
dr. Novi mengatakan, klinik kecantikan kini tak semata melayani perawatan terkait masalah estetik, tetapi lebih luas, mengingat yang menangani pasien rata-rata spesialis kulit dan kelamin. Dengan begitu, ia berharap pola pikir masyarakat juga ikut berubah.
"Jadi bukan hanya klinik estetik saja, tetapi klinik untuk kesehatan kulit dan kelamin," kata dia.
Feriani pun menyebut perawatan kecantikan diminimalkan, dan lebih diarahkan untuk menangani imunitas, seperti suntik vitamin dan booster. "Saya berharap vaksin terdistribusi merata dan cepat karena itu sangat memengaruhi operasional outlet ke depannya," ia menambahkan.
5 Khasiat Madu untuk Perawatan Kecantikan
Advertisement